Kamis Hingga Minggu Ini, 'Borobudur Writers and Cultural Festival' Tampilkan 5 Pertunjukan dan 3 Penyair

Selasa, 16 November 2021 22:51 WIB

Penulis:redaksi

Sejumlah seniman Komunitas Lima Gunung menampilkan kolaborasi tari, olah tubuh, dan musik kontemporer untuk menyambut gelaran Borobudur Writers And Cultural Festival (BWCF) 2021.
Sejumlah seniman Komunitas Lima Gunung menampilkan kolaborasi tari, olah tubuh, dan musik kontemporer untuk menyambut gelaran Borobudur Writers And Cultural Festival (BWCF) 2021. (BWCF/Bona Beding)

JAKARTA (Floresku.com) - Dalam merayakan ulang tahunnya ke 10 ini, (Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2021 bekerjasama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media. Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud dan Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata, Jawa Tengah memproduksi 5 (lima) pertunjukan (tari, teater, musik) dan 3 performance penyair.          

Pertunjukan tersebut antara lain adalah pentas Sutanto Mendut. Sutanto menyajikan karya berjudul: The Voice of Borobudur's Disruption. Mula mula Tanto duduk di singgasana tinggi dari bambu. 

Entah dia merepresentasikan penguasa siapa. Oedipus, penguasa Thebes kah?Amangkurat, penguasa Mataram kah? Caligula penguasa Romawi kah? Dan tiba-tiba muncul suatu disrupsi tak henti-hentinya dari puluhan penari. Klimaksnya para penari membuat ritual liar tentang air. Setelah itu siklus kembali seperti awal tenang. 

Seperti metafora perputaran yuga. Karya ini memperteguh sikap estetika Tanto yang"menabrakkan" apa saja untuk memunculkan "ketidak terdugaan." Tanto sebelum-sebelumnya (seperti misalnya komposisinya di TIM pada Pekan Komponis Muda tahun 1978) konsisten mengeksplorasi hal-hal yang: noisy dan chaos.      

Sementara komponis Epi Martison tertarik mengeksplor bunyi-bunyian genta yang ada di Vihara Mendut, Jawa Tengah. Ada berbagai genta dengan ukuran besar dan kecil di Vihara Mendut. Dan itu dipakainya sebagai sumber bunyi untuk komposisinya yang berjudul: Genta Genta Mendut.

Adapun teaterawan Anwari ,di Madura berusaha menyelami esensi Topeng Ghulur yang sudah mulai punah. Kepenarian topeng Ghulur dikenal memiliki ciri khas yaitu badan para penarinya, posisinya selalu mendekat ke bumi. Anwari mengajak anak-anak muda desa di Madura untuk memaknain kembali topeng Ghulur. Dan disajikannya secara kontemporer dalam karya berjudul: Meditasi Ghulur.

Akan halnya Rianto,penari yang bermukim di Tokyo, menulusuri situs-situs arkeologis yang berada di Surakarta dan menyajikan pertunjukan berjudul: Antiga. Ia memanfaatkan medium sarung yang disambung-sambung sebagai bahan utama pertunjukannya.

Kemudian penari Darlane Litaay,di New York sembari mempelajari arsip-arsip Claire Holt yang ada di perpustakaan menyajikan suatu karya konseptual berjudul: Strata. Karya ini menggunakan set lokasi berbagai jalan dan stasiun subway antara Manhattan-Brooklyn.      

Tiga penyair akan tampil dalam acara ini. Afrizal Malna dengan karya berjudul: Kelinci, Claire Holt dan Culturstelsel akan menyajikan suatu "lecture perfomance" tentang Claire Holt. Sementara penyair Bali Warih Wisatsana mempresentasikan puisinya Ambang Petang Kota Kita secara visual. Dan penyair Heru Joni Putra akan menampilkan suatu karya puisi "tak lazim" berjudul: Bagaikan Peri Bahasa di Zaman Serba Kontemporer (1).          

Kawan-kawan sekalian, besar harapan kami agar bisa hadir sebagai saksi virtual pentas pentas yang langka ini .        

Berikut adalah tautan-tautan kanal YouTube Borobudur Writers & Cultural Festival untuk pertunjukan mereka semua.

Salam, Ars Longa, Vita brevis.

AFRIZAL MALNA dan ANWARI
Kamis, 18 November 2021
19.00 - 20.00 WIB
Tautan Youtube: bit.ly/SeniPertunjukkan-1_18Nov

HERU JONI PUTRA dan DARLANE LITAAY
Jumat, 19 November 2021
19.00 - 20.00 WIB
Tautan Youtube: bit.ly/SeniPertunjukkan-2_19Nov  

WARIH WISATSANA dan RIANTO
Sabtu, 20 November 2021
19.00 - 20.00 WIB
Tautan Youtube: bit.ly/SeniPertunjukkan-3_20Nov

EPI MARTISON dan TANTO MENDUT
Minggu, 21 November 2021
19.30 - 20.30 WIB
Tautan Youtube: bit.ly/SeniPertunjukkan-4_21Nov