Indonesia
Sabtu, 05 Juli 2025 14:13 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
LARANTUKA (Floresku.com) - Kejaksaan Negeri Flores Timur resmi menetapkan mantan Kepala SMK Negeri 1 Larantuka, berinisial LTF sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2022. Ia langsung ditahan di Rumah Tahanan Larantuka sejak Rabu, 3 Juli 2025.
“Iya, sudah ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai tanggal 3 Juli hingga 22 Juli 2025,” kata Kasi Pidana Khusus Kejari Flores Timur, Samuel Tamba, kepada media.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Subsidiair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Ancaman hukuman yang dihadapi sangat berat, mulai dari penjara minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun, bahkan bisa dijatuhi hukuman seumur hidup, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Berdasarkan audit dari Inspektorat Daerah, nilai kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut mencapai Rp323.937.927.
Namun demikian, hingga saat ini baru satu orang ditetapkan sebagai tersangka. Samuel Tamba menjelaskan, proses penyidikan masih berjalan dan kemungkinan penambahan tersangka tetap terbuka.
“Sejauh ini baru satu orang tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan akan bertambah,” ujarnya.
Bendahara BOS Masih Berstatus Saksi
Salah satu pihak yang turut disorot dalam kasus ini adalah bendahara dana BOS berinisial DTR. Namun, Kejari Flores Timur menyatakan bahwa DTR hingga kini masih berstatus saksi dan belum ditetapkan sebagai tersangka.
“DTR masih sebagai saksi,” tegas Tamba.
Situasi ini menuai kritik dari kalangan praktisi hukum. Advokat Hendrikus Hali Atagoran, yang berkantor di Jakarta, menyatakan bahwa penetapan tersangka tunggal dalam kasus korupsi anggaran sekolah adalah sesuatu yang tidak logis.
Menurutnya, dalam sistem birokrasi Indonesia, penggunaan anggaran seperti BOS melibatkan beberapa pihak mulai dari kepala sekolah, bendahara, hingga staf pelaksana. Oleh karena itu, sangat kecil kemungkinan tindakan korupsi dilakukan sendirian.
"Setelah UU Tipikor diberlakukan, sangat jarang ditemukan kasus korupsi yang hanya melibatkan satu orang,” ujar Hendrikus.
Ia juga menambahkan bahwa kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga tentu menandatangani persetujuan anggaran berdasarkan laporan dari bawahan. Bila ada manipulasi atau kesalahan data oleh staf, maka tanggung jawab hukum juga seharusnya menyasar ke pelapor atau pembuat laporan anggaran tersebut.
Desakan KPK Turun Tangan
Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa, juga mendesak agar penanganan kasus ini diawasi secara ketat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia meminta agar mantan Kepala Sekolah Lusia Tuti Fernandez dapat menjadi justice collaborator untuk membongkar keterlibatan pihak lain, terutama jika ada aktor intelektual di balik dugaan korupsi tersebut.
“Kompak mendesak KPK RI untuk melakukan pengawalan ketat terhadap proses hukum kasus ini,” ujarnya.
Gabriel menekankan pentingnya pengusutan secara menyeluruh agar tidak terjadi tebang pilih dalam penegakan hukum. Menurutnya, setiap kasus korupsi di sektor pendidikan memiliki dampak serius terhadap masa depan generasi muda, dan tidak boleh ditangani secara setengah hati.
Transparansi dan Keadilan
Kasus ini mencuat di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap pengelolaan dana BOS di tingkat sekolah. Publik berharap agar penegak hukum bertindak adil dan transparan, serta menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk pembenahan tata kelola dana pendidikan di daerah.
Banyak pihak berharap agar Kejari Flores Timur tidak berhenti pada satu tersangka, melainkan menelusuri lebih jauh aliran dana, prosedur pencairan, serta siapa saja yang menikmati hasil dari dugaan penyelewengan tersebut.
Jika benar ada pihak lain yang turut terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka sudah sepatutnya mereka juga diperiksa secara hukum dan dimintai pertanggungjawaban.
Proses hukum terhadap Lusia Tuti Fernandez akan menjadi perhatian publik hingga 22 Juli mendatang, saat masa penahanan awalnya berakhir. Di saat yang sama, tekanan publik terhadap kejaksaan untuk membuka tabir peran pihak-pihak lain terus menguat. ( HD). ***
15 hari yang lalu