tenaga kerja
Jumat, 20 Juni 2025 17:10 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
Oleh: Maria Leonora A.
KABUPATEN Manggarai Barat, dengan ikon Labuan Bajo sebagai gerbang pariwisata premium Indonesia, telah menjelma dari daerah pinggiran menjadi salah satu destinasi unggulan nasional.
Penetapan Labuan Bajo sebagai Destinasi Super Prioritas dan pembangunan infrastruktur masif telah mendatangkan arus investasi, wisatawan, dan tentu saja harapan akan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
Namun, di balik gemerlap pariwisata ini, tersembunyi ironi mendalam: rendahnya kualitas SDM lokal, eksploitasi tenaga kerja, meningkatnya praktik prostitusi terselubung, dan dominasi pekerja dari luar daerah.
Rendahnya Daya Saing SDM Lokal
Salah satu tantangan paling mendasar di sektor pariwisata Mangarai Barat adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) lokal yang belum mampu bersaing.
Banyak pelaku pariwisata mengeluhkan minimnya tenaga kerja terampil dari daerah sendiri. Ini terlihat jelas pada sektor-sektor utama seperti perhotelan, restoran, pelayanan kapal wisata, hingga pemandu wisata.
Faktor penyebabnya beragam, mulai dari rendahnya akses pendidikan kepariwisataan yang relevan, lemahnya pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri, hingga kurangnya dukungan kebijakan yang mendorong afirmasi SDM lokal.
Banyak pemuda lokal hanya mampu mengisi posisi rendahan — sebagai staf housekeeping, tukang bersih-bersih, atau penjaga parkir — sementara posisi strategis diisi oleh tenaga kerja dari luar Flores, bahkan luar NTT.
Eksploitasi Tenaga Kerja di Balik Industri Pariwisata
Maraknya pembangunan hotel, resort, dan usaha pariwisata lainnya membuka banyak lapangan kerja, tetapi tak sedikit pula yang menyimpan praktik eksploitasi.
Tidak sedikit pekerja lokal yang dipekerjakan dengan sistem kontrak tanpa perlindungan hukum, upah di bawah standar, jam kerja panjang, dan kondisi kerja yang tidak manusiawi.
Tenaga kerja perempuan menjadi kelompok paling rentan. Mereka kerap dimanfaatkan untuk kepentingan estetika “keramahtamahan” tanpa perlindungan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan verbal yang kerap terjadi di lingkungan kerja yang toksik.
Belum banyak ruang aman dan regulasi yang ditegakkan secara ketat untuk menjamin hak-hak dasar para pekerja.
Prostitusi Terselubung dan Kerentanan Sosial
Perkembangan pariwisata yang terlalu cepat dan berorientasi kapital tanpa regulasi sosial yang kuat juga menghadirkan sisi gelap berupa prostitusi terselubung.
Praktik ini mulai menjamur di kawasan Labuan Bajo, baik secara terang-terangan maupun melalui aplikasi daring.
Perempuan muda, baik dari daerah setempat maupun luar, direkrut dan dimanfaatkan dalam praktik perdagangan tubuh yang menyalahi hukum dan nilai budaya lokal.
Sayangnya, aparat dan pemerintah daerah masih cenderung menutup mata atau belum memiliki strategi yang efektif untuk menanggulangi fenomena ini secara sistematis.
Stigma terhadap korban serta ketiadaan lembaga perlindungan yang aktif membuat masalah ini menjadi bom waktu dalam tatanan sosial masyarakat Labuan Bajo.
Dominasi Tenaga Kerja dari Luar Daerah
Perkembangan industri pariwisata di Manggarai Barat tercermin pada pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang terserap di dalam sektor tersebut.
Data statistik menyebutkan, pada tahun 2022 total tenaga kerja pariwisata di Kabupaten Manggarai Bara mencapai 6.233 orang. Mereka tersebar di kapal wisata (372 orang); hotel/akomodasi ( 3.450 orang); wisata air (336 orang); sektor kuliner: makan-minum (707 orang); biro perjalanan (234 orang) ; informasi pariwisata (45 orang); dan spa (18 orang).
Pada tahun 2023, jumlanya melonjak drastis menjadi 10.195 orang, tersebar di kapal wisata 1.443; hotel/akomodasi 7.380; spa 50 orang dan sisanya di wisata air (tirta),
Namun data lain menyebutkan bahwa pada tahun 2023 total tenaga kerja di sektor pariwisata hanya sekitar 5.000 orang.
Perbedaan total pekerja pariwisata antara jumlah orang (~5.000) dan data usaha (~10.195) mungkin karena siklus pekerjaan musiman, pekerja ganda, dan kategori informal yang tumpang tindih.
Sementara itu, data Pemda Kabupaten Manggarai Barat menyebutkan, pada tahun 2023, 9 hotel di Labuan Bajo menyerap 85 siswa/mahasiswa sebagai tenaga magang lokal, terdiri dari 85 siswa/mahasiswa lokal di 9 hotel tahun 2023, sekitar 34 persen dari jumlah tersebu ttelah diserap jadi karyawan tetap
Salah satu ironi yang paling mencolok adalah dominasi tenaga kerja dari luar NTT dalam hampir seluruh lini usaha pariwisata di Labuan Bajo.
Data Pemda Manggara Barat mengungkapkan selama tahun 2023, sektor pariwisata menyerap sekitar 30–34 persen tenaga kerja yang adalah warga lokal, sisanya adala tenaga kerja yang berasal dari luar provinsi atau tenaga kerja asing (TKA).
Sumber lain menyebutkan bahwa tenaga kerja lokal Manggarai Barat < 20 persen, dan sisanya (> 80 persen) mencakup seluruh pekerja non-lokal—dengan sebagian kecil yang adalah Tenaga Kerja Asing (TKA) sebanyak 51 orang (2022), dan 37 orang (2023), dan 37 orang (2024).
Pada umumnya tenaga kerja dari luar daserah kota-kota besar seperti Jakarta, Bali, Yogyakarta, atau bahkan luar negeri, menduduk poisi-posisi strateggis seperti seperti manajer hotel, chef, staf front office, hingga tour operator.
Sementara tenaga kerja lokal mengambil peran sebagai tukang parkir, security guard, staf front office hotel atau roomboy dan staf biasa di berbagai divisi bisnis perhotelan dan sektor usaha pariwisata pada umumnya.
Kondisi ini diperparah oleh belum adanya peraturan daerah yang mengatur kewajiban transfer keahlian (knowledge transfer) dari pekerja luar kepada tenaga kerja lokal.
Tanpa kebijakan afirmatif ini, daerah hanya akan menjadi ladang keuntungan bagi pihak luar tanpa ada efek domino pembangunan kapasitas lokal.
Langkah Perbaikan yang Mendesak
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan pelaku industri harus segera melakukan langkah strategis, antara lain:
Menjaga Martabat dalam Kemajuan
Pariwisata bukan sekadar soal jumlah wisatawan atau hotel mewah, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat setempat memperoleh manfaat secara adil dan bermartabat.
Mengabaikan aspek SDM lokal hanya akan memperdalam ketimpangan sosial dan menciptakan ketidakadilan struktural yang merusak tujuan jangka panjang pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Manggarai Barat memiliki modal budaya, alam, dan masyarakat yang luar biasa. Namun tanpa SDM yang berdaya, semua potensi itu hanya akan menjadi komoditas belaka, bukan warisan untuk masa depan.*
* Anggota redaksi Floresku.com, pernah menjadi peserta program studi Hospitality, Unika Atma Jaya, Jakarta. ***