LPM Unika St. Paulus Ruteng Menyambut Baik Kebijakan Akreditasi PT yang Disederhanakan

Rabu, 30 Agustus 2023 07:11 WIB

Penulis:redaksi

 Ketua Lembaga Penjamin Mutu (LMP) Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Marianus Mantovanny Tapung, S. Fil., M.Pd.
Ketua Lembaga Penjamin Mutu (LMP) Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Marianus Mantovanny Tapung, S. Fil., M.Pd. (SP/Jivansi)

RUTENG (Floresku.com) - Ketua Lembaga Penjamin Mutu (LMP) Universitas Katolik (Unika) St. Paulus Ruteng, Dr. Marianus Mantovanny Tapung, S. Fil., M.Pd. menyambut baik dan antusias kebijakan akreditasi Perguruan Tinggi yang disederhanakan oleh pemerintah. 

Hal ini merespon penyampaian Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim pada acara peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-26 yang bertajuk Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi,  Selasa (29/8).

Episode Merdeka Belajar ke-26 ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Menurut Mantovanny, kebijakan akreditasi yang disederhanakan merupakan bagian dari spirit transformasi pendidikan yang memerdekakan dan merupakan implementasi dari kurikulum merdeka mengajar yang sangat mengedepankan diferensiasi dan kontekstualitas.  

Dalam kajian Mantovanny, adapun tiga poin penting dari pernyataan Menteri Nadiem yang menggambarkan adanya transformasi pendidikan dan ‘memerdekakan’ Perguruan Tinggi dalam proses akreditasi bagi PT.

Pertama, keringanan beban administrasi dan finansial kampus.  Untuk akreditasi wajib (memenuhi SN Dikti) yang dilakukan oleh BAN PT dan LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri), pemerintah yang menanggung biayanya. 

Sedangkan prodi-prodinya yang mau diakreditasi oleh LAM  untuk mendapat status unggul, itu sifatnya  sukarela (voluntaristik), alias tidak wajib.

Kedua, sebelumnya, terdapat empat level dalam akreditasi wajib PT, yakni tidak terakreditasi, terakreditasi baik, terakreditasi baik sekali, dan terakreditasi unggul. 

Melalui peraturan ini,  status akreditasi wajib PT disederhanakan menjadi dua, yakni tidak terakreditasi dan terakreditasi. 

Kalau sudah berstatus terakreditasi, berarti sudah memenuhi standar minimum DIKTI. 

“Hal ini cukup memerdekakan pihak PT. PT tidak terbebani secara psikologis dengan klasifikasi level, terutama jika dikaitkan dengan berbagai kebijakan standar pemberian hibah oleh DIKTI, atau kebijakan lain, seperti syarat penerimaan lulusan di dunia kerja.”

Ketiga, pada akreditasi prodi, meskipun masih ada diferensiasi level (tidak terakreditasi, terakreditasi, terakreditasi unggul, terakreditasi oleh lembaga internasional),   tetapi dalam proses akreditasi, biaya akreditasi, baik oleh BAN PT maupun LAM, ditanggung negara hingga memenuhi status standar nasional Dikti. 

Selain itu, proses pengumpulan data akreditasi dilakukan bersama di tingkat departemen (fakultas). 

Menurut Mantovanny, jadi kebijakan ini cukup meringankan PT, baik dari segi finansial, tetapi  juga  dari segi efektivitas dan efisiensi. Unit pengelola program studi (UPPS) tidak lagi terbebani secara administratif, termasuk soal ratio dosen dan mahasiswa. (SP/Jivansi). ***