Martinus Liman Minta Polda Beri Kejelasan Status Hukum, Karena Kasus Ini Hampir Setahun Menggantung

Jumat, 01 April 2022 10:44 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

KUASA HUKUM ATING.jpg
Martinus Liman (baju kemeja merah) bersama dua kuasa hukum nya: Dominikus Tukan dan Alfons Ase. (Mardat)

MAUMERE (Floresku.com)-Pemilik Pub dan Karaoke Triple Nine, Martinus Liman alias Ating meminta kepada Kepolisian Daerah (Polda) NTT untuk memberi kejelasan status hukum atas dirinya dan terhadap tempat usahanya.

Pasalnya, hingga kini tempat usahanya masih dipasang garis polisi dan disegel oleh Pemkab Sikka terkait kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Mempekerjakan Anak dan Pelanggaran UU Ketenagakerjaan terhadap 17 perempuan pekerja kelab malam yang telah menyeret salah satu pemilik pub di Kota Maumere dalam razia oleh Polda NTT pada 14 Juni 2021 lalu. 

Tiga diantaranya adalah karyawati di kelab malam milik Ating. Ating sendiri hingga kini masih berstatus sebagai saksi dalam kasus yang kini tengah bergulir di pengadilan ini.

Ating, melalui kuasa hukumnya, Dominikus Tukan, SH., dan Alfons Ase, SH., M.Hum., dalam keterangannya kepada media, Kamis (30/03/2021) menjelaskan, tindakan pemasangan garis polisi dan penyegelan terhadap tempat usaha milik klien mereka memberi kesan bahwa klien mereka telah dihukum. Padahal, klien mereka masih berstatus sebagai saksi dalam kasus tersebut.

"Sudah 3 kali klien kami di BAP sebagai saksi. Terakhir pada tanggal 22 Maret 2022. Tetapi tindakan yang dilakukan terhadap klien kami terkesan bahwa klien kami telah dihukum," ungkap Dominkus.

Dominikus mengaskan, bahwa 3 karyawati yang dirazia dari kelab malam milik klien mereka tidak lantas memberikan ruang hukum yang leluasa bagi penyidik dan Pemkab Sikka untuk melakukan tindakan pemasangan garis polisi dan penyegelan atas tempat usaha klien mereka.

Dominikus berdalih, bahwa 3 perempuan yang dirazia tersebut bukan termasuk kategori anak sebab telah menikah dan dapat dibuktikan dengan dokumen (buku nikah). 

Maka itu, meski 2 (dua) orang diantaranya secara usia masih belum dewasa menurut UU Perlindungan Anak, tetapi telah dewasa menurut hukum karena telah menikah. Sedangkan seorang lagi usianya lebih dari 18 tahun pada saat razia.

"Sehingga kalau selama ini stigma bahwa klien kami mempekerjakan anak di bawah umur, maka kami tegaskan bahwa infomasi itu tidak benar dan kami bisa buktikan secara hukum," tegas Dominikus.

Dominikus juga menyayangkan tindakan penyidik terhadap kliennya. Semestinya kata Dominikus, penyidik harus sudah mengantongi segala dokumen sebelum proses penyidikan, termasuk dokumen tentang status 3 karyawati di tempat usaha kliennya.

"Untuk menyatakan status bahwa 2 karyawati tersebut masih anak anak atau sudah dewasa tidak hanya dengan hitungan usia. Sebab, orang yang telah menikah itu, oleh hukum dianggap telah dewasa. Dalam hal ini hukum telah mendewasakan 2 karyawati klien kami," ungkapnya.

Pihaknya juga mempertanyakan dasar hukum pemasangan garis polisi dan penyegelan tempat usaha kliennya.

"Bukan datang razia, tanpa bukti lalu segel. Bukan karena dasar razia, lalu pasang garis polisi. Karena razia adalah tindakan untuk membuktikan dugaan dugaan yang berkembang di luar," ujarnya.

Penyidik semestinya bertindak tegas. Sebab segala bukti surat berupa dokumen nikah (buku nikah), surat ijin usaha sudah dikantongi penyidik," jelasnya.

Hanya saja kata Dominikus, segala dokumen yang telah diambil oleh pihak kepolisian tersebut tanpa disertai dengan bukti penyitaan.

Buktikan Secara Hukum

Sementara itu, Alfons Ase, SH., M.Hum., menambahkan, bahwa tempat usaha kliennya telah mengantongi ijin resmi dari pemerintah. Maka itu tidak patut untuk dipasang garis polisi atau  disegel, sebab harus dibuktikan dulu secara hukum.

"Ketika Pemkab Sikka melakukan penyegelan, maka pertanyaan kami, apakah ada pelanggaran tempat usaha yang dilakukan oleh klien kami. Selain itu, pihak kepolisian harus menjelaskan soal status tempat usaha klien kami itu apa sehingga harus dipasang garis polisi. Sehingga apabila tidak ditemukan hal hal luar biasa pada tempat usaha klien kami, maka semestinya tidak dipasang garis polisi," tegas Alfons

Siap Bila Terbukti Salah

Sementara itu, Ating dalam kesempatan itu menegaskan bahwa dirinya siap ditetapkan sebagai tersangka apabila bisa dibuktikan secara hukum.

Ia mengaku mengalami kerugian dan kehilangan pendapatan semenjak tempat usahanya di pasang garis polisi dan disegel oleh Pemkab Sikka.

"Kalau rugi, ya pasti rugi. Tempat usaha kami tutup sampai saat ini. Saya siap jadi tersangka kalau saya salah. Tetapi jangan gantung seperti ini," ujarnya. (Mardat) ***