flores
Jumat, 24 Januari 2025 17:10 WIB
Penulis:MAR
Editor:MAR
JAKARTA (Floresku.com) - Menanggapi keluhan umat dan masukan dari hasil investigasi dan advokasi sejumlah Lembaga, Uskup Keuskupan Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden SVD menyatakan sikap secara tegas menolak kehadiran Proyek Geothermal di sejumlah titik di wilayah Keuskupan Agung Ende.
Menurut Uskup Budi Kleden, kehadiran proyek tersebut tidak membawa asas manfaat, dan sebaliknya membawa lebih banyak petaka bagi masyarakat sekitar lingkar geothermal.
Sikap Uskup Agung Ende yang disampaikan pada 6 Januari 2025 tersebut segera mendapat tanggapan pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Menaggapi hal tersebut, JPIC OFM Indonesia sebagai bagian dari Gereja yang selama ini mendampingi masyarakat lingkar geothermal di Flores memendukung sukap Uskup Agung Ende.
Direktur JPIC OFM Indonesia, P. Yansianus Fridus Derong OFM, menyampaikan beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, Komisi JPIC OFM Indonesia menyatakan tegak lurus dan mendukung secara penuh sikap Uskup Agung Ende, yakni menolak kehadiran proyek Geothermal di wilayah Keuskupan Agung Ende (Kabupaten Ngada, Nagekeo dan Ende) bahkan seluruh pulau Flores.
Sikap ini kami nyatakan berdasarkan hasil investigasi dan advokasi yang telah kami lakukan bersama masyarakat lingkar geothermal selama kurang lebih delapan tahun.
Kedua, JPIC OFM mendukung sikap Uskup Agung Ende sebagai seruan seorang Gembala Umat yang pertama-tama mempertimbangkan aspek pastoral Gereja, seruan kenabian atas masalah yang dihadapi oleh umat lingkar proyek geothermal. Seruan pastoral ini tentu saja lebih berpihak pada manusia dan ekologi, ketimbang hitungan bisnis, kecanggihan teknologi dan kepintaran para ahli geothermal.
Mendengar cerita dan keluh kesah mengenai dampak negatif yang konkret dan kasat mata dari umat sebagai sebuah testimoni sudah cukup bagi seorang Gembala Umat untuk menyatakan sikapnya.
Ketiga, JPIC OFM menyatakan bahwa proyek geothermal bukan sekedar masalah pemenuhan kebutuhan elektrisasi dan transisi energi, juga bukan sekedar masalah transaksi ekonomi dan jual beli tanah.
JPIC OFM juga melihat ada dampak sosial budaya, ekonomi lokal, ekologi,
hak-hak ekosob masyarakat serta keberlanjutan hidup yang melampaui perhitungan
untung rugi ekenomi.
Keempat, JPIC OFM menemukan bahwa sejak awal proyek geothermal di Flores tidak direncanakan dengan baik oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait, terutama PLN.
Kegagalan proyek Geothermal Daratei Mataloko, Kabupaten Ngada yang telah terjadi 20 tahun lalu tidak pernah diselesaikan secara serius oleh PLN.
Kegagalan pemboran menyebabkan kebocoran menyemburkan lumpur dan gas panas yang muncul di banyak titik dan berdampak buruk terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
Kasus Mataloko adalah contoh buruk tata kelola proyek geothermal yang tidak pernah diselesaikan hingga saat ini.
Kelima, JPIC OFM Kami mendesak pemerintah, khususnya Kementerian ESDM mencabut SK Menteri ESDM Nomor 2268 K/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi atau Geothermal Island.
Geothermal bukan satu-satunya energi alternatif untuk pemenuhan elektrisasi dan transisi energi di Pulau Flores. Energi matahari, angin, arus laut jauh lebih potensial dan aman, ketimbang geothermal. (*)
sebulan yang lalu