Selasa, 14 Februari 2023 13:42 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
PADA 14 Januari, tepat sebulan yang lalu kami menayangkan artikel “Menelusuri Asal-Usul ‘Tradisi Tenun Ikat’ Flores, NTT (Bagian 1). Artikel itu memotret fakta sejarah bahwa ‘menenun’ adalah suatu kerajinan tangan yang telah dikenal manusia sejak puluhan ribu tahun yang silam. Kini kami menayangkan bagian kedua dari seri tulisan mengenai tenun ikan, dengan memokuskan pembahasan pada awal mula budaya Tenun Ikat di kawasan Nusantara.
KISOL (Floresku.com) –Merujuk ke fosil dan warisan arkeologis, para ahli menduga kuat bahwa tradisi Tenun Ikat sudah ada sejak zaman Perunggu (3000 - 200M).
Chris Buckley, ‘dalam artikel ilmiahnya 'Looms, Weaving and the Austronesian Expansion’, (2014) menyebutkan bahwa alat tenun paling awal di Asia yang masih ada jejaknya hingga saat ini tampaknya merupakan alat tenun dengan penyangga kaki.
Menurut Buckley, alat tersebut mungkin berasal sekitar waktu yang sama dengan perkembangan pertanian, di dataran tengah yang sekarang disebut Cina. Mempertimbangkan persebarannya saat ini dan tinggalan arkeologisnya, tampaknya telah menyebar luas di daratan Asia, mungkin disertai dengan tradisi dekoratif berbasis lusi, termasuk tenun ikat.
Tradisi Tenun Ikat tampaknya masuk ke wilayah Asian Tenggara dan Afrika Selatan bersamaan dengan terjadinya migrasi penutur Austroasiatik gelombang satu dan dua yaitu pada periode 6000 hingga 3000 tahun silam.
Kesamaan teknis antara gaya Indonesia dan Madagaskar adalah bukti bahwa telah terhadi penyebaran migrasi manusia ke Asia Tenggara dan Afrika Selatan selama zaman Perunggu hingga abad-abad pertama Masehi. (Bdk.Chris Buckley, ‘Looms, Weaving and the Austronesian Expansion’, (2014)).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada era sekitar 2000 tahun yang lalu, penduduk di wilayah Nusantara (termasuk di Flores) sudah mengenal tradisi Tenun Ikat.
Ada Tiga Corak Tenun Ikat di Indonesia
Secara kasar dapat digambarkan bahwa Tenun Ikat di kawasan Nusantara memiliki tiga corak utama yaitu crak (warp), corak (weft) dan double Ikat.
Suku Iban Kalimantan, Batak Toba Sumatera Utara dan suku-suku di Nusa Tenggara Timur memiliki tradisi Ikat warp yang kuat.
Namun, ada satu desa di kawasan Nusantara yaitu di Tenganan, Bali Timur dikenal sebagai rumah spiritual dari proses Ikat Ganda yang rumit.
Hingga pertengahan abad ke-20, desa kecil itu adalah salah satu daerah paling terpencil di seluruh Bali.
Menurut tradisi lisan lokal, orang-orang Tenganan Pegringsing dipilih oleh Dewa Weda Indra untuk menjalankan rencana ketuhanannya di wilayah yang diurapi. Dunia yang saleh dan murni dalam mikrokosmos.
Melalui isolasi yang ketat itu, mereka mengembangkan keterampilan yang tak tertandingi untuk menghasilkan gaya Ikat Ganda Geringsing, suatu kerajinan tangan yang menguji kesabaran.
Kanin Tenun Ikat secara tradisional digunakan pada acara-acara seremonial, mulai dari pertukaran mas kawin, pakaian pernikahan dan pemakaman, hingga dimakamkan bersama almarhum, persembahan kepada para dewa, dan setiap ritual di antaranya.
Jika ada upacara adat, kehadiran Tenun Ikat adalah sebuah anugerah. Semakin baik Ikatnya, semakin tinggi status individu tersebut dan penghormatan terhadap kesempatan tersebut.
Kain Tenun Ikat sebagai Alat Tukar
Kedatangan para saudagar dari Portugis, Spanyol, kemudian Inggris, dan Belanda sejak abad ke-16 membawa perubahan besar pada budaya Tenun Ikat di Nusantara.
Kain tenun yang semula dipakai hanya untuk keperluan seromoni adat, kemudian diubah oleh para saudagar Eropa menjadi ‘alat tukar’ demi mendukung perdagangan rempah-rempah.
Yang paling sukses dalam hal ini adalah para saudagar kaya Belanda. Orang Belanda bahkan memperoleh kendali hegemoni atas seluruh rute perdagangan "Hindia Timur" sebagian besar melalui pertukaran Tenun Ikat dari seluruh dunia dengan Kesultanan setempat di wilayah tersebut.
Alhasil, perusahaan Hindia Timur (VOC) milik Belanda menjadi perusahaan yang paling kaya sepanjang masa. Tak herang, VOC kemudian menjadi kaya raya dan memiliki total asset senilai 8 Triliun Dolar bila disesuaikan dengan nilai mata uang Amerika Serikat saat ini.
Melalui para saudagar Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda kata "Ikat" kemudian menjadi bahasa yang dipakai dalam dunia tekstil Eropa, selanjutnya menyebar ke Afrika dan Amerika Latin.
Akibatnya, "Ikat" menjadi istilah universal untuk seluruh proses produksi tekstil selama ratusan tahun di seluruh belahan dunia.
Hal itu menimbulkan kesan bahwa Indonesia menjadi negeri asal musasal budaya Tenun Ikat. (MAP/Dari Berbagai Sumber). Bersambung.***