Tuhan
Selasa, 28 Maret 2023 11:04 WIB
Penulis:redaksi
Oleh: Engki Arun*
PADA tahun 2019 Indonesia berinisiatif mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 kepada Federasi Sepak Bola Dunia (Federation Internationale de Football Association/FIFA).
Semangat dasar dari inisiatif ini adalah agar selain membangkitkan iklim dan prestasi sepak bola Indonesia, juga sebagai ajang pembuktian kepada dunia bahwa Indonesia mampu menjadi tuan rumah perhelatan sepak bola berskala dunia.
Bak gayung bersambut, niat baik Inonesia ini mendapatkan lampu hijau dari FIFA yang menjadi induk sepak bola seluruh dunia. Indonesia kemudian terpilih menjadi tuan rumah perhelatan sepak bola akbar Piala Dunia U-20 2021 dalam rapat Dewan FIFA di Sanghai, China, pada 24 Oktober 2019.
Sayangnya, ajang ini harus mengalami penundaan selama dua tahun lewat keputusan pada 24 Desember 2020 karena situasi pandemi COVID- 19 yang tengah mengalami lonjakan dahsyat.
Berkat kerja keras para pemimpin dunia dan para pemerintah di masing-masing negara, akhirnya badai Covid-19 yang memakan jutaan nyawa manusia ini perlahan tapi pasti mulai berkurang untuk tidak dikatakan menghilang.
Setelah sekian lama menunggu, publik dan para pecinta bola di seantero jagat akhirnya siap menyaksikan pesta akbar Piala Dunia U-20 yang akan terselenggara di tahun 2023 ini tepatnya 20 mei – 11 Juni.
Sebagai tuan rumah, dan di bawah pengawasan FIFA, Indonesia telah menyiapkan berbagai sarana-prasarana serta fasilitas-fasilitas penunjang seperti stadion yang berkelas dunia.
Publik tanah air khususnya para pecinta bola telah bersiap-siap dengan antusiasme yang tinggi menyambut kehadiran para pemain dari 23 negara, minus Indonesia, peserta Piala Dunia U-20.
Dari konteks global Indonesia akan menjadi ‘objek’ bidikan mata dunia selama pagelaran pertandingan akbar ini berlangsung.
Namun apa hendak dikata. Antusiasme serta euforia menyongsong piala dunia U-20 ini yang awalnya sangat menggelora, kini justru berada di ujung tanduk.
Hal ini bermula dari lolosnya Israel dalam kualifikasi Zona Eropa. Sebagai salah satu negara yang berada di bawah bendera FIFA, Israel tentunya berhak untuk bergabung bersama negara-negara lainnya yang juga telah lolos kualifikasi, mengikuti pertandingan Piala Dunia U-20 tahun 2023 yang bertempat di Indonesia.
Namun beberapa minggu terakhir menjelang kedatangan para peserta, gelombang protes dan penolakan terhadap timans Israel dari berbagai kalangan terus bermunculan.
Nampaknya alasan politik menjadi pemicu penolakan mereka atas keikutsertaan Israel dalam partai final Piala Dunia U-20 2023 ini.
Para penolak berdalih bahwa Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel ditambah sikap Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina jadi landasan dasar penolakan terhadap kehadiran Israel di Indonesia (CNN Indonesia).
Bahkan teranyar dua kepala daerah yaitu Gubernur Bali, I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo ikut bersuara menolak kehadiran Timnas Israel.
Poelemik penolakan ini mendapat banyak sorotan dan atensi dari berbagai kalangan baik para pakar hukum Internasional, para pengamat olahraga maupun oleh para penggemar bola di tanah air.
Mereka kawatir, situasi ini jika tidak bisa diselesaikan akan berdampak buruk bagi Indonesia dan Sepak Bola Indonesia khusunya. Hal ini salah satunya disuarakan oleh Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, bahwa Indonesia berpotensi diberi sanksi oleh FIFA jika penolakan ini terus berlanjut yang berdampak pada dibatalkannya atau dicabutnya status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 ini. (Kompas. com).
Jika status tuan rumah Indonesia dicabut, maka kemungkinan terburuk dari FIFA terhadap dunia sepak bola Indonesia berada di depan mata.
Hal ini diwanti-wanti oleh para pengamat sepak bola termasuk Anggota Komite Eksekutif PSSI Arya Sinulingga. Arya mengungkapkan bahwa salah satu ketakutan terbesar jika hak tuan rumah Indonesia dicabut adalah sanksi FIFA yang bisa mengucilkan sepakbola Indonesia dari dunia. (Detik.com).
Jika hal ini menjadi nyata, maka sepakbola Indonesia hanya menunggu waktu saja untuk mati dan hilang dari kancah pesepakbolaan dunia. Tentu hal ini sangat tidak diinginkan oleh publik Indonesia yang berekspektasi melihat Timnas Indonesia akan berjaya di blantika sepakbola dunia.
Oleh karena itu mencari solusi dari polemik di atas adalah urgen dan mendesak dilakukan. Di sini pemerintah memainkan peranan penting sebagai problem solver.
Pertama, Pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat sebaiknya mendengar dan menerima segala masukan positif konstruktif dari berbagai kalangan agar polemik ini bisa segera menemukan solusi yang terbaik bagi keberlanjutan tahap-tahap hingga pelaksanaan partai final Piala Dunia U-20 di Indonesia tahun ini.
Kedua, di samping terus melobi dan meyakinkan FIFA, pemerintah sebaiknya perlu duduk bersama dengan pihak-pihak yang kontra terhadap kehadiran Israel di Indonesia.
Duduk bersama bertujuan untuk memberikan pemahamaman serta niat baik pemerintah menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 di Indonesia terlepas dari kepentingan politik dengan negara-negara yang menjadi peserta.
Ketiga, duduk bersama bertujuan untuk berdialog dari hati ke hati, menerima segala masukan bahkan tuntutan dari pihak yang kontra agar tercapainya suatu pemahaman bersama demi kelancaran pagelaran Piala Dunia U-20 yang berdampak langsung pada eksistensi sepakbola Indonesia dan citra Indonesia di mata internasional.
Bola panas penolakan Israel kini tengah menggelinding di ruang publik. FIFA tentunya sedang memantau situasi dalam negeri masyarakat Indonesia sementara waktu pelaksanaan Piala Dunia U-20 2023 ini tinggal dua bulan lagi.
Jika pemerintah tidak cepat mengatasi persoalan ini, maka nasib sepak bola indonesia kini menuju senjakala kematiannya. Jangan sampai hal itu terjadi! ***
*Engki Arun, Pecinta Sepakbola