P. Marianus Jehandut SVD: Mengurus  WC adalah Pekerjaan Mulia (Bagian ketiga, tamat)

Minggu, 25 April 2021 22:08 WIB

Penulis:redaksi

A MARIANUS.jpg
P Marianus dan kawan-kawanya siap dengan bingkisan yang akan dibagikan kepada orang terlantar di kota Amsterdam, Belanda (Foto: Koleksi P. Marianus)

PADA bincang-bincang bagian pertama yang dirilis media ini pada Selasa (20/4), Pater Marianus Jehandut SVD, misionaris kelahiran Anam, Manggarai menyoroti soal moderninasi industri pariwisata di Labuan Bajo dan Flores. 

Kemudian, pada bagian kedua yang dirilis Kamis (22/4) , ia berbagi pandangan tentang bagaimana sebaiknya gereja Katolik Flores berkiprah di tengah perubahan sosial-ekonomi yang ditimbulkankan oleh modernisasi industri pariwisata di Labuan Bajo dan Flores secara umum.

Nah, pada bagian ketiga  ini, yang merupakan bagian terakhir satu seri bincang-bincang dengan floresku.com,  pastor yang aktif melayani kaum marginal di kota Amsterdam itu berbagi pandangan mengenai cara menyiasati dampak negatif industri pariwisata. Ia juga menyentil soal merawat kelestarian alam dan budaya serta kebersihan,termasuk soal kebersihan WC, supaya pariwisata Flores semakin diminati para wisatawan dan  bisa bertumbuh secara berkelanjutan.

Tentu saja pandangannya Pater Marianus adalah cerminan dari pengamatan dan pengalamannya yang panjang  melayani umat Allah  sembali menyelusuri jalan-jalan kota dan obyek wisata  di Den Haag dan Amsterdam, dua dari empat kota tujuan wisata dunia di negeri Belanda. 

Statistics Netherlands (CBS) menunjukkan selama 2019 lalu,  empat kota besar di Belanda itu  menyambut 11, 641 juta turis, mayoritas berasal dari luar negeri. Amsterdam sendiri menyambut  dari 9 juta turis, Rotterdam (1,2 juta), Den Haag (1,0 juta) dan Utrecht (451 ribu).  

Selama 2019, Belanda mendapat kunjungan wisata sebanyak 46,3 juta wisatawan,  hampir tiga kali lebih tinggi dari jumlah wisawatan yang berkunjung ke Indonesia yaitu  16,11 juta wisatawan.

Floresku.com (Fc): Dampak dari pertumbuhan industri pariwisata dan semakin ramainya kunjungan wisatawan adalah munculnya gaya hidup baru yang bernuansa pergaulan bebas dengan bumbu utama: prostiusi dan peredaran narkoba. Itu semua semakin mudah berkembang dibantu oleh kehadiran media sosial.  Kalangan yang paling rentan dengan hal itu adalah kaum muda. Bagaimana Anda melihat fenomena itu? 

MJ: Betul sekali, pertumbuhan pariwisata dapat mempengaruhi gaya hidup baru yang mengusung pergaulan bebas. Dan pergaulan bebas itu dekat sekali dengan  narkoba dan prostitusi. Itu semua ekses yang bisa mucul ketika industri pariwisata berkembang. 

Namun, hal itu sebetulnya  dapat diminimalisir apabila gereja, dalam arti para hirarki dan pelayan umat dan tentu saja bersama seluruh umat menauh kepedulian dan mau  bekerja sama dengan pemerintah dan aparat kemanan atau pihak kepolisian untuk membuat program pendidikan, sosialisai ataupun kegiatan lainnya agar kaum muda dapat menjauhi narkoba dan prostitusi. 

Para pastor atau pun katekis bisa membantu menyadarkan kaum muda tentang dampak buruk pergaulan bebas, bahaya narkoba dan prostitusi melalui kotbah mingguan di gereja, atau juga melalui program rekoleksi dan  retret, dan melibatkan mereka dalam organisasi seperti OMK, Legio Maria, THS/M dan lain-lain. 

Dalam  kotbah mingguan di gereja,misalnya,  para pastor perlu menjelaskan kepada umat soal bahanya narkoba. Sebab, saya menduga bahwa banyak orangtua di Flores, terutama yang tinggal di desa-desa tidak paham soal bahaya narkoba.

Begitu  juga dengan soal minum mabuk. Orang Flores ‘kan suka bikin acara pesta dan suka minum moke atau arak yang kadar alkoholnya tinggi. Para pelayan gereja dan pelayan publik dari pihak pemerintah perlu selalu menyadarkan bahwa siapa pun boleh mengosumsi minuman beralkohol. Tapi umat atau masyarakat  juga perlu diingatkan supaya jangan sampai minum minuman beralkohon secara berlebihan hingga mabuk. Para pastor dan pejabat pemerintah juga perlu juga kasih contoh juga. Boleh minum, tapi ada batasnya juga, tidak sampai oleng alias mabuk.

Di Belanda ada  pepatah yang berbunyi begini, “Geniet van alles met mate.” Artinya, “kita harus menikmati segala sesuatu sampai merasa cukup.” 

Jadi, kalau makan atau minum minuman beralkohol jangan sampai berlebihan. Kalau berlebihan bisa merusak tubuh sendiri.  

Fc: Adakah hal lain yang Anda ingin sampaikan sehubungan dengan pengembangan pariwisata di Flores?

J: Oya, perlu saya sampaikan tegaskan sekali lagi bahwa modernisasi pariwisata itu hal yang positif untuk masa depan orang Flores, terutama untuk generasi yang akan datang. Nah,  pariwisata di Flores itu basisnya adalah keadaan lingkungan alam dan keanekargaman budaya. Oleh karena itu orang Flores perlu berusaha untuk tetap melestarikan  lingkungan alam dan budayanya itu. Dan, jangan sampai karena untuk kepentingan masa kini, orang Flores malah merusak alamnya sendiri. 

Orang Flores harus  secara sadar menjaga kelestarian alam, dengan tidak  membakar hutan, dan tidak membuang sampah di sembarang tempat.

Dalam kaitan dengan lingkungan, sampah adalah masalah yang cukup krusial juga. Makanya, perlu ada kesadaran dan gerakan bersama baik dari pemerintah, pihak gereja dan umat atau masyarakat seluruhnya untuk mengelola sampah secara baik. Mulai dari sampah di rumah tangga, di kantor, sampai dengan sampah di tempat publik, di ligkungan gereja, di pasar, di bandara, di terminal dan pelabuahan, di pantai atau obyek-obyek wisata. Itu semua harus dikelola secara baik. 

Jika sampah dikelola dengan baik, maka itu akan berdampak pada kelestarian lingkugan alam, kesehatan manusia dan hewan, keindahan kota dan desa sehingga pasti berpengaruh positif bagi pariwisata. Sebab, kebersihan dan keindahan akan membuat para wisatawan merasa nyaman dan betah. 

Satu hal lain yang juga ingin saya sentil melalui media ini  adalah soal kebersihan WC. 

Fc: Oh ya itu hal penting. Sebab  banyak teman orang Jakarta  yang pernah berpergian ke Flores,  mengeluhakan kalau WC di sejumlah tempat publik di sana seperti bandara, pelabuhan, terminal, pasar dan destinasi wisata  kurang terurus.

Ya, orang kita perlu menyadari bahwa WC itu tempat yang paling penting setelah dapur.  Kalau dapur berurusan dengan apa yang akan masuk ke dalam perut kita, sedangkan WC berurusan dengan apa yang akan keluar dari perut kita. Jadi, kedua tempat itu seharusnya harus benar-benar harus mendapat perhatian serius sehingga dirawat agar selalu tampak bersih dan nyaman.

Di Belanda, soal kebersihan WC, sangat mendapat perhatian pemerintah dan warga masyarakat. Di sini (Belanda, red)  dikenal istilah ‘mandor kakus’, untuk menyebut petugas yang setiap saat memperhatikan kebersihan WC. 

Mereka itu umumnya dibayar degan upah yang tinggi karena bertanggung jawab memperhatikan kebersihan WC setiap saat, sepanjang tempat publik itu beroperasi. Biasanya para petugas dibagi dua kelompok, ada yang pagi adan ada pula  yang bertugas sore hari.

Di Flores perlu juga dikembangkan hal seperti itu. Pemerintah dapat memulai dengan menyediakan petugas yang merawat WC di setiap tempat publik. Dengan begitu, ada lapangan kerja yang tersedia.

Jadi, kita orang Flores harus mengubah pandangan yang melihat urusan WC sebagai pekerjaan remeh temeh dan hina. Justru pandangan itu harus dibalik, mengurus  WC adalah pekerjaan mulia, sama mulianya dengan profesi yang lain. Mengurus WC sama mulianya juga dengan menyediakan makanan di dapur. (*)