Pater Marianus Jehandut SVD: “Modernisasi Pariwiswata Itu Baik Bagi Masa Depan Flores” (Bagian pertama)

Selasa, 20 April 2021 23:23 WIB

Penulis:redaksi

Marianus.jpg
Pater Marianus Jehandut SVD (Foto: Koleksi Pribadi)

MARIANUS Jehandut adalah biarawan, imam dan misionaris SVD yang sudah berkarya di negeri Kincir Angin Belanda selama 23 tahun,  14 tahun  di kota Den Haag dan 9 tahun terakhir di kota Amsterdam.   Meski tiggal jauh dari kampung halamannya di Anam, Manggarai, ia tetap berusaha mengikuti perkembangan industri pariwisata di  Labuan Bajo,  Manggarai Barat dan di Flores secara umum.

Selasa (20/4) sore, Maxi Ali dari Floresku.com berkesempatan bincang-bincang secara online  melalui saluran WhatsApp dengan Pater Marianus langsung dari rumah SVD di Amsterdam, Belanda.  Berikut petikan bincang-bincang seutuhnya:

Floresku.com (Fc): Setelah lebih dari 23 tahun hidup di negeri Belanda, bagaimana Anda memandang perkembangan yang terjadi di Flores belakangan ini?

Marianus Jehandut (MJ): Sejak 2018, kami di Belanda semakin makin banyak mendapat  informasi online dari tanah air, termasuk dari Flores. Kami bisa menonton video dari yotube atau tayangan live streaming dari facebook atau media sosial lainnya. 

Jadi,  sebetulnya meski tinggal jauh di Belanda, saya dan teman-teman Indonesia di Belanda masih bisa mengikuti perkembangan yang terjadi di Flores, atau di NTT dan Indonesia pada umumnya.

Apalagi setiap tiga tahun saya sendiri ada kesempatan cuti ke Flores. Terakhir saya ke Flores pada 2019 lalu. 

Saya sendiri,  setelah di Belanda baru menyadari bahwa Flores itu sangat indah. Deretan bukit dan gunung serta lembah dipadu denga langit biru atau langit berawan, kelihatannya  seperti sebuah lukisan indah yang dibuat oleh tangan Tuhan sang Maha Pencipta. Dengan begitu, saya makin mengagumi dan mencintai Flores.

Fc: Sejak 2019, Presiden RI Joko Widodo sudah menetapkan Labuan bajo sebagai destinasi super premium yaitu destinasi wisata untuk wisatawan kelas menengah ke atas. Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOPLBF)  yang ditugaskan untuk  merealisasi  ketetapan Presiden itu pun sudah membuat peta pengembangan pariwisata mulai dari Bima hingga ke Alor. Bagaimana pendapat  Anda tentang hal itu?

MJ: Dalam kehidupan ini, kita perlu melihat segala sesuatu dari sisi positif. Cara pandang  positif akan lebih konstruktif dan membawa kebaikan bagi kehidupan kita, daripada cara pandang negatif. 

Menurut saya, pengembangan pariwisata super premium di Labuan Bajo Flores adalah hal yang positif baik untuk masa depan orang Manggarai sendiri, maupun untuk orang Flores dan NTT secara umum. Manfaat modernisasi pariwista itu bukan untuk jangka pendek saja, melainkan juga panjang yaitu untuk generasi-generasi selanjutnya.

Memang, pengembangan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super-premium punya target khusus untuk menggait wisawatan kelas menengah-atas atau wisatawan kaya. 

Menurut saya pribadi, hal ini pun sangat positif, karena pariwisata seperti itu bisa membuka peluang dan lapangan kerja baru, dan akan menggerakan ekonomi rakyat banyak.

Ingat, orang kaya itu manusia seperti orang lain. Mereka butuh orang lain juga. Mereka butuh orang yang menyediakan makanan dan minuman. Mereka butuh orang yang mengantar dan meng-guide mereka ke tempat-tempat wisata dan lain-lain. 

Untuk melihat binatang Komodo di Pulau Komodo atau Pulau Rinca misalnya,  mereka butuh tenaga pemandu. Ketika berada  di tempat wisata mereka pasti butuh makanan dan minuman. Itu berarti perlu ada orang yang buka kios, warung dan restoran yang menyediakan makanan dan minuman supaya para wisatawan yang kaya itu bisa makan dan minum. 

Jadi, dari sudut pandang positif, kehadiran orang kaya atau wisatawan kelas menengah atas   justru membuka banyak peluang bagi kegiatan ekonomi di Labuan Bajo dan Flores secara keseluruhan. 

Dinamika dan pertumbuhan ekonomi itu terjadi, kalau banyak orang berkerumun, apalagi di antara kerumunan itu ada banyak orang kaya.

Saya kasih di contoh, di Belanda itu ada suatu kegiatan ekonomi yang saya kasih nama ‘ekonomi musim panas’. Pada musim panas, ada kawasan pantai yang sangat ramai dikunjungi para wisawan.  

Nah, di situ warga bisa buka usaha bermacam-macam, mulai dari kios minuman ringan, juice, makanan ringan seperti biskuit dan kue, buah-buahan, asesoris untuk musim panas seperti kacamata dan topi, cream untuk perawatan kulit,  warung makan dan berbagai jasa lain yang dibutuhkan orang banyak. Artinya, ‘selama musim panas’ roda ekonomi di tempat itu berputar sangat kencang. Ada kegiatan ekonomi yang sangat berdinamins. Setelah musim panas, semua kegiatan itu ditutup, menunggu hingga musim panas berikutnya.

Dari pengalaman kecil seperti itu saya mengerti dan mau sharing juga bahwa ketika banyak orang berkumpul maka akan muncul kegiatan ekonomi kreatif. Itu berarti, peluang kerja semakin banyak tersedia. Dan, ada peluang juga bagi warga masyarakat untuk mendapat penghasilan tambahan.

Saya yakin, hal seperti itu berlaku juga untuk destinasi wisata super premium Labuan Bajo dan desitinasi wisata lainnya di Flores. 

Ketika pasiriwsata Labuan Bajo berkembang, maka peluang atau lapangan kerja  terbuka. 

Saya masih ingat, ketika berkunjung ke Pulau  Rinca pada 2019, pemandunya adalah seorang pemuda asal Lembata. Artinya, ketika pariwista bertumbuh, siapa pun bisa cari kerja di situ, bukan hanya ntuk Manggarai saja, tapi orang dari seluruh daerah di  Flores. Juga orang dari daerah-daerah lain di NTT, bahkan dari seluruh  daerah di Indonesia.

Tentu saja, selain membuka lapangan kerja baru,  modernisasi pariwisata di Labuan Bajo atau Fores pada umumya, akan berdampak positf bagi peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat.

FC: Setelah berada lama di tengah masyarakat negara maju,  apa Anda punya komentar tertentu untuk pengembangan pariwisata Labuan Bajo dan Flores?

MJ:  Pariwisata Labuan Bajo dan Flores pada umumnya basisnya adalah keindahan alam dan keunikan budaya tradisional. Itu potensi yang luar biasa bagusnya. Namun, supaya bisa terus memikat wisawatan asing seperti dari Belanda dan negara-negara lain di dunia, perlu ada upaya modernisasi yang terencana. 

Modernisasi dalam hal inftasrtuktur terutama jalan raya,  jembatan, bandara dan pelabuhan dan sarana transportasi itu suatu hal yang mutlak dilakukan supaya dapat memberi  rasa nyaman dan keamanan bagi para wisatawan.

Modernisasi pada bidang budaya juga perlu dilakukan. Artinya atraksi budaya seperti Caci, tarian Rangku Alu dan yang lainnya perlu diatur  dan dikembangkan biar tampilan menjadi lebih menarik disertai dengan narasi yang juga menarik. 

Juga perlu diatur supaya jangan sampai sudah ada atraksi Caci di Labuan Bajo, ada lagi atraksi Caci di tempat lain. Karena turis tidak ingin melihat hal sama di tempat yag bebeda.  

Jadi, menurut saya perlu dibuat  sentrum atau pusat-pusat atraksi seni budaya yang dikelola secara professional. Perlu juga untuk memodifikasi jenis-jenis atraksi budaya tradisional agar tampak semakin unik dan  semakin menarik. 

 FC: Pernahkah Anda mendengar kesan dari orang Belanda tentang pariwisata Flores?

MJ: Saya sudah dua kali membawa orang Belanda ke Flores yaitu pada 2007 dan 2019. Mereka adalah umat yang saya anggap sebagai keuarga sendiri.Mereka saya sangat senang melihat keindahaan alam Indonesia, khususnya Flores. Karena selalu ada matahari, ada gunung, jarjaran bukit, air terjun dan pantai laut yang indah.

Mereka juga sangat tertarik dengan keunikan budaya tradisional dan keramahtamahan orang Flores. 

Mereka memang mengharapkan adanya modernisasi infratruktur. Tapi mereka juga berharap bahwa alam jangan diubah, tapi dirawat agar tetap  alamiah. Karena nilai keindahaan justru terletak pada hal cirinya yang alamian itu. 

Saya kira itu beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pemangku kepentingan pengembangan pariwisata di Labuan Bajo dan Flores, termasuk oleh warga Flores sendiri.*** (BERSAMBUNG).