Profisiat Forkot Maumere dan Media Online yang Publikasikan Pembangunan Menara Lonceng Maumere

Selasa, 12 Juli 2022 10:49 WIB

Penulis:redaksi

mariaus.JPG
Marianus Gaharpung, SH., MH (Dokpri)

Oleh: Marianus Gaharpung

PERISTIWA penyegelan Kantor Bupati Sikka, Senin, 11 Juli oleh Forum Kota (Forkot) Maumere  adalah sesuatu yang sangat serius sehubungan dengan tata kelola pemerintahan di Sikka, khususnya dalam rangka pembangunan Menara Lonceng Santu Yohanes Paulus II di Lapangan Umum Samador di tengah jantung Kota Maumere.

Kami sangat yakin Forkot tidak ada muatan kepentingan politik menjelang pemilukada 2024 itu HOAX. Profisiat pula kepada media online  yang selama  ini terus menyuarakan problematika hukum pembangunan Menara Lonceng  di Lapangan Umum Samador agar tidak melanggar peraturan perundangan- undangan serta asas asas umum pemerintahan yang baik.

Ada beberapa pertanyaan yang muncul atas peristiwa peletakan batu pertama pembangunan menara lonceng, sebagai berikut :
1. Apakah Pemkab Sikka tidak boleh melakukan pembangunan Menara Lonceng Santu Yohanes Paulus II? 
2. Apakah dengan pembangunan tersebut, maka Lapangan Umum Samador tersebut dialihfungsikan sehingga wajib  persetujuan dewan?
3. Apakah pembangunan menara lonceng wajib melalui hibah daerah?
4. Jika hibah maka hibah aset daerah itu kepada siapa?
5. Apakah salah, pengangkatan ketua panitia pembangunan menara lonceng Drs. Alvin Parera Sekda Sikka dengan        Surat Keputusan Bupati Sikka?

Berikut ini ada beberapa poin pertanyaan yang perlu kami ajukan agar bisa diklarifikaikan supaya dapat dipahami secara bersama.

Pertama, opini yang selama ini  dipublikasikan media online tidak ada kata atau kalimat yang melarang pembangunan menara lonceng di Lapangan Umum Samador   Maumere sebagai tempat doa umat Katolik Keuskupan Maumere.

Justru niat baik Pemkab Sikka ini perlu diapresiasi oleh seluruh warga nian tana Sikka dimana saja berada dengan berpartisipasi memberikan dana sumbangan sukarela demi kelancaran pembangunan Menara Lonceng Santu Yohanes Paulus II ini dengan tetap berpijak pada peraturan perundang- undangan dan asas asas umum pemerintahan yang baik. 

Kedua,  dengan adanya peletakan batu pertama pembangunan menara lonceng telah terjadi alihfungsi Lapangan Samador atau tidak? 

Pertanyaan seperti ini cukup mengagetkan sebab  Menara Lonceng Santu Yohanes Paulus II adalah tempat yang sudah pasti diberkati yang mana setiap jam 6 pagi, 12 siang dan jam 6 sore otomatis lonceng Doa Malaikat Tuhan (Angelus). 

Apakah  jadinya jika pada saat yang sama ada penyelenggaraan pertandingan bola atau pertunjukan musik di Lapangan Samador? Bagaimanakah penilaian kita tentang dua hal berbeda maknanya itu terjadi di tempat yang sama? Apakah tidak sebaiknya Lapangan Samador dialihfungsikan saja untuk menara lonceng dan sekalian tempat doa/devosi kepada Santu Yohanes Paulus II?

Jika di depan pintu gerbang (portal) hanya dibangun menara lonceng dan tidak ada tempat doa dan lain lain, pertanyaannya, apakah dengan anggaran 12 miliar rupiah tidak kebanyakan? 

Ketiga,  apakah dengan pembangunan menara lonceng perlu didahului dengan hibah daerah Pemkab Sikka? Pertanyaan berikutnya, apakah  adanya menara lonceng Santu Yohanes Paulus II, maka fungsi lapangan umum Samador tetap tidak berubah sebagai tempat pertandingan atau pertunjukan massa? 

Sejatinya,  ketika Lapangan Samador dialihfungsikan sebagai Menara Lonceng Santu Yohanes Pauls II dan tempat doa/ devosi umat Katolik Umat Katolik Keuskupan Maumere, maka harus dengan peraturan tentang hibah aset daerah.

Keempat, jika hibah maka hibah kepada siapa?  Pemkab Sikka mau mengalihkan tempat ini untuk area menara lonceng sekalian tempat doa umat Katolik Keuskupan Maumere, maka boleh dihibahkan dengan memperhatikan beberapa hal apakah lapangan Samador sudah tidak sesuai lagi dengan tata wilayah/Kota Maumere? 

Apakah Pemkab Sikka sudah ada biaya untuk pembangunan stadion Samador atau stadion dengan nama lain sebagai pengganti lapangan Samador? Hal demikian ini  wajib dibicarakan dan mendapat persetujuan dewan untuk dihibahkan kepada umat Katolik Keuskupan Maumere diwakili yang Mulia Uskup Maumere.

Kelima,  apakah salah pengangkatan Drs. Alvin Parera, Sekda Sikka, sebagai ketua panitia pembangunan dengan SK Bupati Sikka? 

Perlu dianalisis secara logik dan argumentatif. Jika pengangkatan Drs. Alvin Parera dengan SK Bupati maka konsekuensinya adalah proyek pembangunan ini dengan biaya negara sehingga anggaran 12 miliar rupiah dibahas dan mendapat persetujuan bersama DPRD untuk dianggarkan dalam APBD. Jika demikian, maka proyek pembangunannya harus ditenderkan secara terbuka bukan penunjukan langsung. 

Sumbangan sukarela dari umat tidak boleh masuk ke rekening panitia pembangunan tetapi ke Kas Umum daerah Pemerintah Kabupaten Sikka.

Apalagi di dalam undang undang perbendaharaan negera ditegaskan aparatur sipil negara dilarang mengelola dana nonbudgeter termasuk dana sumbangan pihak ketiga.

Sehingga jika lapangan umum Samador dijadikan menara lonceng dan tempat doa umat Katolik, maka Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka wajib melakukan kajian hukum menggunakan dasar hukum yakni Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan 

Barang Milik Negara/ Daerah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi No. 35 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Semoga pembangunan Menara Lonceng Santu Yohanes Paulus II tidak mangkrak sebagai ikon iman umat Katolik Nian Tana Keuskupan Maumere. Amin! ***

*Marianus Gaharpung, adalah dosen FH. Ubaya & Lawyer di Surabaya.