Australia
Rabu, 10 November 2021 11:31 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
BOGOR (Floresku.com)- George Pell AC adalah seorang kardinal prelatus Gereja Katolik Australia. Ia menjabat sebagai Prefek Sekretariat bagi Ekonomi pertama dan saat ini sejak 2014. Ia sebelumnya menjabat sebagai Uskup Agung Sydney kedelapan, uskup auksilier dan uskup agung Keuskupan Agung Melbourne. Ia diangkat menjadi kardinal pada 2003.
Oktober tahun 2020 lalu Paus Fransiskus bertemu dengan Kardinal Australia George Pell, untuk pertama kalinya sejak dia dipenjara dan kemudian dibebaskan, atas tuduhan pelecehan seksual terhadap anak.
Kabar terbaru tentang Kardinal George Pell, muncul pekan lalu. Kardinal Australia itu mengatakan kepada surat kabar Italia ‘La Stampa dan Corriere della Sera’ dalam sebuah wawancara yang diterbitkan 4 November 2021: “Ada perlawanan di Sekretariat Negara. Tetapi jika auditor, atau kami dari Sekretariat Ekonomi, dapat melakukan intervensi lebih awal, kami akan menghemat banyak, termasuk banyak uang yang ditujukan untuk gedung London dan juga di tempat lain.”
Untuk mengenal lebih jauh sosok George Kardina Pell, Ans Gregory da Iry, membagikan pengalaman pribadinya sebagai berikut.
GEORGE Kardinal Pell, mantan pejabat keuangan Vatikan dan sebelumnya adalah Uskup Agung Sydney dan Uskup agung Brisbane, Australia. Kami pernah bertemu dan berbincang sejenak dengannya 16 tahun lalu, Desember 2005.
Hari itu Minggu dan kami mengikuti misa mulia pada siang hari, yang dipersembahkan oleh Kardinal Pell, Uskup Agung Sydney. Selesai misa, Kardinal berarak bersama misdinar ke pintu utama katedral, berdiri di situ sambil menyalami dan berbincang sejenak dengan umat yang akan keluar seusai misa, atau wisatawan yang mau masuk dan melihat-lihat katedral yang megah dan antik tersebut.
Sebenarnya saya, istri dan anak sudah sering mengikuti misa yang dia persembahkan. Saya suka mendengarkan khotbah atau homilinya yang bernas dengan pesan-pesan yang mantap.
Kalau sedang berlibur di Sydney menemani anak yang tinggal dan bekerja di kota itu, kami biasa memilih jadwal misa yang dipimpin kardinal. Biasanya itu misa mulia dengan paduan suara dan permainan organ yang mantap. Umat yang hadir juga banyak. Misa mulia yang meriah dan khidmat terasa menyentuh lubuk hati yang terdalam. Apalagi kalau homilinya juga bagus, dapat kami tangkap dan mengerti pesan-pesannya.
Tetapi juga alasan lain mengapa kami memilih misa siang di katedral adalah karena selesai misa kami bisa jalan-jalan ke Botanical Garden, Opera House, Circular Q dan lalu belanja di Farmers’ market dan terakhir makan malam di China Town.
Kami baru pulang ke apartemen di daerah Kingsford, yang kala itu dijuluki “Indonesa Town” pada petang menjelang malam. Sejak anak kami Yosef lulus kuliah di University of Wollongong pada pertengahan 2003 dan pindah ke kota Sydney pada 2004, setiap tahun pada masa Natal dan Paskah, kami selalu mengunjungi dan menemaninya di sana selama 4 minggu. Dan kalau hari Minggu atau hari raya Natal dan Paskah kami memilih menghadiri misa yang dipimpin Kardinal Pell. Ngobrol sejenak dan foto bersama.
Pada awal Desember 2005, saya dan istri terbang ke Sydney. Seperti biasa hari Minggu siang itu kami mengikuti misa di katedral yang dipersembahkan Kardinal Pell. Hari itu umat yang hadir banyak, hampir semua bangku baik di barisan tengah maupun barisan samping kiri-kanan, terisi penuh. Karena kami datang lebih awal, kami menduduki bangku di barisan tengah, pada pada jarak yang dekat ke altar.
Misa mulia itu berlangsung khidmat dengan paduan suara dan iringan organ yang merdu dan syahdu. Kardinal Pell membawakan homili yang berisi pesan-pesan kepada umat agar memperiapkan diri sebaik-baiknya, terutama secara rohani untuk menyambut Sang Juruselamat. Yesus Kristus.
Pada waktu komunio, kardinal membagikan komunio di depan altar kepada umat yang duduk di bangku-bangku jalur tengah dekat altar, sedang imam, diakon dan prodiakon membagikan komuni untuk umat lainnya. Misa berlangsung sekitar 90 menit dan diakhiri dengan berkat penutup dan setelah itu Kardinal dan misdinar meninggalkan altar dan berarak ke arah pintu utama katedral dan berdiri di situ untuk menyalami dan bertegur sapa sebentar dengan umat dan wisatawan yang akan keluar katedral.
Kami bertiga dan Heru, temannya Yosef, berjalan keluar melalui pintu utama, karena kami ingin bertemu dan bersalaman dengan Kardinal. Di depan dan belakang kami banyak orang yang antri mau bersalaman dan foto bersama kardinal.
Seorang ibu wisatawan dari Philipina minta saya membantu mengambil foto dia dan teman-temannya bersama kardinal. Saya dengan senang hati membuat foto mereka dengan kamera si ibu. Tapi langsung saya minta dia untuk sekalian mengambil foto kami dengan kardinal, dan dia mengambil foto yang dapat Anda lihat di halaman ini.
Selesai foto, Kardinal Pell bertanya dari mana kami datang, dan saya jawab bahwa kami dari Irian Jaya (kini Papua), Indonesia. Kardinal diam sejenak sepertinya sedang terpikirkan olehnya akan sesuatu. “You, from Jayapura, Irian Jaya?” katanya.
Saya jawab, “No, your Excellency, we are from Timika, but in the same diocese of Jayapura”. Lalu dia bercerita bahwa dia pernah mengunjungi Jayapura untuk suatu urusan dan bertemu dengan uskup Jayapura. Itu terjadi sudah beberapa tahun lalu, tetapi dia masih teringat akan kunjungannya ke Jayapura dan beberapa kota lainnya di Indonesia.
Sebenarnya saya masih ingin bertanya lebih lanjut tentang kunjungannya tersebut dan bagaimana kesan-kesannya. Tetapi istri saya mencolek pinggang saya sambil berbisik, “Sudah pak, kasihan itu banyak orang antri di belakang ingin bersalaman dengan kardinal”.
Maka saya tidak jadi bertanya lagi kepada kardinal tetapi berpamitan dengan berjabatan tangan sambil berkata, “Thank you very much, Excellency. God bless you”. Kardinal berucap singkat, “Enjoy your visit here in Australia”.
Pendidikan dan Pembinaan Calon Imam
Beberapa hari terakhir ini saya teringat akan Kardinal Pell, setelah memeriksa foto-foto lama dan menemukan sebuah foto kami dengan dia. Pertemuan kami itu sudah terjadi 16 tahun lalu. Tetapi saya kok merasa penasaran dengan kunjungan Pell ke Jayapura: dalam rangka apa, bertemu siapa dan sebagainya.
Maka saya menghubungi Edhardus Desa atau lebih dikenal dengan Hardus Desa, senior kami di Seminari Mataloko, Flores, angkatan 1960-1970, yang menjadi rasul awam dan tokoh Katolik dan Kristen di keusukupan Jayapura, yang sudah puluhan tahun berkarya di keuskupan ini.
Lewat WA, saya mendapat jawaban Hardus berdasarkan pembicaraannya dengan Uskup Jayapura Mgr. Leo Laba Ladjar OFM. Beberapa belas tahun lalu pada masa Santo Johanes Paulus II masih menjabat sebagai Paus dan kepala negara Vatican, pihak Komisi Pendidikan Imam Vatican/Roma ingin mendapat gambaran mengenai Pendidikan Imam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Maka dibentuklah banyak tim yang akan bertugas untuk mengunjungi dan meninjau proses pendidikan Imam di seminari-seminari menengah dan tinggi. Uskup Agung Brisbane, Australia Mgr. George Pell (waktu itu belum diangkat jadi kardinal) dan Uskup Jayapura Mgr. Leo Laba Ladjar berada dalam satu tim. Dan tugas mereka adalah meninjau beberapa seminari di kawasan Indonesia Tengah dan Timur, yaitu Seminari Menengah di Makassar, Seminari Tinggi Pineleng di Sulawesi Utara dan Seminari Tinggi Fajar Timur di Abepura, Jayapura. Kunjungan ini berlangsung pada tahun 1998.
Menurut Hardus Desa, hasil dari kunjungan itu dikirim langsung ke Roma, tidak ada diskusi-diskusi khusus di Indonesia mengenai hasil kunjungan itu. “Apa yang dilaporkan itu, tidak menjadi konsumsi umum” tulis Hardus dalam pesan WA.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa ini juga bukan suatu studi komparasi pendidikan Imam di Indonesia dan Australia, dan juga bukan suatu kerja sama antara gereja Katolik Indonesia dan Australia.
‘Ini suatu kunjungan umum untuk mendapatkan informasi menyeluruh mengenai formatio para calon imam, yang menyangkut sarana, program, formator, dll” demikian pesan Hardus, yang waktu kunjungan tersebut pada 1998 adalah Sekretaris Keuskupan Jayapura.
Pagi ini (Selasa, 9 November 2021, red), saya menerima pesan lewat WA dari Uskup Jayapura Mgr. Leo Laba Ladjar OFM, yang juga menegas-ulang apa yang disampaikan Hardus Desa di atas.
Visitasi atau kunjungan pada 1998 itu dibuat untuk semua Seminari Tinggi di Indonesia. Visitator terdiri dari beberapa grup dan tiap grup beranggota dua orang uskup.
“Saya dan Uskup George Pell untuk Seminari Tinggi Yerusalem Baru, Jayapura (atau STF Fajar Timur?), Seminari Tinggi Pineleng dan Makassar (yang ada di Yogya). Acaranya adalah percakapan dengan para pendidik mengenai pembentukan rohani dan intelektual. ‘Laporan dikirim ke Roma dan yang selanjutnya mungkin memberikan rekomendasi untuk masingmasing seminari, yang kami sendiri tidak ikuti lagi. Itu saja’, tulis Mgr. Leo menutup pesannya melalui WA. (Bogor, 9 November 2021). ***
sebulan yang lalu
3 bulan yang lalu