(Unlucky) Lucky (Sebatas Goresan Hati)

Senin, 18 Agustus 2025 11:18 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

kons e.jpg
Panter Kons Beo, SVD (Dokpri)

"Kekerasan, apapun bentuknya, adalah tanda betapa lemahnya kita"
(Sang Bijak)

Oleh: Kons Beo, SVD

INI jelas bukanlah pembinaan. Bukan! Sehebat dan seterang apapun penjelasan dari pihak-pihal terkait. Ini jelas-jelas tindak barbarian. Siksaan dan penganiayaanlah yang telah terjadi. 

Ini  bukan  demi formasi mental. Sebab yang terlibat sebagai pelaku layak dinilai alami anomali - disorder mental yang akut. Katakan begitu. Ini pun jelas-jelas bukan demi latihan fisik.  Sebab semua ini akhirnya berujung pada raga yang remuk.  Sampai-sampai nyawa pun tak punya tempat lagi untuk 'berdiam.' Sungguh tak berperikemanusiaan.

Ah, dosa dan salah sebesar dan seberat apakah maka sampai-sampai tindak brutalism itu harus jadi jawaban penyelesaiannya? Itu kah yang harus diterima sebagai sangsi militeristik yang tak terhindarkan? Semua menggeleng tak habis pikir. Namun dipaksa untuk mengerti dalam tesis dan argumentum yang sinting dan sungguh mati rasa.

Begitulah sudah hirarki militer. Di alam barak, antara tegas, keras, kasar, brutal semuanya sulit dibedakan. Itu terkecuali sekiranya para serdadu  masih bernalar jernih. Dan terlebih, masih ada rasa perikemanusiaan.

Di kisah 'mati mentah dalam teritori barak' seperti ini ujung-ujungnya khalayak dipaksa untuk 'mesti pahami saja.'
Ini urusan intern. Nanti akan disikapi. Nanti akan diusut tuntas.'

Maka ingatlah! Semua yang awam dan di luar zona militer ada baiknya 'tutup mulut.' Tak usah mendesing penuh tafsir dan analisis ini itu. 

Namun, yang  ditakutkan atau tepatnya layak dicurigai, barak militer akan 'cuek bebek malas tahu' dalam pengadilan intern militer. Di sana bisa saja ada tambal sulam sana sini alasan sekian yang memaksa 'khalayak jadi maklum akan tragedi itu.'

Kisah pilu yang terjadi di barak Batalyon  Pembangunan Teritorial  834 Waka Nga Mere, Nagekeo lebih dari seminggu silam itu tetap membekas. Hari-hari derita Prada Lucky Chepril Saputra Namo akhirnya benar-benar berujung selesai total pada kematiannya (Rabu, 6 Agt 2025). 

Prajurit Dua Lucky sungguh unlucky. Prada Lucky yang benar-benar malang. Barak Yon TP 834/WM telah jadi alam neraka buatnya. Dia mesti ditamatkan di saat baru saja dua bulan jadi prajurit.

Rasa terkoyak hati ibunda Sepriana Paulina Mirpey dan ayahanda Serma Christian Namo, serta sekeluarga sudah sekian terkoyak menganga. Si Lucky yang lahir dan bertumbuh dalam kasih keluarga, pasti punya harapan dan cita-cita mulia demi kehidupan sepanjutnya.

 Sayangnya 'transformasi jalan kehidupan dari rumah menuju barak, ya tangsi militer itu berujung tragis. Benar-benar ia terhenti. Si Lucky mesti 'ditamatkan dan dihentikan' di jalur hidup yang seharusnya memberikannya segumpal harapan.

Maka, 'Kepada Yang Terhormat Para Petinggi Militer di negeri ini, "Dengarkanlah ratap tangis dan isi suara yang hampir tak sanggup terucapkan! Ya, Prada Lucky benar-benar unlucky. Malang!"

Di barak militer di Mbay - Nakegeo benarkah tak ada sedikit pun aura "Peliharalah Kasih Persaudaraan" yang lembut? Dan karenanya semua salah dan keliru mesti dibina dan dibereskan dengan modus tangan besi? 

Maaf ya Para Petinggi Militer, sekiranya apa yang dialami Prada Lucky, yang disinyalir sebagai bentuk pembinaan, mesti disebut sebagai model pembinaan 'makan Korps sendiri.' Iya 'Makan Tubuh - Corpus sendiri!' Bukan kah ini benar-benar model pembinaan kanibalism?? Pembinaan gaya varanus komodoensis, yang muda dan kecil, jika tak lincah, bakal jadi  korban sia-sia.

Barak Waka Nga Mere di Mbay itu sudah jadi simbol traumatik bagi keluar besar Namo. Tetapi juga bukan tak mungkin, personil militer di situ, berikut alam barak - tangsinya, telah tebarkan ancaman, yang tak bikin nyaman di hati.  Jauh dari rasa damai di sanubari.

Bayangkan saja begini: Suara khalayak Nagekeo - Mbay yang 'terucap diam,' namun nyaring kedengarannya, "Orang dalam saja, anggota sendiri saja sudah diberlakukan tindakan 'maen gebuk-gebuk penuh liar, beringas dan kesetanan, apalagi kalau terhadap kita khalayak pada umumnya? Bisa-bisa semua 'jadi rata tanah.'
Tak boleh dinafikkan begitu saja dampak negatif psikologis sosial.

Pikiran Bung Yustin Djogo Dja, Putra Nagekeo, kiranya mesti dicermati serius. "Urgensitas Mereview Eksistensi BPT 834 Mbay," tulisnya dalam Globalflores.com.

Sekian genting kah situasi Nagekeo - Mbay sekian perlu ada satuan Batalyon Militer?

Ayolah, para petinggi Militer untuk sementara kembalikan dulu anggota pasukanmu ke barak induk sebelumnya. Dan  cermati ulang kehadiran  Batalyon jenis ini di Mbay. 

Dan buat para pemimpin daerah, Pak Gubernur NTT, Pak Bupati Nagekeo, dan para Rakyat Kabupaten Nagekeo, mari tanggaplah dengan penuh saksama dan bijak suara diam, suara cemas akan kehadiran Batalyon Militer ini....
Semoga semuanya pada mengerti.

Verbo Dei Amorem Spiranti.
(Collegio San Pietro - Roma). ***