Aku Bangga Bercampur Malu Karena Romo Magnis (Merenung Secuil dari Sidang MK Pilpres 2024)

redaksi - Minggu, 07 April 2024 21:42
Aku Bangga Bercampur Malu Karena Romo Magnis   (Merenung Secuil dari Sidang MK Pilpres 2024)Pater Kons Beo SVD, Roma (sumber: Dpkpri)

Aku Bangga Bercampur Malu Karena Romo Magnis 

(merenung secuil dari Sidang MK Pilpres 2024)

“Satu kesalahan tidak akan menjadi kebenaran sesering dan sekuat apapun itu diperjuangkan. Sebuah kebenaran tidak akan gugur menjadi kesalahan, meskipun tidak ada yang pernah dan tak mau mendengarnya…”

(Mahatma Gandhi – Pemimpin Spiritual India, 1869 – 1948) 

P. Kons Beo, SVD

Sosok Guru Besar Filsafat STF Driyarkara-Jakarta itu mudah dikenal. Itulah Romo Magnis Suseno, seorang imam Katolik dari Serikat Jesuit. Di hari-hari ini, sepertinya suaranya yang terpaket dalam ‘kata-kata menyentak’ masih terngiang di jagat Tanah Air. 

Ini semua, sebenarnya, berpautan dengan ‘perang kata dalam teropong yuridis’ di keributan soal hasil Pilpres 2024. Dan adalah Mahkamah Konstitusi-lah (MK) yang jadi arena pertarungan itu.

Ada yang lempar pikiran selentingan. MK lah yang mula-mula membakar dengan setumpuk jerami bahwa Gibran  ‘dibenarkan untuk diloloskan’ jadi Cawapres. Dan api itu semakin membesar dan menyala hebat. 

Mempengaruhi Presiden Jokowi (bapanya Gibran) untuk bertindak dengan ‘tangan kuat dan sejadinya.’ Dorongan moril bagi Jokowi untuk mesti ‘bermain cantik serentak taktis’ demi Gibran, putra sulungnya. 

Di titik ini, siapapun bisa bernarasi argumentatif. Atau membenarkan ‘kisah Gibran’ atau sebaliknya mencelanya sejadi-jadinya. Dan pada akhirnya....

Pengumuman penetapan KPU (20 Maret 2024), Prabowo-Gibran sudah dinyatakan unggul telak dan menang tebal 96.214.691 dari seluruh suara nasional 164.227.475. Kemenangan 58 % dari keunggulan di  36 Provinsi harusnya tak perlu lagi datangkan asa ‘menggugat’  dari Kubu AMIN dan GAMA. Namun, nampaknya tak semudah itu kemenangan telak Prabowo – Gibran segera jadi eforia victory nasional

Hotman Paris, Hinca Panjaitan, Otto Hasibuan, OC Kaligis, Yusril Ihza Mahendra, dan seterusnya yang berjumlah 45 orang itu, telah dan tengah bertarung dalam semangat juang 45 demi maju tak gentar ‘membela yang menang serentak benar seturut fakta hukum dan fakta persidangan.’    

Sementara di titik seberang, Kubu 01 dan 03, sepertinya telah dan tengah membombardir titik-titik andalan dari siapapun pihak yang dicurigai berat sungguh berandil yang tak adil dalam dinamika kemenangan itu. 

Dan di persimbangan jalan Mahkmah Konstitusi ini, Tanah Air lagi diuji oleh seorang warga negara ‘kelahiran di tanah asing.’ Itulah Romo Magnis Suseno, SJ.

Karena nilai, karena etika, dan tentu karena iman, Romo Magnis mesti dihadapkan serta dibenturkan dengan aura Mahkamah Konstitusi yang berwibawa. Seberani dan serela hati kah Romo Magnis tampil untuk bersuara dan bersaksi? Tak bermaksud untuk sekian spiritualistik nan biblistik... Bagaimana pun?

Teringat lagi kata-kata Yesus, Sang Guru, “…dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu. Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi” (Lukas 21:12-13). Yakinlah! Romo Magnis pasti berbangga untuk mengalami aura arena MK sebagai kesempatan untuk bersaksi.  

Romo Magnis tak sedang menghardik Prabowoatau lagi memanjakan kubu Anis dan Ganjar. Tidak! Sebagai seorang ahli, ia tengah bersaksi bahwa di negeri ini etika, sebagai sebuah nilai, lagi pertaruhkan serius, dan bahwa etika itu ada di titik ringkih.

 Dan karena itulah etika demokrasi bangsa mesti direposisi pada alur yang seharusnya. Satu dari sekian ucapan Romo Magnis terdengar tajam menukik,

“...memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia” (Selasa,, 2 April 2024). Gemuruh suara kata-kata Romo Magnis bagi Presiden Jokowi seakan-akan telah membelah langit Nusantara atau bagai tsunami yang melabrak istana dan seluruh isinya.

Tak ingatkah Romo Magnis akan “Bintang Mahaputra Utama” yang diterimanya dari Presiden Jokowi (2015)? Seturut alam simpel do ut des (saya beri supaya engkau beri) Romo Magnis, semestinya, berikan yang indah berupa kata pujian bagi Jokowi. Nyatanya? Sebaliknya....

Kritikan pedas justru dialamatkan kepada penguasa (Presiden Jokowi) yang teribarat bagai ‘pimpinan organisasi mafia,’ yang di perhelatan demokrasi Pilpres 2024 ini, telah tanpa kendali lagi berberat sebelah untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Bagaimana pun....

Siapapun maklum! Satu diktum etik-moral bisa mengingatkan, bahwa benarlah, “Tidak selamanya dan tidak seharusnya bahwa gesture dan bicaranya seorang ahli atau pun seorang imam (ulama) itu serba pasti dan harus benar (dibenarkan).”

 Namun, kita pun tak boleh lupa bahwa sebagai seorang ahli atau ulama (imam), seseorang itu dipanggil secara moral etik-moral juga untuk beraksi, bertindak dan bersuara atas nama nilai. Iya, atas kebenaran itu. 

Tafsirlah secara lain bahwa kata-kata keras Romo Magnis kepada Jokowi sebagai Presiden adalah tanda ungkapan kasihnya yang tulus! Toh “kata-kata keras seorang sahabat bisa lebih berguna dari pada litania pujian dari seseorang (kelompok) yang sebenarnya adalah musuh, busuk dan ada mau-masunya.” 

Argumentum Romo Magnis, setidaknya bagi suasana kegelapan demokrasi Tanah Air, membawa cahaya pengharapan! Mungkinkah, sebagai seorang ulama dalam nafas Injil, Romo Magnis tetap ingat akan pesan Yesus , Guru Agungnya yang telah disalibkan dan kini bangkit? “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari  si jahat” (Matius 5:37).

Romo Magnis tak sedang pansos (panjat sosial) demi sebuah pencitraan diri penuh heboh. Ia tetaplah seorang warga negara Indonesia biasa yang ‘bicara apa adanya serentak sadar akan risiko berat dari kata-katanya.’

Kata-kata Tuhan tetaplah tak berubah dan seperti itu sudahlah kenyataannya, Karena nilai, karena iman dan keyakinan, iya “...kamu akan dibenci semua bangsa oleh karena namaKu” (Matius 24:9). Mari merenung sambil bertanya lanjut....

Mungkinkah kata-kata Romo Magnis sungguh membuka kenyataan terang-benderang di tanah air, bahwa sering karena ‘sekian banyak mau-maunya’ yang dipaku mati dalam kepentingan individu atau pun kelompok, kita sebenarnya terlalu labil dalam sikap dan berpendapat. Antara “Ya” atau “Tidak” telah sungguh jelas terlihat bagai dicocok hidung kepentingan, ambisi, atau naluri kenikmatan dan garansi hidup. Tidak kah sekian nyata bahwa.....

Yang tahun-tahun kemarin atau di kisah sebelumnya sekian bersumpah katakan ‘Tidak’, sayangnya di ‘tahun dan saat-saat kini’ telah tinggalkan nilai dan prinsip karena telah ditumbangkan oleh hasrat kepentingan nan fana. 

Saya, bagaimanapun, sekian bangga pada Romo Magnis, yang dalam nada Rasul Paulus, berkesaksian, seperti yang ditulisnya kepada Timotius “Praedica verbum, insta opportune importune” (Wartakan Sabda, baik atau tidak baik waktnya – 2Tim 4:2).

Tetapi, bagaimana pun juga, kerendahan hati mesti menantang kita dalam kisah Romo Magnis depan Mahkamah Konstitusi. Bisa saja, kita sendiri, yang telah ‘berbaju sakramen permandian, krisma dan ekaristi,’ hanya menatapnya dari jauh. Dan mencelanya bahkan dalam nyinyir  dari jarak kita sendiri yang ‘aman dan penuh nikmatnya.’ 

Sebagai seorang imam, saya sebenarnya juga merasa malu. Sebab sekian sering saya hanya ‘bersembunyi’ di balik pakaian kesalehan.’ Pada kenyataannya, saya sungguh berkhianat dan rapuh untuk semestinya kuat berkiblat dan bersuara demi etika – nilai-nilai itu. 

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro - Roma. ***

RELATED NEWS