Malapateka 27 Januari 2022 dan Tanggjung Jawab Mendagri RI
redaksi - Minggu, 13 Februari 2022 18:32PADA Kamis, 03 Februari 2022 media ini menurunkan berita tentang Wakil Bupati Ende Erikos Emanuel Rede (Erik Rede) berada di Jakarta bersama para kepala daerah dari 10 Kabupaten/Kota asal Provinisi Nusa Teggara Timur (NTT) menghadiri pertemuan di DPR RI untuk membahas percepatan pembangunan infastruktur dan ekonomi di NTT.
Pada akhir berita tersebut, Erik Rede mengatakan “saya ada ke Jakarta dalam satu dua hari ini untuk jalankan tugas sebagai Wakil Bupati Ende, bukan untuk urusan yang lain.”
Kemudian, pada Senin (7/2) media ini sekali lagi merilis berita tentang Erik Rede. Disebutkan bahwa dalam kunjungan kerja (Kunker) di Kecamatan Nangapanda, Bupati Kabupaten Ende, Djafar Achmad yang disampingi Wakil Bupati Kabupaten Ende Erik Rede menegaskan bahwa “persoalan wakil bupati sudah selesai. Kita percaya SK Kemendagri melalui Gubernur NTT yang melantik wakil bupati berapa waktu lalu. Kita bersyukur sudah ada Wakil Bupati. Biarlah media sosial berbicara, tapi kita masayarakat jangan terbawa isu.”
Mendagri Harus Bertanggung Jawab.
Berita-berita tersebut menimbulkan kesan bahwa 'malapetaka pelantikan Wabup Ende periode 2019-2024 yang dilakukan pada 27 Januari lalu itu sudah berlalu, dan tak perlu dipersoalkan lagi.
Hemat saya, persoalan itu adalah sebuah ‘malapetaka demokrasi’ yang tidak boleh diabaikan dan dibiarkan berlalu begitu saja. Mendagri harus bertanggung jawab dan menjelaskan duduk persoalannya kepada publik secara transparan.
- SENDAL SERIBU, Sabtu, 12 Februari 2022: Hati yang Tergerak oleh Belas Kasih
- HOMILI Pater Gregor Nule SVD: Berbahagialah Orang yang Mengandalkan Tuhan dan Menaruh Harapan PadaNya
- Ibunda Christiano Ronaldo Hadiahi Paus Fransikus, Jersey Nomor 7 Milik Putranya
Mendagri tidak boleh berhenti pada tindakannya menarik kembali Salinan, Petikan SK dan SK Mendagri tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, sebagaimana dimaksud dalam Surat Dirjen OTDA No.132.53/87 9/OTDA, tanggal 27/1/2022, lalu membiarkan status jabatan Wakil Bupati Ende, dalam ketidakpastian hukum dan membingungkan Publik.
Menurut ketentuan pasal 66 dan 67 UU No. 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan, maka penarikan SK Mendagri Nomor : 132.53-67, Tahun 2022, tanggal 19/1/2022, Tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, atas alasan cacat formil dan prosedural, maka Mendagri tindaklanjuti dengan membatalkan SK dan menetapkan Keputusan baru dengan mencantumkan dasar hukum pembatalan dan memperhatikan AUPB.
Akan tetapi sejak tanggal 27/1/2022 hingga saat ini Mendagri tidak melakukan langkah apapun dan membiarkan status hukum Wakil Bupati Ende, menjadi pergunjingan publik NTT, menimbulkan keresahan di kalangan ASN pada Pemda kabupaten Ende dan menjadikan Masyarakat terbelah antara pro dan kontra. Mendagri bersikap seakan-akan persoalan Wakil Bupati Ende, hanya semata urusan pribadi Tito Karnavian dan Viktor B. Laiskodat.
Meremehkan Masyarakat NTT.
Penarikan SK Mendagri tanggal 27/1/ 2022, tanpa sikap tegas Mendagri usai penarikan SK. sesuai ketentuan pasal 66, 67 dan 70 UU No. 30 Tahun 2014, hal ini merupakan "malapetaka" bagi proses demokratisasi di NTT dan tata kelola pemerintahan di Kemendagri, karena Tito Karnavian menampilkan suatu model tata kelola administrasi Pemilihan Wakil Bupati yang sangat buruk dan membiarkan status Wakil Bupati Ende dalam ketidakpastian hukum.
Secara hukum, penarikan kembali Salinan, Petikan dan SK. Mendagri, tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, wajib diikuti dengan tindakan pengumuman kepada publik, karena soal Wakil Bupati Ende, adalah soal kepentingan umum, namun Mendagri mengabaikan bahkan meremehkan seakan-akan soal Wakil Bupati Ende, hanya sekedar persoalan pribadi.
Dengan demikian, apakah Masyarakat NTT, dianggap sebagai warga negara kelas dua yang tidak layak untuk diberitahu hak-haknya.
Meskipun demikian, Publik NTT tetap menunggu, memantau dan menuntut sikap Mendagri untuk terbuka kepada publik, perbaikan seperti apa yang sudah dilakukan pasca penarikan SK, dan konsolidasi dokumen secara bersama-sama pihak mana saja yang dimaksud oleh Mendagri, sesuai Surat Dirjen OTDA No : 132.53/956/OTDA, tanggal 25/1/2022, kepada Gubernur NTT di Kupang.
- Warga Wae Sano: Sembilan Poin Kesepakatan yang Disampaikan Bupati Mabar, Itu Hasil Rekayasa
- SENDAL SERIBU, Minggu, 13 Februari 2022: Bahagia karena Mengandalkan Yesus dalam Hidup
- SLOKIMUARA, Minggu Biasa VI, 13 Februari 2022
Surat Mendagri mengakui bahwa dari sisi "formil dan prosedural" dokumen pengusulan Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, terdapat problem, maka dipandang perlu secara bersama-sama melakukan konsolidasi dokumen pengusulan dimaksud.
Berkenaan dengan itu, maka Mendagri "Menarik Kembali", Salinan, Petikan dan SK. Mendagri No. : 132.53-67 Tahun 2022, tanggal 19/1/2022, tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, untuk perbaikan dengan segala akibat hukumnya, termasuk pertanggungjawabannya kepada Publik.
Mendagri Ingkar Janji
Di sini Mendagri sudah "ingkar janji" padahal Mendagri sudah mengingatkan Gubernur NTT, soal kewenangan menarik kembali SK Mendagri No. 132. 53-67 Tahun 2022, tanggal 19/1/2022, tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, karena ada klausula dalam SK Mendagri itu menyatakan bahwa, apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya dan saat ini publik NTT menagih janji Mendagri itu.
Penegasan Mendagri soal kewenangan "Menarik Kembali" Keputusannya, manakala terdapat kekeliruan dalam pembentukan SK Pengesahan Pengangkatan, dimaksudkan agar semua pihak paham, karena secara hukum kewenangan Mendagri untuk mencabut SK-nya itu sesuai dengan "asas contrarius actus" dan secara tegas pula diatur di dalam UU No. 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan.
Oleh karena itu, tindakan Mendagri mengeluarkan SK Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, dikategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang meskipun Mendagri kemudiaan menyadari dan "menarik kembali", dengan konsekuensi yuridis, SK. Mendagri dimaksud menjadi "tidak mengikat sejak Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan" dan segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada, serta segala fasilitas dari negara termasuk gaji yang sempat dinikmati harus dikembalikan ke Kas Negara.
Jakarta, 12 Ferbauri 2022.
Petrus Salestinus, Koordinator TPDI dan Advokat Peradi. ***