30 Meter Sebelum Tiba di ‘Puncak Iman’

Jumat, 13 Agustus 2021 10:48 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

bukit salib 55.jpg
Penulis, Paul Kebelen berselfie dengan latar Puncak Bukit Salib di Kajuwulu, Magepanda, Kabupaten Sikka (Paul Kebelen)

MAUMERE (Floresku.com) - Dear Puncak Salib dengan 1000 anak tangga. Saya hendak berkisah spontan, tapi narasinya agak panjang. Saya coba berusaha mensinopsiskan pengalaman pribadi  yang saya alami tanpa mengaburkan maknanya.

Pada hari Kamis, 12/08 kemarin, saya melakukan perjalanan dari Magepanda menuju Larantuka. Diawali dengan menyisir pesona alam Magepanda yang begitu memukau. Saya kemudian menuju puncak Bukit Salib. Tiba di area dataran, sejenak saya menghela nafas sebagai modal menuju puncaknya.

Ketika telapak kaki mendarat pada anak tangga pertama, ekspektasi saya sudah tiba di sana untuk berpose ria berlatarkan Salib Kristus yang memancarkan aura kekuatan, sambil menikmati pemandangan yang eksotis, kemudian mencerup sebatang rokok sebagai klimaksnya.

Ditengah pendakian, tiba-tiba angin kencang bertiup tak tentu arahnya. Kadang saya diterpa ke kiri, kadang ke kanan pula. "Waduh..baik atau tidak angin besar seperti ini", gumam dari dalam hati penuh cemas.

Sebelum itu, dari dataran terpaan angin memang cukup kencang. Namun ketika berada pada posisi lebih tinggi, terpaan angin semakin kuat dan tak menentu arahnya. Hal ini memang masuk akal. Lebih-lebih Bukit Salib berada pada hamparan lautan biru nan luas. Saya sempat terhenti sejenak untuk memulihkan tenaga sambil menata kembali sepenggal mental yang tersisa.

Setelah terasa cukup mumpuni saya mencoba melanjutkannya. Kali ini lokasinya lebih tinggi tepatnya di tikungan kanan. Di tikungan itu sontak saya terperangah dan heran melihat lukisan lautan biru, dengan buncahan ombak putih, dan beberapa pulau kecil yang terlihat samar-samar. "Aduhhh..bisa cantik seperti ini ee !!" Ucap saya spontan penuh kagum.

Pemandangan dilihat dari Puncak Bukit Salib , Kajuwulu, Magepnada, Kabupaten Sikka. (Foto: Paul Kebelen)

Terhitung detik saya menikmati dan belum sempat abadikan momen, angin kencang datang lagi. Kali ini terpaannya semakin menjadi-jadi. Ya, mental saya teruji untuk yang kesekian kalinya. Pada pagar yang cukup kocak itu saya jadikan tumpuhan menahan tubuh sambil eratkan 'mental' yang sudah terkikis menipis. 

Terus terang terkadang pada posisi tertentu kita menjadi yakin sebab banyak orang disekitar kita. Namun pengalaman pribadi yang saya alami tentu menciutkan mental (mungkin bagi anda akan berbeda cerita). Imajinasi liar yang saya ciptakan sendiri melampaui arah angin tak tentu itu. 

Dengan posisi sedikit terjepit saya lalu berimajinasi akan diterpa angin dan jatuh terguling dari atas tebing, kadang muncul kemungkinan akan tersangkut pada beberapa pohon kecil diantara rerumputan hitam akibat terlahap api. 

"Sebaiknya saya turun pada posisi lebih rendah. Siapa tahu bisa menata kembali mental untuk mampu ke puncak", saya coba cari solusi diantara perdebatan batin.

Puncak Bukit Salib, Kajuwulu, Mangepanda, Kabupaten Sikka (Foto: Paul Kebelen)

Ketika berada pada posisi sesuai keputusan, dengan mental yang sudah tertata kembali, perlahan-lahan saya mencoba untuk lanjut lagi. Seperti biasa !!  Semakin tinggi saya melangkah, mentalintas diuji dan itu semakin terkuras habis. Sekitar 30 meter sebelum puncak saya akhirnya menyerah. 

Sampai di sini saya menyadari bahwa didalam diri saya terdapat sifat acrophobia (takut akan ketinggian). "cukup sudah pengalaman mendaki ke Bukit Salib. Tenaga sisa ini saya gunakan untuk turun. “Angin besar begini mungkin akan saya coba di lain waktu", kata saya dari dalam hati.

Tak sempat abadikan moment saya semakin merasa tak bersemangat. Namun apa boleh buat jalan pulang adalah pilihan terakhir. Dengan berat hati saya beranjak kembali pada posisi semula. Tiba di dekat salah satu lopo bercat putih, saya berupaya menghibur niat yang belum terkabul dengan berpose 'selfie' menghadap ke arah puncak Bukit Salib.

Puncak Bukit Salib, Kajuwulu, Mangepanda, Kabupaten Sikka dilhat dari arah bukit (Foto: Istimewa)

Pengalaman tersebut mengisahkan beberapa hal menarik dan patut dijadikan bahan refleksi.

"Kehidupan memang butuh nyali kuat dan otentik. Semakin tinggi kita melangkah, semakin kuat pula cobaan yang datang. Prinsipnya perkuat iman dan perbuatan. Maaf Tuhan belum sempat tiba di puncak SalibMu yang terpatok kokoh itu. Bukan maksud hati tak punya niat, hanya iman ku masih perlu ditempa lagi. Semoga kisah ini menjadi refleksi kedepan dalam menata panggung hidupku yang masih terkocar-kacir ini", demikiankata penutup di akhir kisahku ini. Di ujung kisah itu,  saya lalu membathin penuh iman,  'Aaamiiin'.  (Paul Kebelen)