BMKG: Tak Ada Peringatan Soal Gempa Besar, Tapi Kita Perlu Tingkatkan Mitigasi Bencana Gempa

Senin, 17 Januari 2022 13:22 WIB

Penulis:redaksi

suasana-bmkg.jpg
Suasana kerja di kantor BMKG (www.zonautara.com)

JAKARTA (Floresku.com) - Kejadian gempa dengan magnitudo 6,7 yang terjadi di wilayah Banten pada Jumat (14/1/2022) sore lalu memunculkan  kekhawatiran sejumlah warga masyarakat akan adanya  potensi ancaman gempa besar patahan megathrust di Selat Sunda yang telah lama diteliti oleh sejumlah pihak.

Menjawab kekhawatiran tersebut, peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pepen Supendi, menjelaskan bahwa untuk menuju keseimbangan energi yang baru, maka gempa besar yang terjadi harus diikuti gempa-gempa susulan, atau yang dikenal Aftershock yang hanya terjadi disekitar area gempa utama saja.

Merilis InfoPublik.id. (17/1),  data BMKG menunjukkan bahwa sampai dengan Minggu, 16 Januari 2022 tercatat sudah terjadi 39 kali gempa susulan dengan Magnitudo terbesarnya 5,7 dan terkecilnya 2,5 dimana empat diantaranya itu dirasakan.

"Berdasarkan grafik frekuensi gempa susulan tersebut mulai dari hari pertama kejadian gempa sampai dengan Minggu (16/1/2022) kekuatan gempa susulan ini terus mengalami penurunan," ujar Pepen Supendi sebagaimana yang dikutip InfoPublik pada Senin, 17 Januari 2022, dari tayangan kanal youtube tvOneNews.

Lebih lanjut terkait adanya pernyataan BMKG soal potensi gempa megathrust dengan kekuatan hingga mencapai Magnitudo 9, Pepen Supendi menjelaskan bahwa perlu diketahui bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki potensi bencana yang diakibatkan oleh gempa bumi maupun tsunami.

"Gempa bumi di Indonesia dipengaruhi oleh lempeng tektonik utama, yakni lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Filipina yang menyebabkan adanya zona subduksi dan sesar aktif. Pada zona subduksi ini ada bagian yang kita kenal dengan zona megathrust yaitu pada bidang kotak pada lempeng sampai kedalaman sekitar 50 km, dan salah satunya adalah megathrust Selat Sunda," urai Pepen Supendi.

Di Indonesia sendiri terdapat 13 zona megathrust yang sudah di identifikasi oleh para ahli, mulai dari pantai barat Sumatera kemudian selatan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Papua. 

Pada zona-zona megathrust ini sudah diidentifikasi magnitudo terbesarnya yang kemungkinan dapat terjadi di megathrust tersebut rata-rata diatas Magnitudo 8.

“Berdasarkan posisi hypocenter dan kedalaman dari gempa yang terjadi kemarin di Banten, ini sebenarnya terjadi di sumber yang berbeda. Kalau gempa kemarin terjadi di zona yang kita kenal dengan badan lempengnya bukan terjadi di bidang kotaknya, jadi bukan pada megathrustnya, ” terangnya.

"Nah, tipikal dari gempa megaslide ini biasanya dia memiliki slidestruk (perbedaan stres) yang tinggi sebelum-setelah yang kemudian diakomodir oleh bromotion yang kuat, itulah kenapa getarannya bisa dirasakan sampai ke Jakarta, bahkan beberapa wilayah di Jawa Barat lainnya," kata Pepen Supendi.

Sementara itu, pakar kegempaan dari Badan Riset dan Teknologi Nasional, Danny Hilman menegaskan bahwa tidak ada satupun baik dari pihaknya, BMKG, maupun pihak manapun yang menyatakan bahwa gempa yang terjadi kemarin kemudian akan memicu gempa megathrust.

"Kami lebih mengingatkan agar pemerintah maupun masyarakat agar jangan lupa mempersiapkan mitigasi, apabila gempa megathrust ini terjadi. Sebab ini adalah isu yang sudah lama beredar, sejak 10 tahun lalu yang efeknya rame, kemudian lupa, rame lagi dan kemudian lupa. Jadi jangan seperti ini, hendaknya kita lebih serius lagi dalam mitigasi bencana gempa ini," imbuh Danny.

Oleh karena itu, untuk tujuan mitigasi, BMKG sejak beberapa waktu belakangan telah melakukan pemodelan gempa dengan skenario terburuk yang berasal dari gempa megathrust yang telah di identifikasi oleh para ahli yang kemudian data yang diperoleh disimulasikan untuk menghitung waktu tiba gelombang tsunami di pantai, ketinggian tsunami, serta sebaran rendaman di daratan. 

"Dari data dampak tersebut kemudian dapat di gunakan untuk menentukan jalur dan tempat yang aman untuk evakuasi, dan kemudian untuk pemasangan rambu-rambu," urai Pepen Supendi.

Namun Pepen Supendi mengingatkan bahwa di setiap daerah memiliki kapasitas yang berbeda dalam hal ini. Sehingga ia berharap agar masing-masing daerah dapat meningkatkan kapasitasnya, mulai dari masyarakatnya kemudian pemerintah daerahnya bersinergi dengan pemerintah pusat dan lain sebagainya. (NDA/IP).