Bersyukur
Sabtu, 14 Agustus 2021 20:53 WIB
Penulis:redaksi
Editor:Redaksi
Oleh Pater Gregoris Nule SVD*
Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga ( Why 11:19a;12:1-6a.10a;1 Kor 15:20-26; Lk 1:39-56)
Ilustrasi. Seorang kepala tukang yang sedang bekerja di atas atap rumah ingin memanggil anak buahnya yang bekerja di tanah. Setelah berkali-kali memanggil dengan suara keras, sang pembantu tidak bisa mendengar karena fokus pada pekerjaan dan bisingnya alat bangunan. Kepala tukang tetap berusaha agar pembantunya dapat melihat ke atas, maka dilemparnya dengan sekeping uang perak bernilai Rp 1000, yang jatuh tepat di bahu kirinya. Ia memungut uang itu lalu dimasukkannya ke saku baju dan melanjutkan pekerjaannya. Kepala tukang lemparkan lagi uang kertas senilai Rp 100.000,- yang jatuh di depan mata sang pembantu. Dia mengambil uang itu dan cepat-cepat memasukkannya ke dalam saku celana tanpa menengadah sedikit pun ke atas atau melihat ke tempat lain, bahkan ia lebih giat lagi lanjutkan pekerjaannya.
Akhirnya sang kepala tukang melemparkan sepotong kayu yang tepat mengenai kepala si pembantu. Karena merasa sakit maka ia mulai menengadah ke atas untuk melihat apa yang terjadi dan pada saat itulah ia bisa berkontak dengan bosnya.
Cerita ini mungkin sejalan dengan hidup harian kita. Tuhan selalu ingin menyapa kita dengan cara yang sangat bervariasi. Tetapi mungkin sering kita terlalu sibuk dengan urusan rutin sehari-hari akibatnya kita tidak perdulikan sapaan-sapaan Tuhan. Kita diberi rezeki entah sedikit atau pun banyak, sering kita lupa untuk menengadah ke atas dan bersyukur kepada Allah.
Bahkan sebaliknya, lebih sering kita tidak mau tahu dari mana rezeki itu datang. Mungkin kita lebih banyak mengeluh apabila yang kita dapatkan tidak seperti yang kita harapkan. Dan banyak kali kita sombongkan diri ketika kita dapat dalam jumlah yang berkelimpahan. Banyak orang dan mungkin termasuk kita juga baru mulai melihat ke atas, berpaling kepada Tuhan ketika mengalami “lemparan sepotong kayu”, musibah, bencana alam, penyakit, penderitaan dan kematian. Saat itulah baru kita menoleh kepada Allah dan mungkin mengajukan macam-macam pertanyaan.
Hari raya Maria Diangkat ke surga menjadi kesempatan istimewa bagi kita untuk belajar dari Maria tentang bagaimana menghayati hidup dan panggilan sebagai orang beriman sejati. Maria adalah seorang wanita biasa dan sederhana yang percaya penuh pada penyelenggaraan Allah. Ia menerima panggilan untuk menjalankan misi ilahi menjadi ibu Tuhan dan melahirkan Yesus Kristus, juru selamat dunia. Hidup sebagai ibu Tuhan tidak selalu berjalan lancar dan mulus. Maria alami banyak sekali tantangan dan kesulitan.
Tetapi, ketika ia tidak paham dan mengalami jalan buntu, satu sikap bijaksana yang dimiliki adalah “menyimpan semua perkara di dalam hati” (bdk.Luk 2:51) dan merenungkannya. Maria bertahan hingga mencapai akhir yang penuh kebahagiaan dan kemuliaan bersama dengan Puteranya di surga karena ia selalu berserah penuh pada Allah dan percaya pada kehendakNya. Dalam segala hal Maria selalu mengulangi fiatnya, “sesungguhnya aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:39). Peristiwa Maria diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya pertama-tama merupakan anugerah cuma-cuma dari Allah dan sekaligus ganjaran atas iman yang dihayati secara konsisten sepanjang hidupnya.
Iman dan penyerahan Maria kepada Allah dan kehendak keselamatan yang ditencanakan Allah bagi manusia dan dunia terungkap lewat “magnificat”, atau lagu pujian Maria. Mari kita renungkan dua point dari lagu pujian Maria dan ambil pesannya untuk kehidupan kita.
Pertama, “Jiwaku memuliakan kebesaran Tuhan”. Maria selalu bersyukur dan memuliakan karya agung Tuhan di dalam hidupnya. Mungkin berbeda dengan kita. Banyak kali kita cenderung memperhatikan dan menekankan hal-hal yang tidak enak dan negatif dalam hidup. Kita bersikap pesimistis. Kita memenuhi hati, pikiran dan mulut dengan keluhan-keluhan. Karena itu, semangat iman Maria mengajak kita untuk membuka mata hati guna melihat ruang hidup yang lebih luas dan terbuka. Maria , seorang gadis sederhana dari Nazaret, menjadi besar dan terberkati karena kuasa Allah sendiri. Kita belajar dari Maria untuk senantiasa memandang Allah dalam setiap peristiwa hidup. Dan magnificat adalah sebuah doa pujian yang mengajak kita untuk selalu terbuka terhadap kehendak Allah dan mensyukuri karya agungNya di dalam hidup kita.
Kedua, Maria memuliakan,“Allah penyelamat, Allah mahakuasa, dan Allah mahakudus”. Inilah ungkapan iman Maria kepada Allah sebagai penyelamat umat manusia. Kekuasaan dan kekudusan inilah yang menjadi alasan kebahagiaan dan kebanggaan Maria akan Allah yang diimaninya. Kekuasaan Allah membebaskan, menguduskan dan menyelamatkan. Sebaliknya, kekuasaan manusia sering menekan, mengintimidasi dan menginjak-injak orang lain, khususnya mereka yang kecil dan lemah.
Hal ini diungkapkan Maria dalam Magnificatnya, “Allah telah menurunkan orang-orang yang sombong dan berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang sederhana dan rendah hati; Ia telah melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, tetapi menyuruh pergi orang kaya dengan tangan kosong”. Di sini, Maria, gadis kecil, sederhana dan tidak terkenal dari Nazaret, sepertinya mau menggugat kesombongan dan keserakahan dari orang-orang yang menganggap diri hebat dan para penguasa yang suka menindas. Semoga nyanyian magnificat yang kita doakan setiap saat menghancurkan kesombongan kita dan sekaligus membantu kita untuk berjuang melawan keinginan dan kuasa-kuasa yang tidak benar dan tidak adil di dalam diri, lingkungan keluarga, komunitas, masyarakat dan negara kita.
Sejarah keselamatan telah membuktikan bahwa Allah tidak pernah mengecewakan kita, umatNya. Ia selalu ingat akan perjanjianNya dan melaksanakannya. Allah tidak pernah ingkar janji. Mengapa? Karena bagi Allah berjanji berarti mencintai dalam tingkatan kualitas yang paling tinggi. Beda sekali dengan kita manusia. Kerap kali kita terlalu banyak mengucapkan janji dan buat sumpah, tapi mudah sekali kita lupa dan ingkar janji. Karena itu, mari bersama bunda Maria kita berpegang teguh pada kata-kata ini, “Aku yakin akan sabdaMu, Tuhan”, sebagai harapan dan kekuatan kita dalam situasi apa saja, baik dalam keadaan bahagia maupun dalam malam gelap atau dalam keadaan sulit. Mari kita belajar dari Bunda Maria untuk setia melaksanakan janji-janji kita sebagai orang-orang yang terbaptis, awam, imam, biarawan - biarawati dan pasangan suami-isteri. Sebab kesetiaan pada janji dan komitmen merupakan jaminan dan jalan pasti kepada kebahagiaan sejati. Semoga Bunda Maria mendoakan kita. Amen.
Kewapante, 15 Agustus 2021. P, Goris Nule, SVD
*Pater Gregor Nule SVD, Pastor Paroki Ratu Rosari Kewapante,, dan dosen STFK Ledalero, Maumere.