HOMILI, Minggu, 07 November 2021: Memberi dengan Tulus adalah Ungkapan Cinta yang Sejati

Sabtu, 06 November 2021 19:54 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

p greg.JPG
Pater Gredor Nule SVD, Pastor Paroki Ratu Rosari, Kewapante, Keuskupan Maumere (Dokpri)

KEWAPANTE (Floresku.com) -  Hari ini, Minggu, 07 November 2021, Pater Gregor Nule SVD, Pastor Paroki Ratu Rosari, Kewapante,  Keuskupan Maumere menyajikan bagi kita sebuah Homili yang indah dan menyejukkan lagi memberikan pengharapan.

Pater Gregor meramu Homili tersebut  berdasarkan bacaan Hari Minggu XXXI B yaitu  1Raj 17:10-16; Ibr 9:24-28; Mrk 12:42-44. 

Selamat menikmati dan menimba pengalaman iman dari Homili Pater Gregor berikut ini!  

Ilustrasi: Diceritakan bahwa pada suatu hari satu pasangan suami-isteri dari kasta tinggi di India datang ke Komunitas ibu Teresa  dan menyerahkan sejumlah besar uang bagi orang-orang miskin. Setiap hari Ibu Teresa selalu memberi makan kepada sekitar 9.000 orang miskin di Kalkuta. 

Pasangan muda itu berharap agar uang mereka dipergunakan untuk membeli makanan bagi orang-orang itu. Ibu Teresa  bertanya kepada mereka: “Dari mana kamu mendapat uang sebanyak ini?”

Mereka menjawab, “Dua hari yang lalu kami menikah. Sebelum pemberkatan nikah kami telah memutuskan untuk tidak menyia-nyiakan uang guna membeli busana pernikahan yang mewah dan mengadakan perjamuan nikah yang besar. Kami ingin agar  uang yang telah disiapkan untuk pernikahan kami diberikan kepada orang-orang miskin”, 

Perlu diketahui bahwa bagi kasta Hindu yang tinggi, tidak mengadakan pesta nikah dengan segala kemegahannya merupakan suatu skandal besar. Keluarga, sahabat dan kaum kerabat tidak dapat membayangkan suatu pernikahan tanpa gaun mewah dan pesta yang meriah. 

Maka Ibu Teresa menanyakan kepada mereka, ‘Mengapa kamu memberikan kepadaku seluruh uang itu? Dan jawaban mereka sungguh mengagumkan.  

“Kami sungguh rasakan betapa besar cinta Tuhan kepada kami  sehingga Ia telah mempertemukan kami berdua. Kami sungguh saling mencintai. Cinta Tuhan dan cinta kami berdua sudah cukup bagi kami. Hal-hal lain tidak terlalu kami butuhkan sekarang. Cinta Tuhan yang telah kami peroleh dan hidupi ingin kami bagi-bagikan kepada orang lain, terlebih kepada mereka yang sangat membutuhkan perhatian penuh kasih itu”. 

Refleksi: Bacaan-bacaan hari ini melukiskan tentang kemurahan hati dan kerelaan memberi dari  dua orang janda miskin. Mereka rela melepaskan semua  dengan tulus. Mereka memberikan apa yang sebetulnya sangat mereka butuhkan untuk hidup sehari atau beberapa hari.

Bacaan pertama menceritakan tentang seorang  janda dari Sarfat, negeri Fenesia, Libanon, yang rela memberi makan dan minum kepada Elia dalam perjalanan, yang minta makan dan mium padanya. 

Padahal ia sendiri tidak punya apa-apa, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli sebagai jaminan hidup untuk sehari bagi dirinya dan anaknya. Meski demikian ia rela melayani Elia, orang asing itu. Ia tidak memikirkan sedikit pun tentang nasibnya dan anaknya. Ia tidak perduli akan apa yang akan mereka makan dan minum. Yang terpenting baginya adalah melayani orang asing yang haus dan lapar itu. 

Injil menampilkan seorang janda miskin lain, tanpa nama dan asal. Tanpa identitas jelas. Tetapi ia melakukan suatu tindakan besar dan mengagumkan. Ia memberikan semua yang ada padanya, yaitu semua nafkahnya sebagai persembahan kepada Allah, dengan memasukkan dua peser atau satu duit ke dalam peti persembahan. 

Tindakan janda miskin ini menunjukkan betapa besar imannya. Dia mempercayakan dirinya secara penuh kepada Allah. Dia sungguh mengandalkan Allah, pemberi segala. Karena dia yakin bahwa Allah selalu dan akan terus mengembalikan dalam kelimpahan  semua yang telah ia berikan dengan rela. Ia tidak akan berkekurangan apa pun jika senantiasa mengandalkan dan berpasrah kepada Tuhan.

Aplikasi: Ilustrasi dan kedua bacaan di atas sungguh menginspirasi dan sekaligus menantang kita. Bagi orang kirsten sejati, iman kepada Allah dan kasih kepada sesama, khususnya mereka yang miskin dan sangat membutuhkan,  merupakan pilihan utama. Dan iman yang sejati kepada Allah dan kasih yang tulus kepada sesama mesti nyata dalam hidup sehari-hari. 

Karena itu, ada dua pesan penting yang perlu kita renungkan. Pertama, belajar memberi dengan tulus. Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa orang kaya lebih mudah memberi karena punya kelebihan, sedangkan orang miskin sulit berbagi karena tidak punya banyak, dan yang dimililkinya tidak cukup bahkan untuk dirinya sendiri. 

Tetapi, pasangan nikah dalam ilustrasi di atas dan kedua janda miskin menunjukkan suatu kebenaran lain. Bahwa entah miskin atau kaya, entah punya banyak atau sedikit, yang paling penting adalah memiliki hati yang rela memberi dan mau berbagi. 

Dalam hidup sehari-hari ada orang kaya yang punya hati terbuka dan mau berbagi kepada orang atau kelompok yang sungguh membutuhkan. Tetapi ada juga yang tidak mudah membuka tangan dan hati untuk memberi dan berbagi. Demikian pun, ada orang miskin yang sebetulnya tidak punya banyak, tetapi punya hati penuh kasih maka ia mau berbagi kepada orang lain yang lebih miskin. Sebaliknya, ada juga orang miskin yang selalu mengeluh dan menjadikan kenyataan kemiskinannya sebagai alasan untuk menutup diri dan tidak memberi apa pun kepada siapa pun. 

Kedua, belajar menjadi  bijaksana dalam menggunakan harta milik yang adalah pemberian Tuhan.  Kadang-kadang ada orang yang berpikir bahwa harta dan kekayaan yang ada padanya adalah hak milik pribadinya. Maka ia bisa gunakannya demi kepentingan dan kesenangannya  sendiri sesuai rencananya, tanpa perduli dengan orang lain. 

Menurut saya, harta dan kekayaan  yang kita miliki sebetulnya merupakan “pimjaman” dari Tuhan. Bukan milik dan kuasa absolut kita. Maka hendaknya kita gunakan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggungjawab untuk  memenuhi kebutuhan diri, keluarga serta  melayani sesama dan mengabdi Tuhan. 

Pasangan nikah di atas memberikan kita  sebuah pelajaran berharga. Mereka putuskan untuk lakukan sesuatu yang melawan adat dan tradisi keluarga, bahkan merupakan sebuah skandal besar, yakni tidak membeli gaun mewah dan membuat resepsi nikah, hanya untuk melayani orang-orang miskin dengan uang nikah yang telah mereka siapkan.

Mungkin terkadang karena gengsi, status sosial dan supaya dianggap hebat, serta disanjung-sanjung maka kita gunakan uang dan kekayaan  untuk berfoya-foya. Kita merayakan pesta HUT kelahiran, atau pesta nikah, atau pesta Komuni Pertama, atau pesta perak imamat atau hidup membiara secara besar-besaran. Kita anggap hal itu biasa karena sudah sesuai dengan rencana, sementara itu ada begitu banyak orang miskin dan anak-anak terlantar di sekitar kita yang membutuhkan sesuap nasi dan sedikit uang untuk membiayai pendidikan dan kesehatan mereka. Mata dan hati kita buta terhadap penderitaan orang-orang kecil dan miskin. Telinga kita tuli terhadap tangisan dan suara permohonan mereka.

Karena itu, mari kita berusaha bermurah hati dan berbagi kepada sesama, dalam keadaan apa pun, miskin atau kaya. Sebab orang yang rela memberi dari kekurangan akan menerima pada saat ia berkekurangan, dan orang yang rela berkorban akan memperoleh balasan yang melimpah dari Allah pada waktunya. Amen.

Kewapante, 07 November 2021.