Tuhan
Jumat, 05 April 2024 12:08 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
LAMBUNG TERBUKA MENGALIRKAN CINTA, BELASKASIHAN DAN PENGAMPUNAN
(Minggu Paskah II B: Minggu Kerahiman:Kis 4:32-35; 1 Yoh 5:1-6; Yoh 20: 19-31)
Mantan Presiden India, Dr. Abdul Kalam berkata, “ketika aku masih kecil ibuku memasak untuk kami. Suatu malam ia menyiapkan makan malam. Ibu meletakkan sepiring salozi dan roti gosong di depan ayahku.
Aku menunggu untuk melihat apakah ada reaksi negatif ayah ketika melihat roti gosong itu. Ternyata ayahku tenang saja makan rotinya dan bertanya padaku, bagaimana hari ini di sekolah….
Aku tidak ingat apa yang kukatakan padanya malam itu. Tapi aku ingat, aku mendengar ibu meminta maaf kepada ayah atas roti yang gosong itu. Dan, aku tidak pernah lupa apa yang ayah katakan, “sayang, sesekali aku suka roti gosong”.
Sebelum tidur biasanya aku mencium ayah dan ibu mengucapkan selamat malam. Kebetulan ibu masih di dapur. Aku bertanya apakah ayah benar-benar menyukai roti yang gosong”?
Ayah memelukku dan berkata, “Ibumu telah melewati sehari yang berat dengan pekerjaan sejak bangun pagi sampai tidur malam, dan tentu ibu benar-benar lelah. Roti gosong tidak pernah menyakiti siapa pun. Kata-kata kasarlah yang akan menyakiti”.
Lanjut ayah, “Nak, kau tahu hidup ini penuh dengan hal-hal yang tidak sempurna dan juga orang-orang yang tidak sempurna. Ayah pun bukan lelaki sempurna. Dan, ayah telah belajar menerima ketidaksempurnaan itu.
Tragedi penangkapan, pengadilan serta penyaliban dan kematian Yesus di Golgota mendatangkan ketakutan besar dan trauma bagi para murid Yesus.
Maka mereka selalu berkumpul bersama di sebuah ruang atas dengan pintu dan jendela terkunci. Mereka takut jangan-jangan mereka juga akan mengalami nasib serupa dengan sang Guru.
Dan, di tengah saat-saat yang tidak pasti dan menegangkan itu, Yesus yang bangkit menampakkan Diri kepada mereka dan berkata, “Damai bagi kamu”, (bdk. Yoh 20,19).
Untuk meyakinkan murid-muridNya bahwa yang mereka lihat bukanlah hantu, maka Ia menunjukkan tangan dan lambungNya. “Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan”, (Yoh 20,20).
Kehadiran Yesus yang bangkit di tengah para murid memberikan ketenangan, keteguhan hati dan kepastian. Mereka tidak lagi cemas dan takut. Hati mereka penuh dengan sukacita.
Tetapi, penampakan Yesus juga mengandung pesan perutusan. Para murid diingatkan bahwa misi Yesus di dunia tidak boleh berkahir dengan kematianNya. Mereka punya tugas untuk melanjutkan misi Yesus, yakni menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.
Maka Yesus berkata lagi, “Damai bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kami”. Lalu Yesus menghembusi mereka sambil berkata, “Terimalah Roh Kudus”, (bdk. Yoh 20,22).
Hari ini Gereja merayakan pesta Kerahiman Ilahi. Pesta ini mau menunjukkan bahwa betapa besar kasih, belaskasihan dan pengampunan Allah kepada manusia yang rapuh dan mudah jatuh ke dalam dosa.
Kerahiman Allah sungguh nampak nyata di dalam hidup dan misi Yesus selama melaksanakan tugas perutusanNya, dan bahkan setelah Ia mati. Ia tetap menunjukkan cinta, belaskasihan dan pengampunan kepada murid-muridNya.
Sebab mereka mudah terombang-ambing, pengecut, dan bahkan menyangkal, mengkhianati dan meninggalkan Yesus sendirian menghadapi serta menjalani hukuman mati.
Bukti kerahiman Yesus ditampilkan lewat tindakan menunjukkan “lambungNya” kepada murid-murid dan rasul Thomas yang tertutup hati dan tidak mudah percaya.
Ajaran Gereja mengingatkan kita bahwa lambung Yesus yang terbuka serta mengalirkan darah dan air melambangkan cinta, belaskasih dan pengampunan Allah yang tak habis-habisnya kepada manusia.
Lambung Yesus yang terbuka mengundang kita untuk datang kepadaNya, mengalami cinta, belaskasihan dan pengampunanNya.
Pada saat yang sama, Tuhan Yesus mengutus kita untuk mewartakan Allah yang maharahim. Dan, tugas perutusan kita yang utama adalah “mengampuni dosa”. Artinya, melalui kata, sikap dan perbuatan kita mengalirkan cinta, belaskasihan dan pengampunan kepada sesama dan orang-orang di sekitar kita.
Karena itu, kita perlu belajar dari ayah mantan presiden India yang sungguh sadar bahwa reaksi spontan, sikap dan kata-kata negatif dari mulutnya akan sangat melukai hati isterinya. Ia mengajak kita untuk menjaga setiap kata dan laku kita agar tidak menyakiti hati dan perasaan orang-orang di sekitar kita.
Syarat supaya kita memiliki hati yang rahim, penuh belaskasih dan suka mengampuni, maka kita mesti mengikuti ajakan santo Yohanes untuk mengimani Yesus. Sebab orang yang percaya kepada Yesus lahir dari Allah, melakukan perintah-perintah Allah dan mengasihi anak-anak Allah.
Iman kepada Yesus sebagai Tuhan dan Mesias mengalahkan dunia. Artinya, kita yang percaya kepada Yesus Kristus memiliki kekuatan untuk mengalahkan dosa, kejahatan dan maut.
Yesus juga memampukan kita dengan rahmatNya untuk melunakkan hati yang keras, mengatasi egoisme, sikap iri hati, kebencian, suka balas dendam, senang melihat orang lain menderita dan mau menang sendiri.
Dengan demikian, kita bisa membangun keluarga, masyarakat, Gereja setempat dan lingkungan di mana kita hidup dan berkarya sebagai sebuah persekutuan hidup “sehati dan sejiwa”.
Semoga salam “damai bagimu” dari Yesus yang bangkit memenuhi hati, pikiran, perasaan dan seluruh hidup kita. Amen.
Kewapante, Minggu, 07 April 2024.
P. Gregorius Nule, SVD. ***
2 hari yang lalu