Dr Mantovanny Tapung
Jumat, 20 Mei 2022 12:32 WIB
Penulis:redaksi
RUTENG (Floresku.com) - Merebaknya fenomena slot perjudian online di kalangan masyarakat Manggarai Raya saat ini tampaknya mengundang perhatian serius dari dosen Ilmu sosial dan pendidikan Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Mantovanny Tapung.
Menurutnya, kegiatan judi online yang kian marak, baik dalam skala internasional, nasional, regional dan lokal menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Manggarai raya.
Kegiatan judi online, selain menjadi masalah pribadi tetapi juga bisa menjadi masalah sosial.
Disebut masalah pribadi karena yang giat berjudi online adalah oknum per oknum. Sedangkan disebut sebagai masalah sosial, ketika perbuatan per oknum tersebut berdampak dan berimbas pada terganggunya hubungan atau relasi dengan orang lain.
"Contoh, ketika seorang bapa atau Ibu berjudi online, menghabiskan waktu dengan berkonsentrasi di HP, maka perhatiannya terhadap isteri, suami dan anak semakin berkurang. Terjadi apa yang disebut parenting loss atau parenting gap (ketiadaan perhatian orang tua terhadap anak)," ungkap Mantovanny saat dimintai komentarnya oleh Floresku.com terkait maraknya judi online di wilayah Indonesia, termasuk di wilayah Manggarai Raya, pada Kamis 19 Desember 2022.
Dijelaskan Dr Mantovanny lebih lanjut, rata-rata peluang kemenangan slot judi online hanya 30 persen dan 70 persen peluang kalahnya (BBC.Com, 11 Mei 2022).
Bila seorang mengalami kekalahan, pasti kondisi kejiwaannya terganggu. Secara psikologis, lazimnya orang yang kalah, cepat sekali tersinggung dan marah, dan bahkan bisa menyebabkan terjadi tindakan kejaharan dalam keluarga, seperti munculnya Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Setidaknya terdapat 10-15 persenKDRT dan kejahatan lokal lainnya, yang terjadi pada masyarakat terkontribusi dari dampak perjudian dalam segala bentuk (offline, online, dll).
Sebab, judi dalam segala bentuk merupakan kejahatan terhadap ketertiban umum (public order crime) yang meskipun tanpa korban yang nyata (victimless crimes), tetapi dampaknya pada munculnya kejahatan kekerasan terhadap orang (violent personal crime) seperti pembunuhan, penganiayaan, dan pemerkosaan, juga berdampak pada munculnya kejahatan harta benda karena kesempatan (occational property crime), seperti pencurian kendaraan bermotor, pencurian di toko-toko besar, pencurian di mesin ATM, dll (Pratama, Kompas, Com., 2020).
Selain menyalahi norma budaya dan agama, kegiatan judi dalam segala bentuknya merupakan penampakan (manifestasi) dari perilaku menyimpang, yang sudah tentu melanggar norma hukum dan aturan berlaku, seperti pasal 303 bis Ayat (1) KUHP, pasal 27 Ayat (2) UU ITE No.11 Tahun 2008 dan UU Pasal 45 ayat (2) No.19/2016.
Namun perilaku menyimpang akan menjadi patologi sosial ketika semakin banyak orang yang bergiat di dalamnya, yang berdampak destruktif juga pada banyak orang.
Secara sosio-patologis, semakin banyak masyarakat yang terlibat dan terdampak oleh perbuatan-perbuatan menyimpang, maka akan menjadi semacam penyakit sosial yang menimbulkan penyakit sosial lainnya.
Hal ini akan menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan kejahatan (the vicious circle of poverty and crime).
Sadar atau tidak, penyakit sosial ini akan membahayakan sendi-sendi kehidupan bernegara bangsa. Lingkaran kemiskinan dan kejahatan ini, diciptakan secara sengaja karena kondisi tidak memiliki pengetahuan yang cukup dan etos/spirit hidup yang mengalami kelunturan.
Dalam hal ini, gaya hidup instan, pragmatis dan easy going menjadi beberapa variabel yang bisa juga turut berpengaruh.
Sejauh ini, untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia, perjudian bukanlah pilihan tepat untuk meningkatkan perekonomian, seperti melancarkan peredaran uang, dll.
Sebab, alih-alih untuk meningkatkan perekonomian, justru yang terjadi, sejumlah besar dana terbang keluar Indonesia tanpa terkontrol (uncontrolled capital flight) oleh pemerintah.
Cukup banyak uang masyarakat kita yang terbang ke Hongkong, Makau, Las Vegas, Melbourne, dll., lebih dari itu justru perjudian online telah menciptakan masyarakat yang terdegradasi dari sudut moral, budaya dan etos kerja yang bermartabat.
"Bayangkan! Bila ada 10 persen saja penduduk Manggarai yang berjumlah 349.000 jiwa berjudi online dengan rata-rata pengeluaran 7000 rupiah, maka dana yang terbang 245 juta per hari. Kalau 30 hari, maka dana yang terbang ke luar daerah tanpa terkontrol, yakni sebesar, 7,35 milyar. Untuk satu tahun terdapat 88,2 milyar uang dari Manggarai yang terbang ke luar negeri. Jumlah ini hampir mendekat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Manggarai yang berkisar di 98 milyard pertahun," ungkap Dr Mantovanny.
Lebih lanjut, Peraih penghargaan LEPRID (Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia) 2022 dalam bidang literasi ini menjelaskan bahwa, semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang untuk menatap layar smartphone, juga menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan dirinya. Selain berdampak timbulnya perilaku anti sosial dan minim relasi, juga menyebankan tingkat ketergantungan (adiktif) pada gawai. Hal ini bisa memunculkan penyakit yang disebut narkolema (narkotika lewat mata).
Menurut catatan WHO (Tempo, 2018), lanjut Dr. Mantovanny, penyakit ini menjadi penyakit baru urutan ketiga setelah Diabetes dan Jantung.
Sangat sulit untuk disembuhkan karena langsung menyerang sistem syaraf pusat otak manusia. Masyarakat yang tidak cerdas dalam menggunakan gawai pintar seperti ini sangat beresiko dan rentan dengan prevalensi narkolema ini.
Pertanyaannya, mengapa judi online ini semakin merebak dan sulit dikontrol oleh otoritas hukum (kepolisian) dan otoritas moral (agama)?
Mantovany mengutip pikiran dari Zurohman, dkk (2016) dalam artikel yang berjudul “Dampak Fenomena Judi Online terhadap Melemahnya Nilai-nilai Sosial pada Remaja (Studi di Campusnet Data Media Cabang Sadewa Kota Semarang)” yang dimuat pada Journal of Educational Social Studies, selain karena lemahnya control sosial dari otoritas hukum dan moral, menurut Bourdieu dalam teori generative, menyebut judi online merupakan praktik sosial hasil dari rumus: (Habitus x Modal) + Arena = Praktik.
"Kebiasaan atau budaya judi semakin merebak bila dipicu dengan sedikit modal dan ditambah dengan adanya ruang yang bebas tanpa control, maka munculnya kegiatan deviatif dan patologis ini," pungkasnya. (Jivansi). ***
3 tahun yang lalu
3 tahun yang lalu