labuan bajo
Minggu, 15 Agustus 2021 19:27 WIB
Penulis:redaksi
Editor:Redaksi
LABUAN BAJO (Floresku.com) – Posisi Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) terus digoyang. Kelompok masyarakarat sipil dan pegiat lingkungan hidup terus mengkampanyekan bahwa BPOPLBF tidak memiliki hak atas lahan tersebut. Apalagi menerapkan skema penghapusan hutan menjadi “kawasan bukan hutan” dan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam (IUPSWA).
Masterplan lahan 400 ha, ‘milik’ BPOLBF
Hutan Bowosie memang sudah lama memincut hati pemerintahan Joko Widodo. Makanya, dalam wawancara dengan media ini pada pertengahan Februari 2021 lalu, Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina mengatakan bahwa kehadiran dan aktivitas BPOLB di Labuan Bajo, termasuk di Bowosie atas perintah Preiden Joko Widodo sendiri.
Waktu itu, Shana Fatina juga memperlihatkan kepada media ini masterplan pengembangan parwisata Labuan Bajo, termasuk area seluas 400 ha di kawasan hutan Bowosie. Dalam dokument itu tertera bahwa privatisasi kawasan hutan ini melalui dua skema yaitu, pertama, perubahan kawasan hutan jadi bukan hutan alias area penggunaan lain (APL). APL ini seluas 136,28 hektar. Kedua, melalui skema usaha pemanfaatan jasa lingkungan alam (IUPSWA) dengan lahan 236,72 hektar.
Dalam dokomnen itu juga terulis jenis-jenis usaha bisnis pariwisata yang akan dibangun di lahan itu terbagi dalam empat distrik yaitu cultural district (114,73 hektar), leisure district (63,59 hektar), wildlife district (89,25 hektar), dan advencture district (132,43 hektar). Yang termasuk dalam cultural district antara lain cultural center + performance center, hotel+mice (168 keys), Bajo gallery, commercial village, family hotel resort (17 bungalow+ 96 kamar).
Kemudian, disebutkan akan dibangun leisure district terdiri dari high-end resort (29 bungalow +126 kamar), worship center + pilgrimage, dan forest walk. Wildlife district terdiri dari cliff restaurant, lumina forest, interpretation center, outdoor theater, mini zoo dan natural reserve galerry.Sedangkan adventure district terdiri dari high-end clamping (hotel glamour camping 25 keys), lookout point, cable car line length, elevated ciycling, luge ride, dan bike zipline.
Dari informasi tentang skema dan jenis-jenis bisnis itu, setidaknya ada dua hal jadi jelas. Pertama, kendati privatisasi kawasan hutan ini dalam dua skema berbeda, pembangunan infrastruktur dalam skala luas tetap merata tersebar di lahan 400 hektar ini.
Kedua, kendati meski dipilah dalam empat district dan diberi nama yang kental bernuansa alam dan budaya, elemen paling dominan dari bisnis ini adalah resort dan hotel. Pada semua distrik ada bangunan hotel dan resort-resort mewah yang akan memanfaatkan lahan skala besar.
Ketiga, sebagai implikasi dari penerapan omnibus law, disebutkan, perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dalam kawasan ini akan terbebas dari kewajiban mengurus Izin amdal/UKL-UPL serta izin mendirikan bangunan.
Reaksi Masyarakat Sipil dan Pegiat Lingkungan Hidup
Tak hanya pemerintah pusat yang punya hati atas lahan Bowisie. Tapi, juga masyarakat sipil dan para pegiat lingkungan hidup.
Keleompok ini juga sudah lama menaruh kepedulian atas masalah sosial dan lingkungan hidup di kawasan wisata labuan Bajo, terutama ketika pemerintan mencanangkan pengembangannya secara besar-besaran, untuk menjadikan desitinasi super premium.
Kelompok ini tak pernah berhenti menyuarakan kegelisahaan mereka. Terakhir, melalui akun twitter@KawanBaikKomodo pada Sabtu, 14 Agustus 2021, mereka mentwit begin: ,‘Selamatkan hutan Bowosie Flores, buang oligarki pada tempatnya.”
Kemudian mereka mentwit lagi, ”Sudah lama warga, pelaku pariwisata dan pegiat lingkungan menentang proyek Pemerintah Pusat ini. Mereka berpendapat, bangun hotel, bar, restoran, dan lain-lain di luar kawasan hutan saja. Hutan ini harus dijaga. @jokowi@sandiuno@SitiNurbayaLHK”.
“Bicaranya “mengembangkan pariwisata berkelanjutan” “kelas dunia”, kelakuannya alihfungsi hutan dan taman nasional u dibagi ke perusahaan-perusahaan@jokowi@sandiuno@SitiNurbayaLHK.” Tulis akun itu pula.
Seorang netizen bernama P. Irawan@PopiIrawan menanggapi @KawanBaikKomodo@jokowi, “Sebenarnya sustainable tourism (ST) dan “kelas dunia” itu kontradiktif. Nggak ada ST kok pakai level. Parameternya bukan level. Jika pun ada, praktik-praktikST biasanya dlm skala kecil.”
Sehari sebelumnya (13/8) Kawan Baik Komodo@KawanBaikKomodo menulis: “Ini twit tentang langkah konyol Presiden Joko @jokowialihfungsi 400 ha hutan di puncak kota Labuan Bajo untuk dibagi-bagi ke perusahaan-perusahaan untuk bangun hotel, resort, bar, restaurant, sarana rekreasi, dan pusat perdagangan (business center).”.
Mencabut pilar BPOLBF
Yang lebih punya hati tentu saja warga Labuan Bajo sendiri. Mereka tak sudi ‘kampung halaman’ mereka diobarak abrik untuk sebuah proyek yang nota bene ‘dikerjakan’ dan ‘akan dinikmati’ para pengusaha besar yang tentu saja datang dari luar kampung mereka.
Oleh karena kecintaan akan kelestarian ‘kampung halamannya’ warga Kompleks Pertamina Pasar Baru, Desa Gorontalo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), terpaksa bertindah agak nekad, mencabut pilar yang ditanam oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Sabtu (14/8/2021). Mereka menilai BPOLBF tidak mengindahkan keputusan yang sudah disepakati bersama..
“Tadi pertemuan awal proses pemasangan pilar tidak dilanjutkan, karena sempat dihadang masyarakat. Tetapi mereka tiba-tiba pasang pilar. Kami kaget. Makanya kami cabut. Ada delapan pilar yang dicabut,” ujar tokoh masyarakat setempat, Simon Seal saat ditemui di lokasi. Begitu tulis, media ekorantt.com (15/8).
Menurutnya, pilar tersebut berada di kawasan pemukiman dan areal pertanian yang selama ini digarap warga. Apalagi kegiatan tersebut dilakukan secara tiba-tiba, tanpa sosialisasi, dan informasi resmi dari BPOLBF. Hal ini pun yang memicu kekesalan warga.
“Kami sudah menempati lahan ini sudah puluhan tahun. Usaha untuk menjadikan hutan lindung ini sebagai lahan areal penggunaan lain (APL) telah diperjuangkan sejak lama. Kegiatan hari ini tidak pernah diinformasikan. Kami kaget, petugas datang pasang pilar di sekitar rumah warga,” jelasnya.
Simon berharap, BPOLBF menjelaskan apa maksud dan tujuan kehadirannya di wilayah tersebut. Sehingga tidak mengambil lahan yang sudah menjadi sumber mata pencaharian warga.
Merusak Bentang Air di Labuan Bajo dan Sekitarnya
Lahan Bowosie memang membuat hati banyak pihak kepincut. Tapi, masing-masing punya alasanya yang berbeda. Bahkan, tujuan dari berbagai pihak yang kepincut hatinya, bukan saja tidak sama, tapi justru bertentangan. Pemerintah pusat kepincut hatinya atas lahan Bowosie dan ingin menyulapnya menjadi area bisnis yang mendatangkan pemasukan bagi negara.
Perusahaaan yang menjadi operator proyek justru kepincut hatinya untuk merambahkan lahan Bowosie guna menggeruk keuntungan bagi kantong perusahaannya.
Sementara itu, masyarakat sipil dan pegiat lingkungan kepincut hatinya karena merasa gelisah akan potensi kerusakan lingkungan.
Publik terus menggoyang BPOLBF yang menjadi perpajangan tangan pemerintah pusat untuk proyek pengembangan pariwisata di Labuan Bajo dan Flores secara umum. Pasalnya, proyek tersebut berporensi merusak linngkungan hidup dan kenyamanan hidup masyarakat loal.
Doni Parera, Koordinator LSM Ilmu menjelaskan, secara ekologi hutan ini memiliki sejumlah arti penting. Lestarinya hutan yang terletak di perbukitan kota dan kampung-kampung itu membantu mencegah banjir bagi kota Labuan Bajo dan sekitarnya, dan memungkinkan persediaan air bersih bagi warga serta sawah-sawah di sekitar itu.
“Hutan yang membentang di beberapa wilayah adat yakni Kampung Lancang, Wae Mata, Kaper, Merombok, Nggorang, Watu Langkas dan Dalong itu merupakan daerah tangkapan air untuk 14 mata air di dalam Kota Labuan Bajo dan sejumlah mata air lainnya di wilayah Nggorang,” ujarnya sebagaimana dikutip mongabay.com beberapa waktu lalu.
Nah, kalau sampai di situ motivasi mereka, -tanpa embel-embel lain- maka siapa pun patut angkat jempol dan memberikan dukungan. Namun, apabila ada motivasi lain, misalnya supaya donor pendanaan dari LSM asing bisa tetap mengalir, nah itu juga akan menjadi masalah. Jika demikian ceritanya, maka mereka itu sama saja dengan pemerintah ataupun perusahaan bisnis yang mereka kritisi.
Kalau sudah demikian, warga komunitas Labuan Bajo dan pemangku wilayahn hutan Bowosie, hanya bisa bersparah dan berdoa kepada Tuhan: “Mudah-mudahan malapetaka dapat dijauhkan.” (Maxi A. Perajaka)
2 bulan yang lalu
2 bulan yang lalu
2 bulan yang lalu