Sabtu, 30 April 2022 22:02 WIB
Penulis:redaksi
LABUAN BAJO (Floresku.com) - Penentuan lahan 400 hektare untuk Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo dilakukan secara tertutup dan mengabaikan keadilan bagi masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Francis Dohos Dor selaku kuasa hukum Kelompok Masyarakat Racang Buka (KMRB) kepada media ini, Sabtu 30 April 2022.
"Bukti penertiban yang digaungkan secara terus menerus oleh Pemerintah Daerah Manggarai Barat dan KPH Mabar tidak lebih dari topeng gerakan yang menutupi fakta sesungguhnya bahwa penentuan lahan 400 ha BOPLBF dilakukan secara tertutup dan syarat akan kepentingan politis semata yang mengabaikan keadilan bagi masyarakat. Semua ini kita tuangkan dalam Rapat Mediasi yang dipandu oleh Kapolres Mabar pada malam tanggal 26 April 2022", kata Francis Dohos.
Ia menyampaikan hal tersebut setelah membaca kronologi penertiban KMRB dari tahun ke tahun sejak tahun 1994.
Bagi Francis, KMRB tidak pernah menampik adanya penertiban yang dilakukan oleh Pemda Mabar dan KPH Mabar sepanjang penguasaan fisik yang KMRB lakukan sejak 1999. Secara hukum, KMRB menyatakan bahwa bukti-bukti penertiban itu mengandung dua makna.
Pertama, teranglah bahwasannya KMRB ada menguasai lahan di lokasi Rade Sahe, Lengkong Cowang, Racang Buka, dan Golo Wae Nahi
Kedua, berdasarkan penertiban tersebut berisi larangan buat rumah dan buka kebun telah terang itikad baik penguasaan KMRB. Tidak ada penertiban terkait dengan Illegal Loging.
Itikad baik ini penting karena SKB 4 Menteri 2014 dan Perpres 88 Tahun 2017 dan UU Pokok Argraria sebagaimana spirit Reforma Agraria itu mengedepankan Itikad Baik Penguasaan yang menjadi dasar Kebijakan Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Kawasan Hutan.
Ia menyampaikan hal yang paling membingungkan yaitu 38 APL sebagaimana produk SK Kemen LHK Tahun 2016 yang ternyata semakin terang adalah Aset Pemda Mabar yang baru diketahui Pemda Mabar pasca menguatnya gesekan BOP LBF dengan KMRB dan Masyarakat Lancang di tahun 2021.
"Bagaimana mungkin Pemda Mabar baru tahu kalo ada asetnya 38 Ha APL telah dia kantongi sejak 2016. Ini pula menguatkan kekhawatiran ratusan rumah dan toko-toko usaha Warga di Pertamina dalam areal 38 ha tersebut ternyata tidak ada kejelasan juga, sebab tidak ada kepastian pengelolaan 38 APL itu untuk mereka", tegas Francis.
Selain itu, kuasa hukum KMRB itu menyampaikan, jejak-jejak kontrol pencarian lahan 400 ha di tahun 2015 itu sudah dikantongi oleh KMRB. Situasi di Bowosie ini mirip juga yang dialami Masyarakat Danau Toba yang gesekannya itu terjadi terkait dengan lahan otorita BOP Danau Toba.
"Harus jujur diakui bahwa penentuan lahan otoritatif tidak pernah dilakukan berdasarkan prinsip keterbukaan, sehingga tidak salahlah bahwa penertiban yang dilakukan oleh Pemda Mabar dan KPH Mabar paska 2015 hanya upaya politis untuk memastikan 400 ha Lahan Otoritatif itu menjadi lahan BOPLBF", tutupnya. (Tedy N.) ***