Menkomdigi Meutya Hafid: Transformasi Digital Inklusif Indonesia Tarik Perhatian Dunia

Jumat, 11 Juli 2025 11:54 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

meutya.jpeg
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid dalam sesi 'The Role of Governments and all Stakeholders in the Promotion of ICTs for Development', Jenewa, Swiss, Rabu (09/07). (Dok Humas Kemkomdigi)

JAKARTA (Katolikku.com)  — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa transformasi digital yang tengah berlangsung di Indonesia telah menjadi sorotan global. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi panel internasional bertajuk “The Role of Governments and all Stakeholders in the Promotion of ICTs for Development”.

Menurut Meutya, perhatian dunia terhadap Indonesia bukan tanpa alasan. Negeri ini dinilai menjalankan model transformasi digital yang inklusif, tidak hanya terfokus pada pusat-pusat ekonomi perkotaan, tetapi juga menjangkau hingga ke pelosok negeri.

“Konektivitas digital adalah hak semua orang, bukan hak istimewa segelintir kelompok. Internet harus hadir di pedesaan, perkotaan, hingga daerah terpencil,” ujar Meutya dalam pernyataan resminya yang diterima RRI.co.id, Kamis (10/7).

Pemerintah, lanjut Meutya, terus menggencarkan penguatan infrastruktur digital sebagai tulang punggung transformasi, sembari membangun kapasitas masyarakat dalam memanfaatkan teknologi secara bijak dan produktif.

Strategi Indonesia dalam transformasi digital mencakup tiga pilar utama: pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta penguatan literasi digital di seluruh lapisan masyarakat. Ketiganya dijalankan secara terpadu untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam arus digitalisasi.

Hingga Juli 2025, program 10.000 Desa Digital yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digital telah menjangkau 4.132 desa. Pencapaian ini telah menghubungkan lebih dari 3,8 juta warga di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) ke layanan digital dasar seperti internet, layanan publik daring, serta akses informasi dan pendidikan.

“Transformasi digital bukan hanya soal teknologi, tetapi soal keadilan sosial dan pemberdayaan ekonomi,” tegas Meutya.

Dengan pendekatan inklusif ini, Meutya optimistis bahwa Indonesia tidak hanya akan tumbuh sebagai kekuatan ekonomi digital kawasan, tetapi juga menjadi model bagi negara berkembang lainnya dalam membangun ekosistem digital yang adil, tangguh, dan partisipatif. (Rachel)