Nagekeo
Sabtu, 13 Juli 2024 11:02 WIB
Penulis:redaksi
BANYAK orang pandai berbicara tentang pengelolaan Anggaran Pendapapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mereka mengemukakan banyak gagasan tentang bagaimana mengelola APBD yang baik. Atau, sebaliknya mereka menyampaikan kritik atas cara pengelolaan APBD yang dianggap belum efektif.
Semua itu sah-sah saja. Namun menilik sejarah Kabupaten Nagekeo, sejak berdiri tahun 2007, baru pada tahun 2019, semenjak Yohanes Don Bosco Do (Bupati) dan Marianus Waja (Wakil Bupati), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Nagekeo meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Hebatnya , selama masa kepemimpinan Don-Marianus, tahun 2019-2023, LKMD Nagekeo konsiten meraih Opini WTP, lima kali berturut-turut, tanpa jedah.
Sebelumnya, pada periode 2007-2018, LKPD Nagekeo selalu mendapat opini wajar dengan pengecualian dan disclaimer dari BPK.
Pada disclaimer of opinion, auditor (BPK) tidak menyatakan pendapat. Auditor BPK menyatakan pendapat tidak wajar setelah memperoleh bukti bahwa banyak fakta material yang dibutuhkan tidak ditemukan dalam laporan keuangan.
Atau sebaliknya, auditor BPK menemukan fakta bahwa ada pengeluaran yang tidak jelas dan aset yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, auditor BPK menyimpulkan bahwa LKPD salah saji, baik secara individual maupun agregat, bersifat material dan meresap dalam laporan keuangan.
Dalam diskusi dengan Beritasatu.com pada pertenghan November 2021 lalu, Rektor Universitas Trilogi Mudrajad Kuncoro mengatakan bahwa banyak kasus korupsi di daerah yang terindikasi oleh laporan keuangan.
“Opini disclaimer biasanya mengindikasikan kasus korupsi. Sebaliknya, opini WTP menunjukkan sebuah tata kelola yang baik," ujar Kuncoro sebagaimana dikutip Beritasatu.com, Minggu, 21 November 2021.
Opini WTP, Indikator Penting Good Governance
Sejatinya, cita-cita untuk meraih Opini WTP dari BPK sudah muncul tak lama setelah Kabupaten Nagekeo resmi dibentuk, 22 Mei 2007.
Situs www.bpkp.go.id (Jumat, 14 Maret 2008), menulis, dalam kesempatan kunjungan kerja Kepala Perwakilan BPKP NTT ke Nagekeo, Selasa 11 Maret 2008, Pj. Bupati Nagekeo, Drs. Elias Djo, meminta Perwakilan BPKP NTT, mengawal Pemerintah Kabupaten Nagekeo menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Kala itu Elias Djo mengungkapkan berdasarkan pengalamannya menjadi Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Ngada, salah satu indikator utama keberhasilan kepala daerah dalam mengemban amanah rakyat adalah keberhasilan dalam mengelola secara baik keuangan daerah secara transparan dan akuntabel.
Menurut dia, keberhasilan ini akan tercermin dari opini WTP BPK dalam laporan hasil auditnya terhadap laporan keuangan pemerintah daerah.
Dengan keterbatasan jumlah pegawai dan minimnya pegawai yang menguasai pengelolaan keuangan daerah yang berbasis akuntansi, Elias waktu itu berharap BPKP NTT dapat mengawal dan membantu pemerintah Kabupaten Nagekeo mewujudkan good governance atau tatakelola pemerintahan yang baik supaya LKPD bisa meraih opini WTP.
Apa yang dikemukakan Elias Djo dua dekade silam diteguhkan oleh laporan kajian yang dilakukan Staf Ahli Bidang Keuangan Pemerintah Daerah Dadang Ahmad Rifa’i, pada awal Maret 2023 lalu.
Melalui laporan bertajuk “Kajian Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas LKPD: Studi pada Daerah yang Belum Memperoleh Opini WTP”, Dadang mengungkapkan bahwa belum memadainya kompetensi sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor yang menyebabkan kualitas sejumlah LKD masih rendah dan tidak bisa meraih opini WTP.
Makna Opini WTP
Pada prinsipnya, opini WTP bukan hasil audit asal-asalan. Sebab, diketahui BPK memberlakukan pedoman dan standar yang ketat dalam melakukan pemeriksaan atau audit LKDP.
Dalam hal ini, BPK bekerja berpedoman pada amanat UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 tentang tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Selain itu, BPK mendasarkan diri pada PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan ini menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip- prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Anggota II BPK Daniel Lumban Tobing pernah mengatakan Opini WTP mengandung makna bahwa informasi keuangan yang ada dalam sebuah Laporan Keuangan telah disajikan dengan wajar, khususnya mencakup empat hal yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta efektivitas sistem pengendalian internal.
Menurut dia, setiap lembaga pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah yang meraih opini WTP harus terus mempertahankan standar pengelolaan keuangan yang ada dan harus terus mendorong pengembangan sistem pengendalian internal yang memadai serta penerapan Governance, Risk, and Compliance (GRC) di lingkungan pemerintahnya masng-masing.
Lalu, bagaimana audtor BPK sampai pada opini WTP terahadap LKPD Nagekeo?
Pada prinsipnya, opini WTP atas LKPD Nagekeo, tidak muncul secara serta merta. Sejumlah staf di badan anggaran Kabupaten Nagekeo yang mengalami secara langsung proses audit BPK mengatakan opini WTP terhadap LKPD Nagekeo diberikan, setelah BPK melakukan audit atas semua data dan informasi keuangan yang material sesuai prosedur audit.
Menurut mereka proses audit pun berlangsung lancar dan leluasa, tanpa ada intervensi atau tekanan dari pihak manapun.
Mereka mengisahkan selama proses audit, orang BPK benar-benar bersikap tegas, dan terkesan ‘sangar’.
“Saat lakukan pemeriksaan orang BPK berdiri di belakang sambil memantau bagaimana kami menyajikan data berikut bukti-buktinya. Saya dan teman-teman sempat grogi dan stres saat pemeriksaan itu. Tapi, syukurlah, kami bisa menyajikan semua data dan bukti-buktinya yang mereka butuhkan,” kata seorang staf yang enggan disebutkan namanya
Lalu, apa makna LKPD Nagekeo memperoleh opini WTP?
Opini WTP adalah bukti bahwa Pemkab Nagekeo di bawah pimpinan Don-Marianus telah menerapkan suatu sistem pengendalian internal yang kuat sehingga pengelolaan APBD berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Opini WTP adalah juga bukti bahwa Pemkab Nagekeo telah menggunakan sistem penilaian risiko dan pemilihan metode tata kelola yang tepat, sehingga dapat mgendalikan proses pembangunan sehingga meraih hasil yang membawa manfaat bagi warga masyarakat.
Opini WTP juga mencerminkan bahwa reformasi birokrasi mulai efektif sehingga ASN memenenuhi kewajibannya (compliance): tidak melakukan penyelewangan/korupsi; dan tidak melalaikan kewajibannya membuatan catatan/laporan pertanggung jawabab keuangan di dinas atau unitnya masing-masing.
Dengan kata lain, opini WTP jadi bukti bahwa ASN Nagekeo telah mampu menenuaikan kewajibannya mendokumentasikan dan menggadministrasi seluruh kegiatan secara benar dan tertib sehingga bisa memberikan informasi baik keuangan dan non keuangan yang dapat diandalkan kepada BPK selaku auditor.
Digitalisasi APBD
Keberhasilan Pemkab Nagekeo menyajikan LKPD yang benar dan tepat sehingga meraih opini WTP dimungkinkan karena pengelolaan APBD dijalankan secara kredibel, transparan dan akuntabel.
Hal ini tercipta karena selama masa pemerintahaannya, Don-Marianus menindaklanjuti program yang telah dirintis oleh pemerintah sebelumnya, melakukan digitalisasi APBD.
Diketahui, digitalisasi ABPD di Nagekeo dimulai tahun 2017 melalui implementasi aplikasi perencanaan daerah atau biasa disebut e-planning. Kemudian sejak 2018, di bawah pendapingan PT Integra Inovasi Indonesia, Pemkab Nagekeo mulai mengembangkan E-Budgeting, sebagai aplikasi kelanjutan dari aplikasi E-Planning yang diintegrasikan untuk proses penyusunan anggaran daerah.
Dalam rangka mengefektifkan kinerja dalam mendukung program e-government Don-Mariaus berusaha mengimplentasi diigitalisasi APBD, khususnya aplikasi E-Budgeting, secara konsisten. Alhasil, selama masa kepemiminan mereka, proses penyusunan anggaran berjalan lebih efektif dan transparan.
Selain menerapkan E-Budgeting, Don-Marianus Nagekeo juga konsisten memberlakukan proses pelelangan proyek secara digital atau online.
Pelelangan atau proses tender proyek secara digital menutup peluang bagi oknum tertentu untuk mencubit anggaran. Dengan lelang secara online, pihak mana pun, termasuk politisi di DPRD tidak bisa melakukan intervensi atau tidak bisa mengubahnya. Perubahan hanya bisa dilakukan lewat kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif
Melalui sistem digitalisasi APBD, semua proyek yang berasal dari pokok pikiran (pokir) anggota dewan dieksekusi oleh eksekutif.
Digitalisasi APBD juga tercermin melalui proses pengadaan barang secara elektronik (e-procurement) dan pembelian barang secara online (e-catalog).
Jadi, melalui implementasi sistem digitalisasi Don-Marianus dapat menutup peluang hanky-panky atau tipu daya dalam pengelolaan APBD.
Opini WTP dan Berkah DID yang Patut Disyukuri
Selain mencerminkan kredibilitas pengelolaan ABPD, opini WTP memungkinkan Pemkab Nagekeo mendapatkan dana insentif daerah (DID) dalam jumlah signifikan.
Situs dipk.kemenkeu.go.id menyebutkan bahwa penetapan Perda APBD tepat waktu, implementasi e-government (e-budgeting dan e-planning), dan .opini WTP dari BPK atas LKDP merupakan syarat utama yang harus dipenuhi agar pemerintah kabupaten/kota mendapatkan DID.
Persyaratan yang ditetapkan oleh Kemenkeu tersebut dapat dipenuhi oleh Pemkab Nagekeo selama masa kepemimpinan Don-Marianus periode 2019-2023.
Itulah sebabnya, sejak tahun 2020 Pemkab Nagekeo selalu menerima DID sebagai kontraprestrasi atas penerapan e-goverment dan peraihan opini WTP dari BPK.
Tercatat, pada tahun 2020, sebagai kontrapestasi setelah meraih opini WTP atas LKPD tahun 2019, Pemkab Nagekeo mendapatkan DID senilai Rp23.710.906.000,00.
Pada 2021, Pemkab Nagekeo mendapatkan DID sebesar Rp8.410.250.000,00, karena LKPD tahun 2020 mendapatkan opini WTP dari BPK.
Memang, dari sisi jumlah, DID tahun 2021 menurun secara signifikan dari tahun sebelumnya. Hal itu terjadi karena pemerintah pusat (Kemenkeu RI) sedang memusatkan perhatian dan anggarannya pada penanganan pandemi Covid-19.
Meski demikian, pada tahun yang sama, tepatnya pada Kamis 11 November 2021, Kemenkeu RI, melalui Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Ende, Mat Hari, memberikan penghargaan kepada Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do. Penghargaan tersebut merupakan wujud apresiasi atas LKPD Nagekeo yang meraih opini WTP selama dua tahun berturut-turut.
Tahun 2021, LKPD Nagekeo kembali meraih opini WTP . Sebagai kontraprestasi, pada tahun 2022 Pemkab Nagekeo juga memperoleh DID, meski jumlahnya hanya sebesar Rp 2.301.731.000,00.
Penurunan jumlah DID juga disebabkan kerena Kemenkeu RI masih fokus pada upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Selanjutnya, atas LKPD Kabupaten Negekeo tahun 2022, BPK memberikan Opini WTP.
Namun dengan beberapa catatan BPK antara lain: Pembayaran iuran JKN PBI belum berdasarkan data kepesertaan yang mutakhir dan membebani keuangan daerah senilai Rp159.110.000,00; Pemberian insentif/honor pengelola keuangan BOS tidak sesuai ketentuan senilai Rp582.932.000,00; Belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan sehingga terjadi kelebihan pembayaran senilai Rp66.783.795,00;dan terdapat kekurangan volume atas tujuh paket pekerjaan dan denda atas empat paket pekerjaan pada Dinas PUPR.
Catatan-catatan tersebut bersifat tidak material dan tidak mempengaruhi kewajaran LKPD tahun 2022, sehingga BPK memberikan opini WTP.
Sebagai kontraprestasi, pada tahun 2023 Pemkab Nagekeo menerima DID sebesar Rp5.904.794.000,00. Pada 2023, Pemkab Nagekeo kembali meraih opini WTP untuk yang kelima kalinya. Namun, hingga artikel ini ditulis, belum diketahui berapa besar DID yang akan didapatkan Pemkab Nagekeo sebagai kontraprestasinya.
Jadi, dalam konteks Nagekeo yang kondisi finansial masih belum cukup kuat, opini WTP adalah suatu berkah yang patut disyukuri. Sebab, dengan opini WTP, Pemkab Nagekeo dapat menerima DID dalam jumlah yang signifikan.
DID sangat bermanfaat untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan penduduk Nagekeo.
Sebagai misal, ketika menerima DID tahun 2020, Bupati Don menjelaskan bahwa DID tersebut digunakan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi di era tatanan normal baru produktif dan aman Covid-19 dengan berbagai pilihan kegiatan yang akan diatur oleh Pemerintah Daerah.
Termasuk di dalamnya adalah upaya mendukung penguatan terhadap UMKM, Koperasi, penataan pasar tradisional serta penanganan Covid-19 bidang kesehatan maupun pemberian bantuan sosial. (Silvia S. Yangke).
22 hari yang lalu