Pemprov NTT: Pertemuan di Desa Rindi, Sumba Timur Berakhir dengan Pelukan

Rabu, 01 Desember 2021 21:11 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

guber.jfif
Suasana pertemuan antara Pemprov NTT dan masyarakat adat Rindi, Sumba Timur (Youtube Zakaria)

KUPANG (Floresku.com) – Pemerintah Provinsi NTT mengklarifikasi perihal insiden ‘adu mulut’ Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat  dengan pemilik tanah di Sumba Timur dalam sebuah pertemuan membahas proyek pembiakan sapi di Desa Rindi, Desa Rindi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur  Sabtu 27 November lalu.

Berbeda dengan ‘suasana panas’ yang tampak dalam tayangan video  yang beredar di berbagai platform media sosial sejak Minggu (28/11), rilis tersebut justru menjelaskan  bahwa pertemuan berakhir damai.

Gubernur Viktor memberikan solusi-solusi untuk masukan dari masyarakat, termasuk pengelolaaan tanah yang tdk bisa ditanami rumput, pemakaian embung, juga akan ada pertemuan berikut dimana Viktor akan diundang ke desa untuk bertemu secara adat.

Dialog berakhir sekitar pukul 10.58 WITA dengan salaman dan pelukan antara Viktor dan tetua adat yang masih ada dan masyarakat sekitar. 

Bahkan saat dalam perjalanan Gubernur Viktor sempat turun dari mobil untuk menyapa lagi masyarakat yang sedang berkumpul di dekat UPT.

Dalam rilis tersebut Pemprov NTT  menjelaskan bahwa insiden tersebut  terjadi pada Sabtu (27/11) sekitar pukul 10.00 WITA. 

Rilis tersebut menerangkan bahwa insiden tersebut terjadi karena sikap Umbu Maramba Hawu bersikukuh bahwa tanah tersebut sudah diserahterimakan ke pihak ketiga, sikap tidak sopan seorang pemuda berbaju jihau yang selalu menggerutu selama Gubernur Viktor berbicara.

Kala itu, demikian tulis rilis itu, rombongan Gubernur NTT tiba di UPT di Sumba Timur dalam rangka kunjungan untuk melihat persiapan lahan untuk pembibitan sapi jenis Wagyu yang diimpor khusus untuk dikembangkan di Sumba.

Turut hadir dalam kegiatan itu, Bupati Belu untuk studi lapangan, karena di Belu pun sedang disiapkan lahan sekitar 500 hektar untuk pembibitan sapi jenis Wagyu.

"Kami mengitari area UPT sampai sekitar jam 10.20 berkumpul di depan UPT karena ada permintaan dari masyarakat setempat untuk bertemu pak Gubernur," begitu bunyi rilis Pemprov NTT.

Dalam pertemuan itu, topik yang ditanyakan adalah "siapa yang menyerahterimakan tanah tersebut dan kapan", dan ditanyakan berkali-kali, sekalipun sudah dijawab dengan gamblang oleh pak Gubernur.

Gubernur NTT berkali-kali menjelaskan bahwa tanah tersebut tidak diserahterimakan ke pihak manapun, karena tanah tersebut adalah milik Pemprov NTT yang akan dikelola untuk kesejahteraan rakyat di Sumba.

Tetapi Umbu Maramba Hawu tetap bersikukuh bahwa tanah tersebut sudah diserahterimakan ke pihak ketiga. 

Sampai akhirnya Gubernur menjelaskan kalau PT Asia Beef itu tidak pernah membeli atau diserahterimakan tanah tersebut. Pihak PT Asia Beef hanya pihak ke-3 yang diajak bekerja sama oleh Pemprov untuk membantu pengelolaan peternakan dari awal, karena mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan sapi Wagyu.

Nanti ke depannya masyarakat sekitar yang mau dilatih untuk mengelola dan berpartisipasi, maupun yang mau memelihara sapi jenis Wagyu yang dikembangkan di Sumba, semua akan difasilitasi.

Bahkan tanah di dalam area peternakan yang tidak bisa ditanam rumput akan diserahkan untuk dikelola masyarakat untuk pertanian.

Akan tetapi Umbu tetap bersikukuh dan selama ada dialog, dari sebelah kanan Viktor pemuda berbaju hijau muda memakai masker terus menyelutuk dan menggerutu dengan nada provokasi.

Sepanjang dialog berlangsung pemuda ini terus menerus menyelutuk dengan tidak beretika. Sudah ditegur oleh orang sekitar maupun mereka yang ikut selama rombongan Gubernur tapi tidak digubris.

Viktor sendiri masih berusaha berdialog yang baik dengan tetua adat yang sempat emosi dan merobek bajunya minta ditembak, padahal sedang dijelaskan dengan baik.

Karena menyelutuk berkali-kali, Viktor pun kehilangan kesabaran dan langsung menegur pemuda tersebut.

Setelah itu tetua itu tersinggung dan bangun minta pemuda itu ikut jalan sambil berteriak-teriak. Kejadian sekitar jam 10.35 WITA.

Setelah kedua orang ini pergi, tetua masyarakat yang lain masih tinggal dan melanjutkan dialog yang berakhir damai dan Viktor memberikan solusi-solusi untuk masukan dari masyarakat, termasuk pengelolaaan tanah yang tdk bisa ditanami rumput, pemakaian embung, juga akan ada pertemuan berikut dimana Viktor akan diundang ke desa untuk bertemu secara adat.

Dialog berakhir sekitar pukul 10.58 WITA dengan salaman dan pelukan antara Viktor dan tetua adat yang masih ada dan masyarakat sekitar. Bahkan saat dalam perjalanan Viktor sempat turun dari mobil untuk menyapa lagi masyarakat yang sedang berkumpul di dekat UPT.***