Pengamat Politik, Sebastian Salang: Pertemuan Prabowo - Megawati Krusial untuk Stabilitas Bangsa

Jumat, 04 Oktober 2024 12:31 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

171seba.jpg
Pengamat Politik: Sebast Salang (Dokpri)

JAKARTA (Floresku.com) - "Menjelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih pada 20 Oktober 2024, rencana pertemuannya dengan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP, memicu perhatian luas di kalangan masyarakat dan pemerhati politik. 

Pertemuan ini dianggap krusial dalam mengukuhkan stabilitas politik dan memastikan dukungan yang kuat dari PDIP, partai pemenang Pemilu 2024. 

Dengan adanya rencana pertemuan ini, banyak pihak yang bertanya-tanya mengenai tujuan strategis dari pertemuan tersebut dan memaksakannya terhadap masa depan politik Indonesia pasca-pelantikan.

Pertemuan Krusial di Tengah Dinamika Politik

Sebastian Salang, seorang pengamat politik yang merupakan pendiri FORMAPPI, menyoroti pentingnya pertemuan ini dalam konteks kekuasaan dan dinamika politik di Indonesia. 

Menurutnya, meski PDI-P mungkin berada di luar pemerintahan, pertemuan tersebut tetap membawa beberapa kesan penting. 

“Pertama, pertemuan ini memberi pelajaran bagi masyarakat bahwa para tokoh politik utama bisa duduk bersama untuk membicarakan masa depan bangsa, terlepas dari perbedaan politik,” kata Salang. 

“Kedua, ini memberikan kepastian bahwa meskipun PDI-P tidak berada di dalam pemerintahan, mereka tetap mendukung penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun ke depan.”

Lebih lanjut, Salang juga menilai bahwa pertemuan ini penting bagi Prabowo dalam membangun strategi komunikasi dengan PDI-P.

Sebagai pemimpin baru, Prabowo harus memastikan bahwa PDI-P tidak menjadi hambatan bagi kinerjanya sebagai presiden. “Prabowo perlu meyakinkan Megawati dan PDI-P bahwa mereka dapat bekerja sama, meskipun partai tersebut berada di luar pemerintahan,” tambahnya.

Kekuasaan dan Risiko Otoritarianisme

Di sisi lain, Salang juga mengingatkan bahwa kekuasaan yang terlalu besar di tangan seorang presiden dapat membawa risiko otoritarianisme. 

“Ketika ruang kebijakan terbuka terlalu lebar dan presiden memiliki kekuasaan mutlak, sangat mungkin terjadi pola kepemimpinan yang otoriter. Ini terlihat dalam upaya untuk membungkam suara-suara kritis dari publik, yang pada akhirnya mengancam demokrasi,” jelas Salang.

Masyarakat menunjukkan kekhawatiran serupa. Mereka khawatir pertemuan ini bisa mengarah pada konsolidasi kekuasaan yang terlalu kuat di tangan satu pihak, yang berpotensi mencakup fungsi kontrol dan keseimbangan dalam sistem demokrasi. 

Pengalaman masa lalu di mana pertemuan-pertemuan politik menghasilkan keputusan yang lebih menguntungkan politik elit daripada rakyat menjadi dasar kekhawatiran tersebut.

Peran PDI-P Sebagai Oposisi yang Kuat

Meskipun PDI-P memutuskan untuk tidak bergabung dalam kabinet, partai tersebut masih memiliki peran signifikan sebagai oposisi. Sebastian Salang menekankan bahwa jumlah kursi parlemen sebagai oposisi tidak selalu menentukan kekuatan oposisi. 

Menurutnya, karakter dan DNA kader-kader PDI-P di bawah kepemimpinan Megawati yang berani mengambil sikap berbeda dari pemerintah merupakan faktor penting. 

“Suara kritis dari PDI-P tetap diperlukan dalam demokrasi, meskipun sulit untuk membatalkan kebijakan pemerintah melalui pemungutan suara di parlemen. Suara-suara kritis ini menjadi pengingat bahwa ada kebijakan yang perlu diperbaiki,” ujar Salang.

Selain itu, Megawati dikenal memiliki keberanian untuk tetap menjaga jarak dan mengambil tindakan berbeda dari pemerintah, bahkan ketika partainya sendiri mendukung posisi pemerintah tersebut. 

Sikap independen ini, menurut Salang, akan menjadi penyeimbang penting dalam sistem politik yang terus berkembang.

Mengurangi Pengaruh Jokowi

Pertemuan antara Prabowo dan Megawati juga dapat dilihat sebagai langkah strategi Prabowo untuk mengurangi pengaruh Jokowi. Meskipun Prabowo pernah menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi, ia kini memiliki agenda sendiri sebagai presiden terpilih. 

Menurut Salang, saat bertemu Megawati, Prabowo ingin menunjukkan bahwa ia tidak akan dikendalikan oleh Jokowi, meskipun ada sejarah panjang di antara keduanya. 

“Prabowo ingin menegaskan posisinya sebagai pemimpin yang mandiri, yang mampu menjalin hubungan langsung dengan PDI-P tanpa harus 
dipengaruhi oleh pengaruh kuat Jokowi,” tambah Salang.*