Pernyataan Zulhas Soal Keracunan Makanan Picu Amarah Warga, Viktor Orin Bao: 'Anak Bukan 'Kelinci Percobaan' Program MBG'

Kamis, 18 September 2025 10:42 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

mbg.jpg
Dari kiri ke kanan: Menteri Zulhas, Siswa Keracunan MBG, Praktisi Hukum di Maumere, Viktor Orin Bao (Istimewa)

MAUMERE (Floresku.com) – Kontroversi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kian liar. Bukan hanya soal triliunan dana yang digelontorkan, melainkan juga sederet kasus keracunan siswa yang menghiasi media dan linimasa setiap hari. 

Ironisnya, di tengah kegaduhan itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan (Zulhas) justru melontarkan pernyataan yang menuai kecaman.

Saat meninjau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Wonocolo, Surabaya (21/8), Zulhas menyebut kasus keracunan bukan semata akibat kelalaian pengolahan makanan. Bisa jadi, kata dia, reaksi itu terjadi karena anak belum terbiasa atau memiliki alergi.

“Bukan berarti salah masak kan? Karena memang kita belum terbiasa. Dulu saya minum susu malah mencret, jadi biasa saya diganti air tajin,” ujar Zulhas.

Pernyataan itu sontak dianggap merendahkan martabat rakyat. Praktisi hukum Viktor Orin Bao menilai, persoalan MBG sudah menyentuh ranah hukum perlindungan anak.

“Anak bukan ‘kelinci percobaan’ untuk program makan gratis. Negara wajib melindungi mereka, termasuk hak atas kesehatan. Jangan mainkan bantuan sosial dengan mengorbankan anak,” tegasnya.

Laporan Lapangan: Nasi Basi, Es Buah Basi

Di Maumere, investigasi media menemukan keluhan siswa yang terekam dalam video: nasi basi, telur basi, hingga es buah basi. Anehnya, Dinas Kesehatan tetap menyatakan makanan layak konsumsi berdasarkan uji laboratorium. 

Bahkan, Plt Dinkes Sikka lontakan komentar tak masuk akal sehat, mengaitkan insiden keracunan MBG dengan kerasukan setan.

Seorang kepala sekolah yang enggan disebutkan namanya mengaku bingung menyalurkan laporan.

“Kalau ada nasi basi yang bikin siswa sakit, kami harus lapor ke dinas mana? Apalagi pengantaran MBG sering molor. Jam 10 dijanjikan, tapi baru datang jam 11 bahkan jam 1 siang, saat anak-anak sudah pulang,” keluhnya.

Kondisi itu mengacaukan proses belajar-mengajar. Guru terpaksa mengawasi siswa saat makan, di luar SOP, hingga mengorbankan fokus mengajar.

Solusi Dipertanyakan

Bagi Viktor Orin Bao, program ini tidak hanya cacat manajemen tetapi juga menyalahi konsep pendidikan.

“Kalau negara mau serius, lebih baik gratiskan sekolah, bukan sekadar makan siang. Orang tua tetap punya tanggung jawab memberi makan anak. Tidak ada orang tua di Indonesia yang melahirkan anak lalu membiarkannya kelaparan,” tegasnya.

Kontroversi MBG kini bukan hanya soal gizi, tapi juga soal martabat, hukum, dan masa depan pendidikan. Pertanyaan yang menggantung: makan gratis untuk prestasi, atau prestasi yang justru dikorbankan demi makan gratis? (Silvia). ***