Makna
Minggu, 02 Juni 2024 14:48 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
Misa yang semarak meriah
Misa Kudus Hari Raya Tubuh dan Kristus di berbagai gereja paroki berlangsung semarak dan meriah. Misa diiringi paduan suara yang gegap gempita.
Misadi gereja Katedral Maumere berlangsung meriah juga. Maklum pada Misa itu ada upacara Komuni Pertama bagi ratusan anak-anak pra remaja Katolik.
Di Paroki Santa Maria Magdalena Nangahure Keuskupan Maumere, perayaan Misa juga semarak. Bahkan, di sini tampak hal yang tidak biasa. Dalam arak-arak pembawa persembahan, tampak seorang pria muda mengendong seekor anak babi sebagai bahan persembahan.
Di setiap paroki yang menyelenggarakan Pesta Sambut Baru umat berjubel. Apalagi hari ini adalah Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus.
Namun, tentu saja, ada banyak anggota keluarga anak-anak Sambut Baru yang tidak bisa hadir Misa, karena urusan belakang: memasak makanan pesta.
Sekembali ke rumahnya masing-masing, anak Sambut Baru disambut dengan musik gegap gempita.
Dalam pantauan media ini, musik yang paling banyak diperdengarkan hari ini di rumah-rumah pesta ddi Kota Maumere adalah ‘Ikan Nae di Pante’ karya Alfred Gare dkk.
Irama musik ini sungguh menimbulkan rasa riang-gembira. Siapa pun yang mendengarkannya, --kaum muda-mudi, anak-anak hingga kakek nenek-- akan tergoda untuk bergoyang ria.
Menelan biaya yang mahal
Saat pesta Sambut Baru berlangsung, baik tuan pesta maupun para peserta pesta, tak peduli soal biaya pesta.
Padahal, biaya adalah ‘sesuatu’ buat sang tuan pesta, apalagi saat ini kondisi ekonomi tidak sedang prima.
Namun, sudah tentu para tuan pesta Sambut baru sudah mengantisipasi dan melakukan persiapan sejak jauh-jauh hari sebelumnya.
Kepada Floresku.com, Alex, seorang tuan pesta di Kampung Kabor mengatakan untuk pesta hari ini, ia dan istrinya sudah memelihara dua ekor babi sejak tiga tahun silam. “Jadi, untuk lauk, aman,” katanya sambil tersenyum.
Sebagai pelengkap makan, Alex mengaku sudah menyediakan tuak beberapa jeriken. “Stok tuak juga aman,” katanya lagi.
Selain menyediakan sendiri, dalam banyak kasus, tuan pesta juga memberi amanat kepada pihak-pihak tertentu yang secara adat memang berkewajiban menyediakan binatang atau perlekapan pesta lainnya.
Memang, sejauh ini belum ada yang bikin penelitian serius soal biaya pesta yang dikeluarkan orang Flores untuk Pesta Sambut Baru atau berbagai jenis pesta yang lain.
Namun dua hari lalu, Jumat (31/5), Pastor Siprianus Poto Kota, putra Flores yang bermisi di Taiwan menyentil soal biaya Pesta Sambut Baru di Maumere, melalu aku Facebooknya.
Setelah mengoborol via telepon dengan seorang bidan di Maumere, ia mengkalkuasli besaran biaya atau jumlah uang yang berputas pada Pesta Sambut Baru di Keuskupan Maumere, hari ini.
Menurut dia, sebuah Pesta Sambut Baru berskala kecil (di kampung) menelan biaya Rp 10. Juta, sedangkan pesta dalam ukuran besar, bisa menelan biaya Rp50 juta.
Menurut dia, jika dirata-ratakan biaya sebuah Pesta Sambut Baru sebesar Rp 30 juta.
Ini mencakup biaya untuk pertemuan keluarga, biaya pakaian ‘anak sambut baru, biaya pembentukan dan pembubaran panitia pesta, biaya pasang-bongkar tenda, biaya saound system, dan biaya makanan dan minuman.
Siprianus menyebut jumlah anak Sambut Baru di Keuskupan Maumere tahun ini, 5.008. Dengan begitu, secara bersama-sama Pesta Sambut Baru bisa menelan biaya Rp 150.240.000.000.
Merujuk berita Florespedia.com, Silvia yang berdomisili di Kelurahan Kota baru, Maumere menyebut jumlah penerima Komuni Pertama tahun ini, bukan 5.008, melainkan 5.503 anak.
Apabila jumlah anak penerima Komuni Pertama seperti itu, dan jumlah biaya pesta sebagaimana disebutkan Siprianus di atas, maka potensi biaya yang dikeluarkan untuk Pesta Sambut Baru di Keuskupan Maumere bisa mencapai Rp 165.090.000.000..
Silva juga menerangkan bahwa untuk setiap anak, pihak gereja memungut biaya administrasi sebesar Rp205.000.
“Jadi, untuk biaya administrasi saja terhimpurn ada dana sebesar Rp 1.128.115.000. Ditambah biaya pesta Rp 165.090.000.000, maka biaya keseluruhan mencapi Rp 166,13 miliar,” ujar Silvia.
Tentu saja, jumlah uang tersebut belum termasuk biaya yang dikeluarkan para peserta pesta untuk memberi kado kepada anak-anak Sambut Baru.
Apabila, diasumsikan bahwa setiap anak Sambut Baru menerima kado berupa kain adat, benda rohani, atau uang dengan nilai sekitar Rp 5 juta. Itu berarti untuk kado sendiri, nilainya bisa mencapai sekitar Rp 27,52 miliar.
Jadi jumlah uang yang beredar selama musim pesta Sambut Baru di Keuskupan Maumere tahun ini mencapai Rp 193,65 miliar.
Apabila, jumlah tersebut ditambahkan dengan biaya transportasi yang mendukung mobilitas warga pada musim Sambut Baru, maka jumlah uang beredar bisa membengkak menjadi Rp 200 miliar lebih. Angka yang fantatis bukan?
Angka ini jauh melampau Penerimaan Asli Daerah (PAD) setahun sebuah kabupaten di Flores yang hanya berkisar antara Rp 35 miliar hingga Rp 65 miliar.
Mengganggu kenyaman sosial
Pada hakekatnya pesta, termasuk Pesta Sambut Baru adalah ekspresi rasa suka cita dan menimbulkan keceriaan.
Namun, musik yang terlampau keras, tak jarang menimbulkan kekesalan di kalangan warga komunitas, atau warga yang bertetangga dengan tempat diselenggarakannya Pesta Sambut Baru.
Terkait ini, pada Minggu (2/6) pagi ini, pemilik akun facebook Even Edomeko II membagikan perasaannya demikian, ”Tadi malam sa sulit tidur. Gara² bunyi musik sambot werun ni weeeng... Ata weli lagu dj poi da'a poa. Pas pigi meloi apa ada orang sdg menari, eh, ternyata hanya dua pekuleku yg tengah minum moke sambil main hp. Mereka 2 ini yg sedang pamer ngangan bikin 1 komplex tu'e tu bego poi ganu ule medur. Cuk*minyak.” (Terjemahan kurang lebih sebagai berikut:”Semalam saya sulit tidur gara-gara bunyi musik pesta sambut baru. (Tuan pesta) memainkan musik keras sampai pagi. Ketika mengintip untuk memantau apa ada orang sedang menari, eh ternyata hanya 2 orang tidak ada potongan tengah minum moke sambil main Hp. Mereka dua ini pamer kebodohan bikin 1 komplek tidur kaget-kaget terus seperti ulat menggeliat (sepanjang malam).”
Di Kota Bajawa, Ngada ada Pesta Sambut Baru juga. Dentuman musik dari rumah tuan pesta, juga mengganggu kenyamanan para tentaggannya.
Makanya, seorang pemilik akun FB di Bajawa menulis status dengan nada sedikit kesal, “Ukur-ukur e dengan tetangga’.
Dua status FB ini memberi isyarat kuat bahwa Pesta Sambut Baru yang dirayakan dengan musik yang terlalu keras, tidak lagi membawa suka cita dan keceriaan, tapi menimbulkan kedongkolan di hati sesama, paling tidak di kalangan tetangga rumah.
Memaknai Pesta Sambut Baru
Bagaimana kita memaknai tradisi Pesta Sambut Baru di masyarakat Katolik Flores?
Secara kultural, Pesta Sambut Baru adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Flores yang beragama katolik.
Ini adalah perayaan syukur dan kegembiraan karena anak-anak menerima rahmat istimewa: menyambut Tubuh dan Darah Tuhan Yesus Kristus.
Secara sosial pesta ini juga adalah momen untuk rileks, berkumpul dan bersuka cita bersama seluruh anggota keluarga dan warga komunitas di sekitar rumah.
Namun, secara ekonomis, berdasarkan kalkulasi biaya dan pemasukan, Pesta Sambut Baru tidak layak digelar.
Pesta ini bisa disebut sebagai bentuk pemborosan. Sebab nilai/jumlah biaya yang dikeluarkan jauh melampaui nilai/jumlah pemasukan. Lebih parah lagi, apabila pembiayaan dilakukan dengan cara berutang.
Secara historis, makna Pesta Sambut Baru dapat digali dari narasi sejarah pesta sebagaimana diuraikan di atas. Buku pesta yang diterbitkan pada awal zaman modern di Eropa pada galibnya memuat soal motivasi dan tujuan dari penyelenggaraan sebuah pesta.
Pertanyaanya sekarang, apa motivasi dan tujuan Pesta Sambut Baru kita?.
Apakah pesta ini adalah sebagai wujud ekspresi kegembiraan kita karena sang anak telah ‘bersatu’ dengan Yesus Tuhannya?
Ataukah pesta’ sebagai ‘reputasi’, pencitraan dan gengsi di mata anak cucu dan warga masyarakat di sekitar?
Jawabannya yang benar ada dalam hati sanubari si tuan pesta sendiri. (Berbagai sumber/Tim Floresku.com)***
setahun yang lalu