labuan bajo
Senin, 28 Maret 2022 20:12 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
RUTENG (Floresku.com)-Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St Agustinus Cabang Ruteng mendesak aparat Kepolisian Resor Manggarai agar tidak lamban dalam menangani dugaan kasus pelecehan seksual yang menimpa Bunga (bukan nama sebenarnya), seorang bocah berusia 6 tahun di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Informasi tertulis yang diterima Floresku.com dari Nardi Nandeng selaku Ketua PMKRI Cabang Ruteng menyebutkan bahwa Bunga diduga disetubuhi oleh AL (22), seorang pemuda yang tidak lain adalah tetangganya sendiri.
Sebagaimana ditulis Nardi Nandeng bahwa berdasarkan keterangan dari ayah korban di Marga PMKRI Cabang Ruteng St Agustinus diketahui, kejadian ini bermula saat anaknya bersama dua orang temanya sedang bermain di rumah salah seorang temanya.
Usai bermain di luar, ketiga anak ini masuk ke dalam rumah.
"Saat ketiganya masuk ke dalam rumah, diduga pelaku itu membuntuti mereka dan masuk ke ruang tamu. Pelaku langsung membuka musik dari speaker yang ada di dalam ruang tamu. Sementara, dua temanya berlanjut ke dapur untuk memasak air. Sedangakan korban sendiri, masih dalam ruangan tamu. Pelaku langsung melancarkan aksi bejatnya, membuka celana korban dan melakukan tindakan tidak terpuji," demikian tulis Nardi Nandeng.
Selain itu, lanjut Nardi dalam rilisnya, mulut korban ditutup pakai tangan pelaku dan diancam untuk tidak berteriak.
Beberapa kali korban sempat berteriak, tetapi karena suara musik yang terlalu keras sehingga dua temanya tidak mendengar teriakan korban dari dalam ruangan tamu.
Usai melampiaskan nafsu birahinya, korban pun akhirnya melarikan diri dari tempat kejadian itu.
"Ayah korban mengetahui kejadian kekerasan seksual ini setelah korban mengalami panas tinggi, batuk, pilek dan terdapat bercak darah di celananya pada tanggal 16 Februari 2022," terangnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa menurut keterangan sang ayah, awalnya Bunga tidak mau menceritakan kejadian naas itu, lantaran diancam dan ditekan oleh terduga pelaku.
"Istri saya berusaha untuk membujuk Bunga agar menceritakan kejadian yang dialaminya setelah diceritakan oleh anak saya ini. Kami baru mengetahui bahwa dia (Bunga. Red) disebabkan oleh adanya perlakuan tidak wajar dari salah seorang pemuda yang juga adalah tetangga kami sendiri," tulis Nardi sebagaimana dijelaskan oleh ayah Bunga.
Lebih jauh, pada tanggal 24 Maret 2022, Bunga bersama ayah dan ibunya mendatangi Pustu untuk bertemu dengan dokter.
Dan berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa Bunga sudah ‘disentuhi’ oleh oleh laki-laki.
"Usai pemeriksaan, ayah korban memutuskan untuk melaporkan peristiwa keji ini ke Polres Manggarai dengan didampingi oleh dua orang bidan, utusan dari kepala Pustu untuk memberikan keterangan. Pada tanggal 25 Februari 2022 korban melakukan visum. Hasil visumnya waktu itu, akan menjadi konsumsi pihak yang punya kewenangan. Namun Sampai saat ini, kasus dugaan pemerkosaan ini belum menemukan titik terang," tulis Nardi.
Desakan PMKRI Ruteng
Dalam rilis yang sama, Nardi Nandeng menulis bahwa menanggapi kasus yang terjadi tersebut, PMKRI Ruteng mendesak Kepolisian Resor Manggarai agar tidak boleh lamban dalam mengurus kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi.
Kepolisian, tulis Nardi Nandeng, harus bekerja secara profesional sesuai dengan tupoksi sebagai lembaga penegakan hukum.
"PMKRI Ruteng menaruh harapan besar kepada pihak kepolisian untuk segera menemukan titik terang terhadap kasus ini sesuai dengan mekanisme hukum. Selain dari pihak Kepolisian, PMKRI Ruteng juga berharap kepada lembaga Pusat pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A) untuk menjalankan tupoksinya sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No 6 tahun 2015 tentang sistem pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, tepatnya pada pasal 14 poin b yaitu pusat pelayanan perempuan dan anak korban kekerasan," tulis Nardi Nandeng.
"Dengan demikian langkah konkrit dari tugas pelayanan dari lembaga ini adalah menjalankan salah satu upaya yang termuat dalam pasal 9 tentang upaya rehabilitatif yang berbunyi: Menyediakan tenaga pendamping bagi korban kejahatan dan kekerasan yang meliputi antara lain: tenaga psikolog, psikiater, rohaniwan, atau pendamping spiritual, pengacara, dan tenaga medis. Memperkuat jaring kerja dalam proses reintegrasi serta pemulangan korban kepada keluarga dan lingkungan sosial," tutup Nardi Nandeng. (Jivansi). ***
3 tahun yang lalu