Prof Franz Magnis Suseno: 'Tantangan Serius Indonesia: Radikalisme Agama, Oligarki dan Korupsi'

Selasa, 08 November 2022 08:39 WIB

Penulis:redaksi

Zoom Meeting.JPG
Zoom meeting Diskusi 'Kritik atas Manifesto Politik 2022', Minggu (6/11). (Tangkapan Layar Zoom Meeting/FH)

JAKARTA  (Floresku.com) -Dalam diskusi di bawah tema 'Kritik Atas Manifesto Politik 2022: Mempercantik Keindahan Indonesia dengan Akal Sehat,' pakar filsafat politik Prof. Franz Magnis Suseno mengatakan Indonesia menghadapi tantangan serius, antara lain radikalisme agama, oligarki dan korupsi. 

'"Oleh karena itu semua komponen bangsa diajak untuk berkomitmen pada lima hal berikut yaitu  bangsa,  demokrasi, hak-hak asasi manusia,  kemerdekaan beragama dan berkepercayaan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya via zoom yang digelar Pendekar Indonesia. Minggu, 06 November 2022.

Pernyataan penulis buku 'Etika Politik' itu merupakan respons terhadap ‘Manifesto Politik (Manipol) 2022’ yang ditulis oleh aktivis muda Dr. Hendrawan Saragi dengan judul 'Mempercantik Keindahan Indonesia dengan Akal Sehat.

"Manipol tersebut perlu ditanggapi dan ditindaklanjuti dengan sikap nir-toleransi terhadap korupsi, nir-toleransi terhadap intoleransi beragama, dan berhenti merusak lingkungan hidup. Isi Manipol itu sendiri merupakan edisi revisi dari Manipol yang ditulis Saragi pada 30 Oktober 2022," ungkapnya.

Dalam Manipol yang telah direvisi bertanggal 1 November 2022, Saragi memuat lima pernyataan yaitu 1), Keindahan dan akal sehat, 2) Akal sehat sebagai alat menilai hal baik dan buruk, 3) Menekan praktik korupsi oknum aparatur negara, 4) Menghentikan polarisasi masyarakat, dan (5) Mengajak mempercantik keindahan berbangsa.

“Kami menyimpulkan bahwa pengalaman berbangsa dicirikan oleh tiga kemampuan yang terintegrasi, yaitu pengenalan akan kebenaran, keadilan, dan keindahan. Manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, dapat membedakan yang adil dari yang tidak adil. Oleh karena itu akal sehat merupakan alat menilai hal baik dan buruk dalam hal-hal praktis berbangsa," jelas Saragi.

Menurut Saragi akal sehat merupakan kombinasi dari kebijaksanaan dan kehati-hatian. Kebijaksanaan
adalah mengetahui apa yang harus dilakukan dan kehati-hatian adalah mengetahui kapan dan di mana harus melakukannya. Ketiadaan akal sehat merupakan malapetaka besar dalam kehidupan berbangsa.

“Melalui akal sehat itu kita diajak melihat permasalahan bangsa secara jernih,” ungkapnya.

Dengan dasar akal sehat itu ia mengusulkan kepada pihak berwenang sebagai cara meminimalisasi praktik korupsi aparatur negara secara sederhana tetapi efektif.

“Caranya bukan dengan melipatgandakan tenaga penegakan hukum terhadap tindak korupsi, tapi dengan mengurangi secara radikal kebijakan dan hukum tertentu yang melumpuhkan, yang membuat korupsi dimungkinkan. Tindakan setengah jalan tidak mungkin berhasil karena akan mempertahankan insentif untuk berdagang di pasar gelap,” tegasnya.

Pria yang juga Ketua Relawan Pendekar Indonesia itu meyakini dengan cara tersebut tidak hanya korupsi akan diminimalkan, tetapi aparat negara kemudian akan bebas beroperasi melawan kejahatan yang sebenarnya. Usulan itu diharapkan dapat meningkatkan nama baik terhadap penegakan hukum dan aturan. 

Hentikan polarisasi masyarakat

Saragi mengatakan politik identitas dan rasisme sistemik merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi ide berbangsa. “Kehadiran fenomena sosial politik yang mempopulerkan sebutan tak pantas seperti ‘cebong’ dan ‘kadrun’ menimbulkan tantangan berbangsa saat ini,” tegas pria yang juga Peneliti Ekonomi dan Pengembangan Wilayah itu.

Menurut dia, hal tersebut dapat berdampak pada tidak adanya minat kerja sama sosial, enggan untuk hidup bersama, sehingga terpisah dari konsepsi sejarah tentang apa artinya berbangsa Indonesia. 

Ia mengajak masyarakat memikirkan kembali jati diri individu masing-masing dan menolak dimanipulasi oleh pihak tertentu.

"Masyarakat perlu menghindari rasa benci dan balas dendam. Kita harus merangkul keindahan yang dibangun
dari perdamaian dan keinginan akan kesejahteraan,” ajaknya. “Mulai sekarang mari berhenti melabeli pihak yang berbeda pandangan politik dari kita dengan sebutan ‘kadrun’ atau ‘cebong’ dan mulai belajar berpolitik tanpa harus terjebak dalam polarisasi,” desak Saragi. 

Politik

Kampanye politik ke depan menurut Saragi, seyogyanya mengajarkan kepada generasi muda bagaimana berpolitik secara beradab dan indah. “Program yang kampanye solid tidak sekadar menciptakan antusiasme para pendukungnya, tapi juga jangan sampai merendahkan dan mempermalukan lawannya,” ujarnya.

Dengan demikian, menurut dia, politik bisa menjadi faktor terdepan dalam mengajak segenap rakyat Indonesia mempercantik keindahan hidup berbangsa. Tanpa polarisasi Indonesia akan menjadi lebih indah.

Saragi mengaku terinspirasi mempercantik keindahan hidup berbangsa dari filsafat Nusantara 'Memayu Hayuning Bawana (mempercantik keindahan dunia).' Tujuan filsafat ini adalah meraih kehidupan yang tertata dan tenteram. 

Maka, dalam Manipol 2022 Saragi mengajak semua anak kandung Ibu Pertiwi untuk berikhtiar mempercantik indahnya kehidupan berbangsa di Indonesia.

Ke depan keindahan berbangsa dapat dicapai juga dengan adanya pemimpin nasional yang tegas, cerdas, dan pantas. 

Meski tidak ada formula ajaib untuk menjadikan Indonesia ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat."

"Tetapi kita akan terus menyuarakan apa yang menurut kami dapat membantu bangsa ini meraih cita-cita itu. Manifesto Politik ini adalah harapan tulus, dan saya mengajak Anda, mari kita mempercantik keindahan Indonesia dengan akal sehat,” pungkas pria yang namanya dikenal usai mendeklarasikan permohonan dan dukungan kepada Jenderal Andika Perkasa untuk maju sebagai calon Presiden Republik Indonesia 2024-2029 itu. (Filmon Hasrin) ***