SDN Malaara Terapkan Pola Pembelajaran 'Guling' dan 'Gadis' Selama Masa Pandemi Covid-19

Minggu, 01 Agustus 2021 14:58 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

LUSIA ITO 22.jpg
Lusia Ito, guru kelas 1.sedang melakukan proses pembelajaran di SDN Malaara (Bob Sina)

ENDE (Floresku.com) -  Sebagai upaya untuk tetap menumbuhkan  literasi dasar baca, tulis, hitung bagi siswa kelas rendah dan upaya mengikis hilangnya pembelajaran (Lost Learning), SDN Malaara,  menerapkan pola pembelajaran kombinasi  “guling ‘dan  ’gadis” selama masa pandemi Covid -19 ini.  SDN Malaraara berrada  di tengah Pulau Flores, tepatnya di Desa Romarea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Pola pembelajaran ‘guling’ artinya ‘guru keliling’ ke kampung-kampung di mana terdapat para siswa SDN Malaara, sedangkan ‘gadis’ artinya ‘guru ajar di sekolah’. 

Kombinasi pola pembelajaran  ‘guling’ dan ‘gadis’  dilakukan sebagai suatu inovasi untuk mengefektifkan  proses kegiatan belajar mengajar di SDN Malaara, sesuai dengan Surat Edaran No.4. Tahun 2020 dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menganjurkan seluruh kegiatan di institusi pendidikan harus jaga jarak dan seluruh penyampain materi akan disampaikan di rumah masing – masing. Demikian kata Paulus Pipa, S.Pd,  Plt Kepala Sekolah SDN Malaara, saat dijumpai awak media ini  di kediamannya di Malasera, Sabtu, 31 Juli 2021.

Plt. Kepala Sekolah SDN. Malaara, Paulus Pipa, S.Pd. ( Foto Bob Sina)

Menurut Paulus Pipa, selama masa pandemi Covid-19 ini kegiatan pembelajaran di SDN Malaara tidak bisa dilakukan secara daring  karena ketiadaan infrastruktur pendukung. 

“Di SDN Malaara dan seluruh wilayah Desa Romarea hingga kini tidak tersedia jaringan intenet. Bahkan, jaringan listrik pun tidak ada. Makanya para siswa  di wilayah ini tak punya peluang untuk mengikuti pembelajaran secara daring baik melalui televisi, komputer atau laptop atau pun handpohone,” tutur Paulus Pipa.

Dalam kondisi yang demikian, Paulus Pipa menambahkan,  ‘kami para  guru di SDN Malaara  bersepakat untuk menerapkan pola pembelajaran ’guling' dan ‘gadis’.  

“Disebut ‘guling’ karena guru keliling menjumpai para siswa di rumah). Pasalnya, guru mendatangi siswa dan  menyampaikan pelajaran maupun tugas pada siswa selama siswa diminta belajar di rumah. Pola pembelajaran guru keliing ini difokuskan pada siswa kelas 2 sampai kelas 6,” tuturnya.

Seluruh kegiatan pembelajaran ini di dukung oleh orang tua, masyarakat, pemeritahan Desa Romarea, dan terutama  keterlibatan aktif guru – guru senior seperti Ludgardis Mete, Thresia Mbasi, Fransiskus Prani, dan guru – guru lainnya yang mengasuh di kelasnya masing – masing. 

Sementara itu, untuk siswa kelas 1, SDN Malaara menerapkan pola pembelajaran  yang disebut guru ajar di sekolah  atau ‘gadis’.  Pola pembelajaran 'gadis' dilakukan di sekolah karena siswanya sedikit. 

Pola pembelajaran ini  dilakukan untuk mengajari anak – anak agar dapat  menguasai huruf dan angka ( calistung)  sehinga anak – anak dapat membaca, menulis dan berhitung. 

Menurut Paulus Pipa, pola ‘gadis’  ini penting karena pelopor literasi baca, tulis, hitung adalah guru di sekolah, walaupun ada peran orang tua, tapi secara psikologis anak – anak lebih senang diajarai oleh guru daripada orang tua di rumah. 

Pola ‘gadis’ Paulus Pipa menambahkan, ternyata mampu menanamkan literasi dasar  baca, tulis, hitung, sebagai literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia. 

Paulus  Pipa menerangkan, oleh karena pandemi Covid-19 masih berlangsung maka  kedua pola pembelajaran tersebut diselengarakan dengan tetap  menerapkan protokol kesehatan yang ketat. 

"Ketrampilan  individu dalam membaca, menulis, berbicara dan berhitung bagi anak – anak adalah kebutuhan mendesak yang perlu dimiliki oleh anak – anak itu sendiri  sebagai ketrampilan yang perlu dilatih, karena literasi bukan bakat," ujarnya.

Sementara itu, Lusia Ito, guru kelas 1 SDN  Malaara menambahkan bahwa  selama setahun lebih pembelajaran kombinasi dilakukan  di rumah  dan di sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan. 

Pertimbangannya, jelas Lusia Ito,  bahwa  belajar di sekolah khusus kelas 1 sebagai upaya untuk menanamkan dan menumbuhkan pondasi kemampuan belajar  bagi anak – anak yakni  baca, tulis, dan hitung. 

“Kami tidak bisa mengharapkan peran dari orang tua saja. Sebagai  guru, kami  harus memainkan peran lebih utama dalam melatih anak – anak untuk bisa baca, tulis dan hitung. Pola ‘gadis’ dapat saya lakukan tanpa banyak kendala karena saya tinggal dekat dengan lingkungan sekolah,” tutur Lusia Ito. ( Bob Sina)