Sejenak Menggali Sejarah Sembari Menimba Kedamaian Hati di 'Watu Krus', Pantai Ipir, Kecamatan Bola

Sabtu, 21 Agustus 2021 19:20 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

watu krus 00.jpg
Elisabet maria Dato: Sejenak Menggali Sejarah Sembari Menimba Kedamaian Hati di 'Watu Krus', Pantai Ipir (Mardat)

MAUMERE (Floresku.com) - Sebagai jurnalis, saya punya hobi jalan-jalan apalagi ke tempat pariwisata. Sudah banyak obyek wisata sudah saya datantang. Kali ini saya memilih berwisata di  bagian selatan Kota Maumere.  Tepatnya di Desa Ipir yang adalah desa persiapan ‘Watu Krus’, di wilayah Kecamatan Bola. Jadi, Watu Krus (Batu Salib) adalah tujuan saya di hari Sabtu 21 Agustus 2021 ini.

Dengan sepeda motor matic Honda Scoopy saya melaju perlahan dari Kota Maumere ke arah selatan.  

Setelah melewati jalan yang berbelok-belok di antara perbukitan akhirnya saya pun tiba  di bibir Pantai Bola. Ternyata, saya membutuhkan waktu 30 menit untuk menempuh jarak 26 kilometer dari Kota Maumere hingga Desa Ipir. 

Maksud kunjungan saya ke Desa Ipir, tak lain adalah untuk menikmati sekaligus mengeksplor keindahan Pantai Bola dan Watu Krus.

Watu Krus (Foto: Mardat)

Di bibir Pantai Bola saya langsung terpesona dengan lautan lepas serta Watu Krus (Batu Salib) yang letaknya sekitar 100 meter dari bibir pinggir pantai. Persis di depan mata, saya melihat Salib itu berdiri tegak di atas sebuah batu karang yang kokoh.

Di sekitar Watu Krus itu tampak ada empat anak yang lagi  asyik mencari ikan di genangan air di pantai yang dipenuhi batu karang,  Anak-anak itu pun berhasil mengalihkan pandangan saya yang sedang mengagumi ‘Watu Krus’. Mereka tampak bergemira ketika menyaksikan air laut mulai surut. Sebab, di saat pasang surut,  mereka berpeluang menangkap ikan yang terjebak di genangan air di antara batu-batu karang.

Setelah puas mengagumi Watu Krus saya kemudian pun mengajak anak-anak itu untuk mengorbrol  sejenak. Mereka pun senang saat saya bertanya ‘apakah ada yang tahu tentang sejarah salib itu?’. 

Salah satu dari ke empat anak itu dengan lantang menjawab, ‘Tidak tahu.’  Tapi, seorang anak yang lain  menjawab, “Saya tahu, salib itu dipasang oleh nenek-moyang.” 

Anak yang ketiga,   menjawab, “ Watu Krus adalah jejak sejarah yang di tinggalkan Bangsa Portugis pada tahun 1660an saat melintas dan membawa misi  agama Katolik di wilayah indonesia timur.”

Dari obrolan itu, saya mengetahui kalau anak-anak belum bisa belajar di sekolah karena pendemi Covid-19. Mereka pun mengaku sudah sangat rindu pada sekolah, pada teman-teman dan para guru.

Setelah mengobrol, perhatianku kurarahkan kembali ke ‘Watu Krus.’  Sembari memandangi ‘Watu Krus’ saya pun bergumam dalam hati, “Duniaku,  cepatlah engkau sembuh karena anak-anak penerus bangsa ini sudah merindukan bangku sekolah untuk menambah pengetahuan dan sejarah, termasuk sejarah tentang daerahnya sendiri yang belum begitu banyak mereka ketahui.”

Anak-anak itu kemudian melanjutkan kegiatan mereka menangkap ikan. Dengan menggunakan belahan bambu yang ditajamkan mereka membidik dan memanah ikan-ikan yang berada di antara karang dan bebatuan. itu. 

Mama Maristella dengan latar Watu Krus (Foto: Mardat)

Tak jauh dari tempat saya berdiri, ada  seorang perempuan paruh baya, mengenakan baju warna pink sedang duduk bersantai menikmati hembusan angin  sepoi-poi di Pantai Ipir. Setelah berkenalan, saya pun mengetahui kalau namanya, Mama Stella. Nama lengkapnya Mama Maristella . 

 Mama Stella  menceritakan kalau Pantai Ipir  biasanya  ramai  dikunjungi orang, terutama pada Sabtu dan Munggu. “Mereka datang untuk mengagumi ‘Watu Krus’. Banyak pendatang yang datang berkujung untuk sekedar berselfi saja tetapi ada pula yang datang untuk mengetahui sejarah ‘Watu Krus’ itu,” ucapnya. 

“Tetapi sejak ada pandemi Covid-19,   pantai ini sepi pengunjung, ” dia menambahkan. 

Mama Stella mengisahkan, dulu di dekat  "Watu Krus' itu ada sebuah pasar ikan. Tetetapi pada tahun 1992, saat Pulau flores dilanda gempa  besar dan tsunai, pasar itu porak poranda dan tenggelam ditelan lautan. 

Pantai Ipir yang  jauh dari kebisingan kota (Foto: Mardat)

Pantai Ipir memang unik dan indah. Sengatan matahari yang membakar tubuhku  tidak akan saya lupakan. Saya pun merasa berat hati untuk beranjak dari sana. Sebab,  selain indah mempesona, Pantai Ipir seakan mengajak saya untuk mengggali fakta sejarah yang jauh ke belakang. Di sini, saya  membayangkan kisah sejarah bagaimana orang-orang Flores  berinteraksi dengan misionaris Portugis pada tahun 1600-an. 

Penulis  dengan latar Watu Krus (Foto: Mardat)

Ya, siapa pun yang berkunjung ke ‘Watu Krus’  tentu akan sangat berat hati untuk beranjak pergi.  Sebab tempat ini mampu menciptakan ketenangan dan rasa damai di hati.  Sebab ‘Atu Krus’ Pantai Ipir berada jauh dari kebisingan kota. (Mardat)