Sekda Sikka Sewenang- Wenang Ambil Sertifikat Hak Milik Neldis di Bank BNI Cabang Maumere

Kamis, 22 September 2022 21:20 WIB

Penulis:redaksi

mariaus.JPG
Marianus Gaharpung, SH., MH (Dokpri)

Oleh Marianus Gaharpung

PERISTIWA hukum dari temuan BPK NTT terhadap dugaan kerugian negara Rp. 988.765.648 di Kantor BPBD Sikka menuai banyak persoalan. 

Salah satu di atnaranya adalah tindakan penyalagunaan wewenang atau tindakan sewenang wenang dan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Bupati dan Sekda,  yang  melibarkan bank BNI Cabang Maumere.

Modus dugaan kejahatan oleh Sekda  berawal dari tanggal 24 Mei 2022, Sekda meminta kepala BPBD menghubungi suami ibu Neldis agar  segera ke kantor BPKAD. 

Sesampainya di kantor, Sekda menyampaikan agar cari uang untuk pelunasan pinjaman di bank BNI cabang Maumere, agar jaminan sertifikat hak milik di bank bisa diambil untuk dijaminkan ke BPK. 

Pertanyaannya, dalam kapasitas sebagai apa Sekda meminta suami ibu Neldis mencari uang untuk tebus sertifikat hak milik di bank BNI? 

Apakah sudah ada putusan majelis hakim pengadilan Tipikor Kupang yang memerintahkan sertifikat disita untuk negara dalam kaitannya adanya kerugian negara?

 Ini menunjukkan tindakan sewenang wenang dan ngawur dipertontonkan Sekda Sikka.

Pantas suami ibu Neldis mengatakan tidak mempunyai uang sebanyak itu. Tanggal 25 Mei, Kepala BPBD menelpon ibu Neldis untuk segera ke kantor untuk menandtangani  Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM),

Namun saat itu ibu Neldis sempat menolak karena kalau tanda tangan jaminan pakai apa? Lebih  baik tidak perlu tanda tangan jalani saja prosesnya seperti apa ke depannya.  

Tetapi Kepala Keuangan menyampaikan  bahwa tidak apa-apa, tanda tangan saja untuk  memenuhi permintaan BPK NTT.  Setelah tanda tangan SKTJM, maka tanggal 26 Mei 2022, petugas dari kantor  BPBD datang menyampaikan untuk pengukuran rumah dan aset. 

Malam hari ibu Neldis mendapat WA dari sekretaris BPKAD bahwa besok ada kegiatan zoom meeting dengan BPK RI Perwakilan NTT dan Tim yang dibentuk Sekda Sikka. 

Keesokan harinya Tim datang dan melakukan kegiatan zoom meeting bersama BPK. 

Suami ibu Neldis sempat menolak kehadiran tim bentukan Sekda dengan alasan persoalan ini masih dalam pemeriksaan. Kok, datang lakukan pengukuran rumah? Kecuali apabila istri saya sudah mendapatan penetapan sebagai tersangka. 

Namun Sekda tetap berskeras melakukan kegiatan  pengukuran rumah dan aset. Dan, ternyata aset di rumah tidak cukup, maka tim mengobrak-abrik barang tenunan yang ada di galery agar dapat memenuhi angka temuan BPK NTT. 

Kemudian, pada tanggal,27 Mei Sekda meminta kepala BPBD  menghubungi ibu Neldis untukn segera ke kantor  inspektorat guna melakukan pelunasan di bank, karena Sekda sudah dapat uang untuk mentupi pinjaman .

Anehnya, saat itu Sekda  melarang untuk tidak menceritakan kepada siapa siapa terkait dana sebesar Rp.109.000.000., Sang suami pun tidak boleh tahu. 

Namun ibu Neldis menjawab,  bagaimana pun suami harus tahu, karena jaminan di bank atas nama suami.
Maka, ibu Neldis menelpon suaminya untuk melakukan pelunasan di Bank BNI tetapi sertifikat belum bisa ambil hanya discan saja sebagai prasyarat  dikirim ke BPK NTT.

Tanggal 28 Mei 2022, ibu Neldis ditelpon  oleh  Sekda untuk ke kantor BPKAD pada malam hari guna menandatangani surat penyerahan sertifikat, supaya Sekda dan  Inspektur Sikka  dapat menyerahkannya kepada BPK di Kupang.

Ibu Neldis sempat bertemu Sekda menanyakan tentang sertifikat itu, dan dijawab bahwa sertifikat ada di Kantor  BPKAD. 

Kata Sekda kepada Neldis, jika nanti ada pinjaman baru di bank BNI, baru  sertifikat tersebut diserahkan. 

Ketika Pansus DPRD Sikka tentang dana BTT ini,  ibu Neldis sempat bertanya kepala BPKAD, dan dijawab ada pada Sekda. 

Sementara itu, ada info dari pihak bank, bahwa Jumat tanggal 9 September  2022, Sekda ke BNI Cabang Maumere mengambil sertifikat yang dijaminkan suami ibu Neldis. 

Dari peristiwa hukum ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan.

Pertama,  Sekda diduga melakukan tindakan penipuan bahwa tanda tangan SKTJM bukan untuk membantu ibu Neldis menyelesaikan temuan kerugian negara tersebut tetapi menggiring ibu Neldis untuk bertanggungjawab sampai dengan harta pribadi. 

Kedua, predikat WTP yang diperoleh Pemkab Sikka atas dasar dugaan tipu muslihat. Sebab sertifikat hak milik tersebut dijaminkan  BPK NTT hanya supaya Pemkab Sikka mendapatkan  predikat WTP. 

Artinya predikata WTP tersebut tanpa melalui proses dan tindakan pro yustisia berupa pemeriksaan di Kejaksaan, sidang pengadilan serta putusan Pengadilan Tipikor Kupang.

 Oleh karena itu, menjadi alasan yang rasional bahwa BPK RI harus segera membatalkan pemberian predikat WTP ke Pemkab Sikka.

Ketiga, pengambilan sertifikat hak milik ibu Neldis dan suaminya di Bank BNI oleh Sekda Sikka adalah tindakan main hakim sendiri. 

Jaminan di Bank BNI adalah jaminan barang tidak bergerak berupa rumah dimana dilakukan perjanjian di bawah tangan atau dengan Akte Pemberian Hak Tanggungan oleh Notaris/ PPAT yang mana pemberi hak tanggungan yakni suami ibu Neldis dan pemegang hak tanggungan yakni Bank BNI. 

Tetapi bisa- bisanya Sekda mengambil sertifikat hak milik hanya berdasarkan surat penyerahan dengan tanpa sepengetahuan   suami ibu Neldis. 

Ini jelas sebuah tindakan ngawur dan sangat keji dilakukan Sekda Sikka terhadap ibu Neldis.  

Keempat, dalam hal ini Bank BNI Cabang Maumere telah melakukan perbuatan melanggar hukum yakni melanggar  kewajiban hukum dari bank untuk melindungi sertifikat hak milik berdasarkan akte pemberian hak tanggungan oleh suami ibu Neldis kepada pemegang hak tanggungan Bank BNI yang mana bank harus memberitahu dan meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pemberi hak tanggungan bahwa sertipikat akan diambil oleh Sekda Sikka. ***

*Marianus Gaharpung adalah adovokat dan  dosen FH Ubaya, Surabaya.