Paus Fransiskus
Sabtu, 10 Juli 2021 19:43 WIB
Penulis:redaksi
INSPIRASI pelayanan misi Serikat Sabda Allah (SVD) yang berdimensi lintas budaya, tidak bisa dipungkiri bersumber dari sang pendiri SVD: Santo Arnoldus Janssen.
Perihal itu, kandindat doktor ilmu komunikasi di University of the Philippines Los Banos, Pater Kasmir Nema, menulis sebuah artikel ilmiah berjudul ‘“Intercultural Communication in the Life and Mission of Arnold Janssen.”
Dalam abstraksi artikel yang dipublikasikan melalui Jurnal Teologi (Journal of Theology), – sebuah jurnal yang diterbitkan Fakultas Teologi Universitas Atma Jaya, Jogyakarta- Volume.9, No.2 Tahun 2020, Kasmir Nema menulis antara lain sebagai berikut.
“Bertolak dari analisis tekstual, data yang relevan dan deskripsi verbal tentang kehidupan dan misi Arnold Janssen, dapat dilihat dengan jelas bahwa dimensi lintas budaya atau komunikasi antarbudaya, melekat erat dalam hidup dan misi Arnold Janssen. Benih ‘lintas budaya’ Arnold Janssen berakar pada kehidupan orangtuanya. Arnold Janssens terlahir dalam keluarga yang diselimuti budaya doa, dan budaya damai dan solidaritas. Hal itulah menjadi benih yang tumbuh dalam kepribadian dan spiritualitasnya serta memupuk kepekaan antarbudaya dalam diri Arnold Janssen. Dengan demikian Arnold Janssens menjadi manusia lintasbudaya; manusia yang reseptif dan tertarik pada kelompok etnis, budaya, kepercayaan, dan kebangsaan yang berbeda dari miliknya. Hal itu memungkinkan dia mampu memahami ketidaktahuan orang lain, menghargai segala perbedaan, dan bersedia berdailog dengan orang lain. Melalui kompentensi dan lensa misi dialog, Arnold Janssen menjembatani pandangan yang unik tentang misi. Singkat kata, Arnold Janssen memahami dan menjalani pelayanan misinya sebagai dialog. Ia pun mendorong semua misionaris SVD untuk melakukan hal yang sama.”
Tidak melalui kata-kata, tapi melalui perbuatan nyata, Padre Amans Laka SVD menuruti ajakan sang pendiri, Santo Arnodus Janssen. Kalau dalam dua seri tulisan terakhir, kita telah menelusuri kisah Padre Amans dalam misi lintasbudaya bersama umat, maka pada kesempatan ini floresku.com menelusuri jejaknya dalam komunikasi lintasbudaya dengan para pejabat pemerintah, baik dari pemerintah pusat dan lokal di Argentina, maupun pejabat kedutaan yang mewakili pemerintah suatu negara berdaulat.
Semangat lintasbudaya Padre Amans Laka SVD tercermin melalui berbagai aksi. Tak heran, pemerintah dan masyarakat Puerto Esperanza menganggap dia sebagai bagian dari mereka. Ia pun diberi kepercayaan untuk berbicara pada upacara kebangsaan mereka.
Media lokal, misionesonline, edisi 3 April 2013 membuat berita berjudul “Pemerintah Kota Esperanza Mengenang Perang Malvinas”. Media itu menulis begini, "Upacara apel bendera hari ini meleibatkan para veteran Perang Malvinas, pejabat Kota Esperanza dan para pejabat pemerintah dari kota-kota tetangga dan warga masyarakat. Dalam acara tersebut bendera Argentina, Misiones dan Malvinas dikibarkan di di Plaza Héroes de Malvinas di Barrio 50 Viviendas.
Walikota Alfredo Gruber dan Anggota Dewan Ricardo Kisiel dan Mario Scheidt, otoritas Gendarmerie, Prefektur Angkatan laut dan Kepala Polisi Pronvisi Misiones. Mereka ikut dalam upacara pengibaran bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan Argentina. Setelah itu mereka juga meletakkan karangan bunga di Tugu yang dibuat untuk menghormati para pahlawan yang tewas di Malvinas.
Dalam kesempatan tersebut Padre Amans Laka SVD dipercayakan membawakan renungan. Saat berbicara, tulis misionesonline, Padre Amans Laka mengatakan bahwa pengorbanan besar yang diberikan para pejuang Argentina, memberikan hidup mereka untuk membela tanah air Argentina, harus kita hargai setinggi-tingginya. Tetapi di samping itu, hal yang juga penting untuk diingat bahwa kekerasan harus dihindari. “Untuk memecahkan konflik, kita perlu menggunakan metode lain yang tidak bernuansan kekerasan, metode dialog mencapai solusi bersama,” ujarnya.
Padre Amans sendiri mengaku selama bermisi di Argentina dan sekarang di Kuba, ia berusaha membangun komunikasi dengan berbagai pihak, salah satu di antaranya dengan kedutaan yang mewakili pemerintah sebuah negara berdaulat.
Waktu di Argentina, ia menjalin komunikasi dan berkolaborasi dengan Kedutaan Jerman, Kedutaan Perancis, dan tentu saja dengan Kedutaan Besar RI di Bouenos Aires. Sekarang, di Kuba ia mengembangkan komunikasi dengan pihak Kedutaan Besar RI di La Havana, Kuba.
‘Selama di Argentina, saya bermisi di Poerto Esperanza, Provinsi Miones yang berjarak sekitar 1500 km dari ibu kota Buenos Aires. Meski berjarak cukup jauh, saya mendapat kesempatan untuk mebangun jaringan komunikasi dan kolaborasi dengan beberapa kedutaan yang ada ibu kota Buenos Aires. Pihak Kedutaan Jerman, Kedutaan Perancis, dan terutama Kedutaan Besar RI. Ketiga kedutaan itu, terutama Kedutaan Besar RI sangat membantu kemajuan Sekolah EFA (Escuela Familia Agricola/Sekolah Keluarga Para Petani),” ujarnya.
Dalam wawancara dengan Apolinia Matilde Dhiu, wartawan Pos-Kupang.com, (www.poskupang.com, Rabu 23 November 2016), Pater Amans Laka SVD mengatakan, “Indonesia belum dikenal di Argentina. Selama ini Indonesia hanya mengirimkan misioner SVD ke sana. Dengan membangun sekolah Republik Indonesia, mereka (orang Argentina, red) mulai mengenali Indonesia. Bahkan anak-anak Argentina mulai melakukan pertukaran pelajar dan mahasiswa ke Indonesia. Sekolah Republik Indonesia ini para siswanya adalah anak-anak imigrasi dan anak miskin. Ada enam sekolah mulai dari SD hingga SMA. Saat peresmian mereka dari Kedutaan RI yang datang sendiri ke Misiones untuk melakukan peresmian. Sumber dana dari Keduataan RI di Argentina. Saat ini, Indonesia terkenal di Argentina melalui dua kegiatan pendidikan dan budaya yakni seni dan angklung. Saya selalu mengundang pihak Kedutaan RI kalau ada perayaan, di tingkat provinsi maupun kabupaten. Saya juga pernah membuat pertemuan seluruh orang Indonesia di sana. Mantan Duta Indonesia, SZ Manurung, Dr. Kartini, dan Jonny Sinaga pernah ikut dalam pertemuan ini di Sekolah RI di Misiones. Yah, itulah.”
Interaksi dan komunikasi yang baik dengan para Dubes yang pernah bertugas di Argentia, membuat Padre Amans selalu mengenang dukungan dan jasa baik para Dubes itu hingga sekarang.
Makanya ketika redaksi meminta kesediaannya untuk berbagi pengalaman misinya melalui media ini, Padre Amans spotan menyampaikan pesan melalui aplikasi WhatsApp begini: “Kalau boleh wawancara juga para Mantan Duta Besar RI untuk Argentina, Bapak Sunten Zephyrimus Manurung, Ibu Dr. Kartini (Dr. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir, Red), dan Bapak Jonny Sinaga. Mereka itu adalah orang yang banyak membantu saya dalam karya misi di Argentina. Juga mantan Duta Besar RI untuk Kuba, Bapak Alfred Tanduk Palembangan, dan Ibu Nana Yuliana, Duta Besar RI untuk Kuba, Republik Dominika, Bahamas, Haiti dan Jamaika yang sekarang,’ katanya menambahkan.
Padre Aman kemudian membagi nomor kontak para mantan duta besar tersebut. Bukan hanya itu, ia sendiri pun mengontak para mantan duta besar itu agar berkenan merespon pertanyawaan wawacancara tertulis dengan redaksi floresku.com.
Sunten Zephyrimus (SZ) Manurung memulai tugasnya sebagai Duta Besar RI untuk Argetina, Paraguay dan Uruguay sejak 8 Desember 2006 hingga 2010.
Memang, tak banyak dokumentasi dan publikasi yang menggambarkan interaksi antara Dubes Manurung dan Padre A amans. Namun, kisah interaksi antara Dubes SZ Manurung dan Padre Amans, sempat direkam oleh DWP KBRI Buenos Aires. Dalam kroniknya pada Rabu 4 Ferbuari 2009, tertera catatan sebagai berikut:
“Padre Amans Laka S.V.D. menjadi tokoh sentral dalam pertemuan yang diadakan pada akhir Januari 2009 yang baru lalu. Sebagai tuan rumah penyelenggara, beliau mengundang para misionaris berkumpul di Parroquia San Nicolas de Flue, Puerto Esperanza, Misiones untuk mengadakan pertemuan. Intinya adalah mengadakan evaluasi selama bertugas di Argentina, berbagi pengalaman dan juga saling bertukar informasi serta mendapat kuliah-kuliah penyegaran dari pimpinan gereja di Argentina.”
“Pertemuan yang dirancang dua tahun sekali ini berlangsung sungguh hangat, mencerminkan keutuhan dan kesatuan layaknya reuni dalam suatu keluarga besar yang sudah lama tidak bertemu.”
“Duta Besar SZ Manurung beserta Staf KBRI Buenos Aires diundang untuk menghadiri pertemuan para misionaris ini. Seperti kata pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, maka bersamaan dengan kunjugan Duta Besar SZ Manurung, Tim Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) pun ikut serta. Mereka hendak memberikan penyuluhan/sosialisasi bagi Warga Negara Indonesia untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu bulan April 2009 yang akan datang.”
Setelah bertemu dengan Walikota Gilbreto Guber, Dubes SZ Manurung memenuhi undangan Padre Amans Laka SVD dari Sekolah SFA. Di sana telah berkumpul 26 imam SVD Indonesia yang berkarya di di Misiones, Entre Ríos, Buenos Aires, Mendoza, Jujuy dan Córboba dan lebih dari selusin religius.
Perihal pertemuan itu, media lokal, elterritorio.com edisi Selasa, 27 Januari 2009 menulis, “Dubes SZ Manurung menyampaikan bahwa maksud kehadirannya di pertemuan para misionaris di Sekolah SFA adalah memberi dukungan dan motivasi kepada para misionaris yang adalah warga negara Indoensia. “Sebagaimanan diketahui bahwa 80 persen penduduk Indonesia adalah Muslim dan sisanya terbagi antara berbagai agama, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Kehadiran para misionaris asal Indonesia, sudah menjadi bukti bagi dunia bahwa Indoensia adalah bangsa yang menjujung toleransi beragama.”
Kepada para misionaris Indonesia, Dubes SZ Manurung berujar, “Di sini, di Esperanza, Anda memiliki seorang imam (Padre Amans Laka, SVD, red.) yang menurut informasi saya terima, bekerja dengan sangat baik, memberikan partisipasi yang sangat aktif kepada masyarakat dalam karya-karya yang sangat penting,” jelas SZ Manurung.
“Duta SZ Manurung memberi apresaisi tinggi kepada Padre Amans yang berinsiatif mendirikan pendirian SFA, sekolah yang mempersiapkan para siswa atau kaum muda Argentina yang tinggal di pedesaan, agar mereka siap dan berminat untuk bekerja di kebun sebagai petani,” tulis , elterritorio.com.
Kronik DWP KBRI Buenos Aires mencatat, sebagai tuan rumah, Padre Amans Laka SVD merancang acara pertemuan dengan sangat apik dan menyenangkan. Sebagai penutup, ia mengorganisir acara rekreasi bersama.
“Sabtu, 24 Januari 2009, sejak pagi hari, semua peserta pertemuan, sekitar 40-an orang, berangkat ke ke Iguazu untuk melihat keindahan air terjun yang sudah terkenal ke seluruh dunia.
Iguazu dalam bahasa Guarani artinya "Air Yang Besar", sungguh membuat takjub dan terpesona atas ciptaan-Nya yang maha dahsyat. Iguazu membentang sekitar 2,5 km dan ada sekitar 275 jeram yang membentang di perbatasan selatan Brazil, di bagian timur Paraguay dan Propinsi Misiones, Argentina, dikenal dengan sebutan "Tres Fronteiras" yaitu tiga perbatasan.
Duta Besar SZManurung sangat tertarik untuk mencoba naik perahu mendekati air terjun yang memang membutuhkan keberanian khusus. Bersama Padre Laurensius Ramang, Dubes SZ Manurung dengan penuh kesabaran antri untuk mendapat giliran naik perahu di Iguazu. Suatu pengalaman indah yang tidak terlupakan, meski harus basah kuyup.”
Dr Kartini: “Saya Bahagia Kita Dapat Berkolaborasi”
Tokok yang mendapat tempat secara khusus dalam kehidupan dan karya misi Padrea Amans Laka adalah Dr. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir, biasa disingkat Dr. Kartini.
Menurut ensiklopedia bebas id.wikipedia. org. Dr Kartini lahir di Simargala Huta Namora, Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara, pada 1 Februari 1950. Ia adalah seorang doktor di bidang antropologi, ketua Asosiasi Antropologi Indonesia, mantan ketua umum Partai Perjuangan Indonesia Baru, dan istri (alm) Dr. Sjahrir, ibu Pandu Patria Sjahrir. Ia adalah adik kadung dari Luhut Binsar Panjaitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dalam Kabiner Indonesia Maju.
Dr. Karini adalah anak dari pasangan (alm) Bonar Pandjaitan (Osi Paulina) dan (alm) Siti Frida Br. Naiborhu dari Huta Parranggitingan, Kartini remaja adalah penggemar olahraga. Tercatat ia pernah mengikuti kejuaraan renang antar provinsi tahun 1959, menjadi peserta di cabang renang PON V, tahun 1960.
Selain memberi kuliah, ia kini aktif di beberapa organisasi seperti sebagai Pengurus PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia). Ia juga mendapat kepercayaan sebagai Komisaris Independen untuk Siloam Hospitals, dan sebagai pembina untuk Yayasan Doktor Sjahir.
Pada 10 Agustus 2010, Kartini dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Duta Besar RI untuk Republik Argentina merangkap Republik Paraguay dan Republik Uruguay, berkedudukan di Buenos Aires.
Pada 15 September 2014 di Palacio San Martin-Kementerian Luar Negeri Republik Argentina di Buenos Aires, Pemerintah Argentina menyerahkan medali kehormatan “Order de Mayo el Merito en el Grado Gran Cruz” kepadanya sebagai Duta Besar RI untuk Republik Argentina, Republik Paraguay dan Republik Oriental Uruguay. “Medal of Honor” ini untuk pertama kali diberikan kepada Kepala Perwakilan Indonesia di Argentina sejak dibukanya hubungan kedua negara 58 tahun yang lalu.
Ketika Dr. Kartini bertugas di Buenos Aires, sebagai Duta Besar RI untuk Argentina, Paraguay dan Uruguay, Padre Amans sempat beberapa kali berkomunikasi dan berkolaborasi dengannya.
Kenangan atas kebersamaan selama di Argetina itu, membuat Padre Amans terus berkomunikasi dengan Dr. Kartini hingga saat ini, meski melalui WhatsApp.
Oleh karena itu, Ketika Padre Amans memperingati Ulang Tahun Imamatnya ke-25 pada September 2020 lalu, Dr. Kartini bersedia membuat video singkat untuk menyampaikan ucapan selamat dan harapannya.
Dalam video singkat itu, Dr. Kartini berucap demikian, “Salam Padre Amans Laka, selamat atas Ulang Thun Imamat Anda yang ke-25. Terima kasih kepada Tuhan atas rahmat tersebut."
“Saya masih ingat, ketika sebagai Duta Besar Bangsa kita di negara itu, saya dapat melakukan perjalanan ke Pronvisi Misiones dan menyaksikan sendiri karya-karya Padre Amans. Saya merasa bangga dan sangat bahagia ketika berada di sekolah yang menyandang nama Republik Indonesia kita, dan juga dengan Sekolah EFA yang Anda dirikan, sebuah sekolah yang penuh dengan tanaman buah-buhan dan sayur-sayuran. Saya bergembira karena kita dapat berkolaborasi, karena begitulah cara kita berkarya dan melayani sesama sebagaimana diajarkan Tuhan kita.”
"Saya bergemira karena Anda tidak berhenti menginjili. Bahkan, hingga hari ini saya sering menerima Firman melalui whatsapp, salah satu cara untuk bersama di dalam Kristus. Semoga Tuhan memberkati dan melindungi Anda dari segala yang jahat. Dan, semoga Tuhan selalu memberi Anda Kesehatan, kesuksesan dan kebahagian.”
Tokoh lainnya yang punya tempat khusus dalam kehidupan Padre Amans adalah Jonny Sinaga (biasa disapa Jonny), Duta Besar RI untuk Argentina, Paraguay dan Uruguay periode 2014-2017.
Sebagai informasi, Jonny Sinaga memiliki karier yang gemilang sebagai diplomat. Berbagai posisi strategis pernah diembannya sejak awal meniti karier di Kementerian Luar Negeri pada tahun 1988, setelah menamatkan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1987.
Mengutip situs Kementerian Luar Negeri, Dubes Jonny meraih gelar master di bidang hukum internasional di Tulane Law School, New Orleans, AS pada 1992.
Jonny punya sejumlah pengalaman penempatan di luar negeri. Dari 1993-1997, Jonny menjabat sebagai Sekretaris Kedua Petugas Politik di KBRI Canberra, Australia.
Selain itu, Jonny juga sempat menjadi konselor pada perwakilan tetap RI di markas PBB di New York dari tahun 2000 hingga 2004.
Pada 2012, Jonny kembali mendapat kepercayaan untuk bertugas di luar negeri, yaitu menjabat sebagai Wakil Kepala Perwakilan Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang hingga 2014.
Selama bertugas di Jepang, Dubes Jonny menerima berbagai testimoni baik. Dalam sebuah blog yang ditulis oleh Daniel Nugroho, pemuda Kristen pewarta bulanan Youth of Christ, Dubes Jonny disebut rendah hati, kuat menghadapi tekanan, dan selalu berserah diri pada Tuhan.
"Kalau kita hanya berusaha berusaha terus melawan tekanan, kita pasti terjatuh. Itu karena tekanan begitu kuat sedang kita begitu rapuh. Kita tidak mungkin sanggup bertahan menghadapi tekanan itu hanya dengan kekuatan sendiri," ujar Jonny, seperti dikutip blog tersebut.
Pada 2014, Jonny dirundung duka atas kematian istrinya. Namun,pada Desember 2014, Jonny mulai menjalankan kepercayaan dari Presiden Joko Widoro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Argentina, merangkap Republik Uruguay dan Paraguay. Hingga akhirnya kembali ke Indonesia pada 2017.
Di sela-sela kesibukannya, mantan diplomat yang dikenal tak segan bersikap tegas terhadap staf yang tidak berdisiplin dan bekerja asal-asalan itu, berkenan meluangkan waktunya untuk memberi respon atas pertanyaan floresku.com.
Berikut petikan wawancara lengkap floresku.com dengan Jonny Sinaga.
Anda pernah mendapat kepercayaan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk menjadi Duta Besar di Argentina, Paraguay dan Uruguay? Kalau boleh dibagikan, apa saja pengalaman yang menarik selama berada di tiga negara tersebut?
Saya mendapat tugas sebagai Duta Besar di Argentina, merangkap Paraguay dan Uruguay. Bertugas dari tahun 2014 hingga 2017. Perkenalan dengan para pastor dan suster asal Indonesia selama bertugas merupakan dukungan yang sangat besar bagi saya. Kepada pemerintah Argentina, saya sering menyampaikan bahwa mereka rela meninggalkan segalanya demi membantu masyarakat Argentina dan sudah seharusnya mereka didukung sepenuhnya.
Saya harus meminta dukungan pemerintah Argentina karena berkarya di Argentina itu tidaklah mudah. Argentina itu lebih luas wilayah daratannya hampir 3 juta kilometer persegi, lebih besar dari daripada Indonesia yang luas daratannya sekitar 2 juta kilometer persegi.
Kepedulian terhadap WNI merupakan pengalaman menarik bagi saya. Pernah terjadi, seorang WNI yang menjadi anak buah dari sebuha kapal asing mengalami kecelakaan, padahal baru bekerja beberapa minggu. Saat diberitahukan bahwa ada warga kita sedang dirawat di Uruguay dalam kondisi kritis, sebagai Dubes, saya langsung berangkat ke Uruguay untuk membesuk warga kita itu.
Pengusaha Uruguay mengatakan keterkejutannya karena biasanya tidak pernah ada Duta Besar yang membesuk seorang warga yang adalah pekerja di kapal. Kemudian, saya minta pengusaha itu untuk memerhatikan WNI tersebut, dan sampai saat ini kita masih bersahabat.
Pengusaha itu mengatakan karena Dubes sudah memberi perhatian yang begitu besar, maka pengusaha Uruguay itu mengantar langsung ABK Indonesia itu hingga ke Jakarta.
Kemudian saya menyadari bahwa pelaksanaan tugas di suatu negara itu sangat singkat oleh karena itu selalu ingin melakukan yang terbaik untuk melaksanakan yang terbaik dan apakah setelah selesai bertugas masih ada dampak positif yang kita berikan. Untuk melindungi WNI kita membentuk WhatsApp group; yang berarti setiap saat kita bersedia diganggu.
Suatu hari Minggu saya dihubungi oleh anak buah kapal dari bandara Buenos Aires yang mau kembali ke Indonesia. Mereka tidak diperbolehkan naik ke dalam pesawat. Mereka mengatakan tidak ada jalan lain maka terpaksa menghubungi Duta Besar di hari libur itu. Kita langsung membantu dan dalam waktu singkat mereka (ternyata ada lima orang) diperbolehkan naik pesawat dan tiba kembali di Indonesia dengan selamat.
Kapan dan bagaimana ceritanya sampai Padre Amans bisa berkenalan dengan Anda? Bagaimana kesan Anda mengenai pribadi Pandre Amans?
Saat saya tiba di Argentina ada undangan untuk menghadiri pertemuan para pastor asal Indonesia di Argentina dan saya menghadirinya. Pertemuan yang diadakan dua tahun sekali itu ternyata dihadapi sekitar 30 pastor dan suster asal Indonesia.
Saya diperkenalkan dengan Pastor Amans Laka yang namanya sudah diabadikan menjadi nama jalan walaupun orangnya masih hidup. Mengapa itu terjadi? Karena Pastor Amans Laka berhasil membangun sebuah sekolah pertanian berikut asramanya di provinsi Missiones, Argentina. Begitu pertemuan pertama dengan para Pastur dan suster asal Indonesia kita langsung akrab. Apalagi kita punya WhatsApp group yang hampir setiap hari kita bisa berhubungan langsung.
Apa yang mendorong Anda mendukung karya pelayanan yang dilakukan Pandre.Amans di Argentina? Bagaimana caranya Anda mendukung Padre Amans?
Saya mendapat kabar bahwa atas karya Padre Amans namanya telah diabadikan menjadi nama jalan kurang lebih 4 kilometer sebagai penghargaan atas jasa-jasanya. Lalu untuk mengetahui kejelasan tentang hal itu kami dari KBRI Buenos melakukan kunjungan dan bertemu dengan Walikota Missiones.
Saat bertemu Walikota Missiones saya mengajukan pertanyaan tentang nama jalan yang 4 kilo meter itu, dan walikotanya langsung mengoreksi dengan mengatakan jalan P. Amans itu bukan 4 kilometer, tapi seluruh jalan yang berada di depan sekolah yang dibangun atas jasa P. Amans; mungkin sekitar 20 km.
Kemudian Walikota menjelaskan bahwa warga di sekitar itu terbantu kehidupannya dengan keberadaan sekolah kejuruan pertanian itu.
Ketika berkunjung ke sekolah yang biaya pembangunannya dilakukan oleh P. Amans melalui penggalangan dana, kita disambut Kepala Sekolah dan para guru. Kepada kita ditunjukkan gedung yang cukup baik beserta asrama peserta didik karena tempat tinggal mereka jauh.
Tanaman hasil karya peserta didik seperti singkong dan sayur-sayuran juga ditunjukkan.
Kita dari Pemerintah Indonesia melalui KBRI di Buenos Aires ikut mendukung karya Pastor Amans dengan memberikan sedikit bantuan untuk menunjang kegiatan belajar para peserta didik.
Nama jalan dari seorang WNI yang masih hidup yaitu Jalan Padre Amans Laka di Puerto Esperanza, Missiones, Argentina sudah ikut mengharumkan nama Indonesia.
Banyak anak muda NTT sekarang memutuskan untuk pergi dari kampung halaman, merantau karena merasa tak ada harapan hidup di sana. Masalah ini persis sama dengan apa yang dihadapi Padre Amans di Puerto Esperanza Argntina. Bertolak dari pengalaman bekerjasama dengan Padre Amans yang adalah putra NTT, apa pesan Anda untuk orang NTT, terutama kepada pejabat Pemda dan petugas gereja di NTT, supaya anak-anak muda tidak selalu bercita-cita merantau ke luar NTT?
Wah pertanyaan menarik. Pertama saya selalu kagum dengan orang NTT. Salah seorang ahli bahasa Indonesia berasal dari NTT yakni alm. Goris Keraf, dulu beliau dosen di Universitas Indonesia. Kemudian ada Menteri Keuangan Frans Seda, dan masih banyak lagi.
Setelah mengetahui banyak Pastur dan Suster asal NTT yang melayani di Argentina, tambah lagi kekaguman saya. Saya mengatakan merekalah sesungguhnya duta-duta besar Indonesia yang rela meninggalkan segalanya demi menolong rakyat Argentina.
Saya kebetulan menyaksikan seorang Pastor dari NTT yang hingga akhir hidupnya tetap di Argentina. Itu contoh yang luar biasa. Hanya sebagai contoh, Pastor Amans Laka bukan saja melayani jemaat secara rohani, tetapi dengan cerdas dan kerja keras dapat mengetahui kebutuhan masyarakat serta mewujudkan dengan membantu membangun sekolah pertanian yang kemudian mampu memperbaiki taraf hidup lulusan sekolah itu.
Para kaum muda NTT juga punya kemampuan yang luar biasa untuk menolong umat manusia di seluruh dunia ini. Yang terutama tentunya kita yakini bahwa Tuhan sudah menciptakan kita dengan memberikan karunia rohani, hati, kemampuan, kepribadian, dan pengalaman kepada kita masing-masing.
Kalau itu semua gunakan sesuai kehendak sang Pencipta itu, seperti sudah ditunjukkan oleh P. Amans Laka dan orang-orang hebat lainnya dari NTT, maka akan bermunculan orang-orang hebat baru dari NTT.***
*Ditulis oleh Maximus Ali Perajaka berdasarkan komunikasi terulis dan lisan melalui aplikasi WhatsApp dengan Padre Amans di Havana, Kuba, dan wawancara tertulis dengan Jonny Sinaga.
5 bulan yang lalu
5 bulan yang lalu