SOROTAN Heribertus Kamang: Lehong, Orbit Kemiskinan Ekstrim Manggarai Timur

Selasa, 14 Desember 2021 15:58 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

Heribertus Kamang, alumnus Undana Kupang.
Heribertus Kamang, alumnus Undana Kupang. (Dokpri)

MANGGARAI Timur merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi  Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berdiri pada tahun 2007. Manggarai Timur yang beribu kota di Borong itu merupakan salah satu kabupaten yang memiliki wilayah yang cukup luas. 

Selain wilayahnya yang luas, Manggarai Timur juga menawarkan destinasi wisata yang mempesona, sebut saja diantaranya Pantai Cepi Watu, Mbolata, Nangarawa, Danau Rana Mese, Rana Masak, Rana Kulan dan lain-lain. Beberapa tempat wisata tersebut merupakan aset dan orbit untuk perekonomian. 

Tak hanya itu, tempat pariwisata juga dijadikan sebagai media untuk menarik para wisatawan melirik dan ada bersama masyarakat Manggarai Timur. 

Ada yang menarik, di Borong juga ada Tugu Soeharto sebagai menara untuk memancarkan nama Kabupaten ke ranah Nasional, perlu diketahui juga bahwa Tugu Soeharto ini dibangun sebagai kenangan atas kunjungan Presiden Soeharto ketika mengikuti panen raya di persawahan Wae Reca pada tahun 1983 dan tugu ini bisa dijadikan tempat wisata serta tempat belajar bagi generasi penerus Manggarai Timur. 

Menariknya lagi ada kopi Colol yang sudah mendunia akibat cita rasa yang khas dan akan mengharumkan nama Kabupaten Manggarai Timur.

Ada begitu banyak potensi alam yang butuh polesan penguasa/pemerintah untuk menunjang ekonomi rakyat dan lembaga. 

Jika kita belajar dari kepopuleran kabupaten tetangga bahwa semua itu karena tempat wisata yang dirawat dan bisa menarik perhatian para wisatawan luar. Harapannya semoga Manggarai Timur (Matim) sadar akan segala peluang pariwisata untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan populer dikemudian hari karena tempat wisata yang molek serta kebijakan yang populis bukan kapitalis. 

Beberapa hal di atas merupakan fakta sekaligus lantunan harapan yang lahir tentunya bukan hanya dari hati penulis saja tetapi juga seluruh masyarakat Manggarai Timur. Apalagi kita perlu bergerak cepat dan meninggalkan penyesalan panjang, tatkala tanah “lawe lujang” dinobatkan sebagai salah satu daerah dengan kategori kemiskinan ekstrem. 

Pertanyaan reflektif spontan lahir dalam nubari. Apa yang membuat Manggarai Timur masuk dalam kategori kabupaten miskin (ekstrem lagi)? Siapa yang disalahkan dan bertanggung jawab terhadap hal ini? 

Jawaban liar dan dinamis tentu saja spontan: ini akibat dari kerja pemerinta yang gitu-gitu aja. Maksudnya bagaimana? Mungkin kita perlu rehat sejenak ke Lehong.

Lehong: Berparas Cantik, Berhati Baik?

Lehong sontak menjadi terkenal tatkala lokasi administrasi pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur diletakn di sini. 

Lehong yang semula lahan kosong dan dipadati oleh ilalang dan rumput liar, perlahan tapi pasti disulap menjadi sebuah “tempat” berparas cantik dengan kemolekan dan kemegahannya. 

Bangunan-bangunan beton dengan berbasiskan pada kearifan lokal berdiri tegak di sana. Sungguh, aku bangga dengan daerahku. Ditambah lagi bentuk bangunan setiap OPD sama persis. Kemegahan pun kian bertambah tatkala menikmati Kantor Bupati. Lantai dua lagi gaes. 

Tentu ini biasa saja. Emang baru lihat bangunan bertingkat? Bercanda ya. Toh di Borong yang dekat jalan raya lintas Flores itu loh, sudah ada hotel bertingkat. Ah Borong makin keren. Masa hanya Borong, wilayah lain di Kabupaten Manggarai Timur?

Sudahlah, kita kembali ke laptop. Eh salah, maksudnya ke Lehong. Dari Kantor Bupati juga kita bisa menikmati keindahan gedung DPRD Manggarai Timur. 

Tempat para “wakil rakyat” katanya bekerja untuk kesejahteraan masyarakat Manggarai Timur. Itu hanya cerita tampilan luarnya saja dari gedung-gedung yang berdiri kokoh di sana.

Coba kita masuk ke dalam. Eh...sabar dulu. Emang kamu siapa? Bisa-bisanya masuk ke gedung megah itu? Aku rakyat jelata, tapi anak kandung yang lahir dan dibesarkan di Kabupaten Manggarai Timur.

Lehong itu cantik, sungguh memikat mata masyarakat Manggarai Timur (ehem ini asumsi penulis). Bagaimana dengan hatinya? 

Apakah tulus seperti merpati dalam melayani dan menyejahterakan seluruh masyarakat Manggarai Timur? 

Jangan-jangan dari Lehong hanya terdengar cerita manis tentang “tetesan air mata” yang katanya spontan berlinang tatkala melihat bapa mama yang menghantar mereka ke gedung mewah itu. 

Atau hanya ada cerita tentang sakit perut berakhir di BAB dan membuat para nakes kabur. Segitu aja sakitnya, masa nakes kabur? 

Ya enggalah. Toh yang melayani dengan hati tulus itu ya para nakes.

Mungkin ada  juga yang memahami Lehong sebagai tempat urusan administrasi bagi pejabat serta KTP bagi masyarakat kelas bawa. Lehong juga sebagai tempat persekongkolan antara pengusaha dan penguasa. 

Di Lehong ada cerita “kongkalingkong” untuk tujuan mewujudkan MATIM Seber (Sejahtera dan Berbudaya) . Asik betul ya tinggal dan bekerja di Lehong. Tujuannya mulia sekali “bekerja untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Manggarai Timur”.

 Berarti jelas, bukan hanya kesejahteraan sekelompok orang dong. Atau kesejahteraan masyarakat di dapilnya sendiri. Atau kesejahteraan daerah pemilik kekuasaan itu berasal. 

Tapi ada yang ganjal. Kok cara mencapai tujuan tersebut semakin ke sini semakin ngawur. Buktinya?

 Ada demo karena bapa dewan mereka minta kado mobil baru. Tujuannya supaya bisa berlari kencang sambil menutup kaca jendela takut lumpur “mencium” baju dinas bapa dewan saat melintasi jalur ekstrem ke Elar. 

Belum lagi kualitas infrastruktur yang asal jadi. Intinya warga bisa pose sebentar dengan latar jalan beraspal. Senangnya bukan main. 

Eh, tak sampai seminggu, jalannya rusak. Segitu amat sih kualitas jalan di kabupatenku ini. Bagaimana dengan infrastruktur lainnya, sebut saja air minum dan listrik. 

Hanya warga yang bisa merasakan. Toh bapa-bapa (legislatif dan eksekutif) dong di Lehong menikmati Air Mineral Ruteng, AQUA, dan minuman berkemas lainnya. Sungguh bahagianya tinggal di sana. Aku ingin berkali-kali tinggal dan menetap di sana. Pilih lagi ya rakyatku. Spontan jawab: asiapppp bapak.

Ada juga yang berasumsi bahwa lehong sebagai tempat pertarungan gagasan antara legislatif dan eksekutif dalam menentukan kebijakan. 

Ini lebih ngeri loh dan ini juga yang paling ideal. Sayang seribu sayang, di sana itu tidak ada pertarungan gagasan yang ada hanya menyamakan gagasan. 

Lehong juga sebagai tempat aktivis untuk menyalurkan aspirasi rakyat, walaupun sering tidak didengar. Kata bapa-bapa dong. Eh kalian ini teriak siang-siang. Terik matahari sangat panas. Kami sedang menikmati hawa dingin di dalam ruangan ber-AC. Mau bobo siang dulu. Terus bermimpi untuk Manggarai Timur yang lebe Bae. Meskipun hanya mimpi doang. Hehe.

Lehong itu idealnya tak hanya berparas cantik, tetapi juga harus berhati tulus dan lembut seperti Merpati. 

Di Lehong, tempat semua kebijakan akan kesejahteraan itu mengalir deras. Sumber mata airnya ada di sana untuk bisa memberikan kesejukan dan memuaskan dahaga masyarakat Manggarai Timur. 

Tapi sumbernya itu janganlah dikotori dengan “tangan-tangan” rakus. Peliharalah mata air itu dengan sikap dan perilaku serta etos kerja yang melayani bukan hanya ingin dilayani. 

Jangan selalu mengharapkan “selendang dan topi songke” terus, tetapi hadirlah sebagai orang tua di tengah warga untuk memastikan bahwa kesejahteraan itu benar-benar ada dan dinikmati.

Lehong, biarkanlah ia menjadi oase di Padang gurun yang selalu menyediakan menu-menu terbaik bagi warganya. Kebijakan-kebijakan hendaknya merakyat. Jangan cuman modal “perselingkuhan aku sama kontraktor”.

Lehong itu sesungguhnya seperti matahari bagi planet-planet yang mengelilinginya, tidak pernah terlambat dalam bersinar, selalu memberikan warna yang indah ketika terbenam (Sunset). 

Pancaran sinar Matahari juga tidak memandang besar dan kecilnya planet tersebut karena dia tahu bahwa semua planet sangat membutuhkannya. 

Begitu pula dengan Lehong (Mataharinya MATIM) yang memberikan kesejahteraan tanpa memandang Suku, Kecamatan serta Daerah Pemilihan (Dapil) karena dia tau bahwa semua Desa dan Kecamatan membutuhkan kebijakan yang menyejaterahkan rakyatnya. 

Segala keluhan, aspirasi serta keinginan hati rakyat akan terjawab semua dari Lehong karena Lehong adalah tempat persinggahan aspirasi yang kemudian hari akan diaksi dan bukan museum sebagai tempat koleksi segala keluhan rakyat Manggarai Timur yang kemudian akan terus disimpan rapi hingga akhir masa bakti.

Harapan Tak Pernah Berakhir

Segala yang baik dan buruk akan lahir dari Lehong. Tempat dimana segalanya berasal. Kecuali asal muasal hidup saya. Cieeee

Di Lehong lagi dan lagi hendaknya menjadi tempat pertarungan gagasan sesungguhnya. Tapi jangan hanya bicara mulu. 

Masyarakat butuh aksi dan kerja nyata. Penulis punya harapan besar, tahun depan bisa jalan-jalan ke Elar naik travel sambil menikmati indahnya panorama sawah Gising. 

Terus tidak perlu cas HP full malam-malam, karena takut besoknya listrik tidak nyala. Penulis dan kita semua tentu punya harapan besar, crosway (istilahnya keren amat) Wae Musur segera dituntas biar tidak mubasir. 

Atau membayangkan kebahagiaan warga di Gunung Baru menikmati video call dengan keluarga di Borong bisa tercapai. Ah masih banyak lagi litani persoalan itu. 

Jika ditulis di sini, tak akan pernah habis. Tentu yang tahu banyak hanya bapak dan ibu di Lehong. Jangan hanya tahu dong. Ayo mainkan eh maksudnya ayo dikerjakan.

Sebagaimana Lehong yang parasnya cantik dengan gedungnya yang megah, cara berpikir dari para penghuninya (sebut saja policy maker, biar lebih keren) lebih kritis dan sangat merakyat. Harapan itu masih ada? Masihlah. 

Meskipun dari sekian banyak kepala yang di sana, pasti masih ada yang bermental “baja” demi rakyat. Gaspolll Kaka. 

Kami siap mendukungmu. Kompor gas. Maju terus. Jangan kasih kendor. Akhirnya, semoga dari Lehong akan lahir kebijakan-kebijakan yang merakyat. 

Tak ada lagi cerita tentang air mata yang berlinang karena benar-benar merasakan penderitaan dengan yang pura-pura berhati rakyat. 

Tak ada lagi narasi tentang kemiskinan ekstrem, yang ada hanyalah kebahagiaan ekstrem.

Merawat nalar di Lehong berarti merawat kesejahteraan masyarakat Manggarai Timur. Bersama kita bangun Manggarai Timur menuju kabupaten yang lebe bae. Majulah Manggarai Timur (kita semua) sekarang dan selamanya. ***

*Penulis: Heribertus Kamang, Alumnus Undana Kupang.