SOROTAN: Layang – Layang Siluman, Dana Hibah KONI Ende

Minggu, 12 Mei 2024 19:48 WIB

Penulis:redaksi

konsbb.jpg
Pater Kons Beo, SVD (Dokpri)

Oleh : Pater Kons Beo, SVD

“Sebuah kesalahan tidak menjadi kebenaran, sesering apapun dijelaskan sejadinya. Sebuah kebenaran tidak akan menjadi kesalahan, meskipun tidak ada yang pernah mendengarnya” (Mahatma Gandhi, 1869 – 1

Bayangkan! Sudah setahun lebih, dana hibah buat KONI Cabang Ende sejumlah Rp 2,1miliar  itu, masih di status dugaan.

 Entahlah sudah berapa medsos, dengan riak-riak tulisan ringan hingga tajam bahkan kasar, yang coba ‘cubit-cubit dan bahkan cakar-cakar’ dugaan kisah dana siluman suram itu. Sengit memang.

Namun…..

Sayangnya, sudah setahun lebih ini dugaan itu sepertinya tetap bagai air tergenang saja. Tak ada outlet harapan untuk segera mengalir. Karena itulah publik Ende pun merasa belum tercerahkan, dan masih dirantai pikiran sana-sini. 

Dan malah bergentayanglah tafsiran ‘aneh-aneh.’ Sebenarnya tidak ada yang berat nan rumit untuk mengurai duduk soalnya. Alur soal itu kira-kira begini sederhananya. Dan semoga tidak terpeleset di luar lintasannya.

Dana hibah itu datangnya dari Pemda Ende. Itu artinya Pemda Ende di bawah Bupati Djafar Achmad, dihibahkan ke KONI Ende, yang nota bene, Ketua Umumnya dijabat Djafar Achmad, Ketua Harian KONI Ende dijabat oleh Feri Taso (FT), yang juga adalah Ketua DPRD Ende.

Tak hanya puncak pimpinan KONI, nama bendahara KONI Ende, Yulius Cesar Nonga, yang juga merangkap sebagai Manajer Perse Ende juga tersebutkan. Lalu muncul pula nama Sabri Indra Dewa sebagai Ketua Askab PSSI Ende.

Taso – Indra Dewa – Nonga, memang sudah setahun lebih ini jadi bulan-bulanan dihabok medsos dan digaruk dan diaduk-aduk di cakap-cakap publik. 

Tampaknya di awal dugaan kasus ini, Polres Ende terkesan arif pada diktum ‘hati-hati dengan bergulirnya dugaan persoalan ini. Sebab ini lagi situasi panas dingin tahun politik,’ katakan begitu. Masuk akal juga. Artinya?

 Sebab, siapa tahu ada pihak lain, yang nota bene berseberangan dengan Feri Taso cs, lagi gencar bermanuver tiupkan isu ini. Maksudnya jelas! Agar FT  cs dapatkan stigma sosial tak sedap jelang Pileg. 

Dan bisa nyonyor untuk gagal duduk kembali di Dewan Terhormat. Dan bahwa Djafar Achmad lagi  bersiap-siap untuk masuk lagi di arena Pilkada Ende.

Lalu?

Kini, nyatanya, Feri Taso dan Sabri Indra Dewa, telah ‘lolos dari lubang jarum’ pasca Pileg Ende 2024.  Malah, suara Feri Taso, dari 30 anggota Dewan terpilih melejit ke peringkat tertinggi dengan 5.145 suara.

 Ada kemungkinan (besar) Ketua Harian KONI Ende ini bakal kembali ke singgasana Ketua DPRD Ende (2024-2029).

Nah, kini, bukankah Tahun Politik di rana Pileg telah berakhir? Karena itulah seyogyanya telah reduplah alasan ‘jelang tahun politik’ itu bagi Polres Ende untuk hati-hati atau bergerak lambat terus untuk menelisik (serius) dugaan ini. 

Dugaan kasus ini tak dapat dimengerti lagi jika sepertinya dikeramatkan terus dalam laci Polres Ende.

Ataukah bahwa Polres Ende masih harus menanti lagi hingga selesainya Pilkada Ende, karena Djafar Achmad, Ketua Umum KONI, mantan Bupati Ende ini juga masuk dalam area kompetisi hendak kembali menjadi Bupati Ende?

Bagaimanapun……

Tetap jadi harapan publik bahwa agar pihak Polres itu merasa terpanggil untuk menjaga pamor dan sanggup susuri dugaan lalu lintas semrawut dana hibah KONI Ende. 

Tentu ‘nama baik institusi Polres Ende’ tertantang dengan adanya gema suara ‘permintaan pada pihak Polda NTT untuk turun tangan sikapi dugaan kasus ini.’

Jika hal ini terus berlarut diam, maka terciptalah kesan pada publik Ende bahwa Feri Taso, Sabri Indra Dewa dan Yulius Cesar Nonga sungguh-sungguh adalah ‘tritunggal mahasakti’ yang sedikit pun tak akan terjamah serius oleh pihak kepolisian (Polres Ende).

Beberapa minggu terakhir ini telah mengangkasa (kembali) dua nama di langit Kabupaten Ende. Laurentius Dominicus Gadi Djou dan Kanisius Poto mesti dihadapkan ke penyelidik Polres Ende. 

Dengan pasti keduanya nyatakan tidak tahu bahwa nama mereka distrukturkan dalam kepengurusan KONI Ende. Dan keduanya pun ‘gelap gulita’ tentang alur kelolah dana KONI itu.

Lalu?

Jika ikuti alur kata hati dan bunyi suara Laurentius terdengar  miris. Ringkasnya: dana Rp 2,1 M diketahuinya dari medsos, lalu lintas pengelolahan dana itu untuk cabang-cabang olahraga (cabor) semuanya serba tak tahu. Bahkan alamat Kantor KONI pun ‘Wakil Ketua KONI’ ini pun tak tahu.

Terus, bagaimana hikayatnya sehingga nama Laurentius dan Kanisius bisa nongol di struktur kepengurusan itu? Sulit untuk tidak yakin bahwa Djafar Achmad (Ketua Umum KONI Ende) dan FT selaku Ketua Harian KONI Ende sungguh ‘buta dari kisah ini.’

Adakah niat suram terselubung FT cs untuk ‘berlindung’ di bawah nama besar kedua ‘pengurus fiktif’ itu? Ataukah ada maksud politis tertentu dari FT cs ‘pasang kedua nama itu.’ Ini mengingat Ende juga lagi di jelang Pilkada. Jelas, kisruh dugaan ini bisa merugikan nama baik Laurentius dan Kanisius.

Kini, FT cs benar-benar lagi tersandra dugaan kasus dana hibah KONI Ende. Bukan tak mungkin bahwa FT cs sudah berjuang sejadinya untuk putar otak ‘cari celah’ untuk berzigzag sana-sini agar lolos dari jerat hukum dan juga dari opini atau tafsir publik yang makin liar tak terkendali. Jika tidak, teramat besarlah kemungkinan rejeki untuk kursi legislatif untuk 2024 – 2029 ini bakal hangus. Apalagi, sekiranya sebagai kader-kader partai muncul pinalti fatal dari PDIP.

Kini, di hadapan dan di sekeliling Pemda Ende dan KONI Ende terdapat kalimat yang ‘menakutkan tetapi sebenarnya substansinya membebaskan bahwa “Kepastian hukum dengan sistem pembayaran nontunai agar pengeluaran uang daerah tepat jumlah, aman, efisien, transparan dan akuntabel.”

Kerja berat memang bagi KONI Ende (FT cs) di hadapan Polres Ende dan di ruang publik Ende bahwa Rp 2,1 M itu dijamin telak: punya kepastian hukum, tepat jumlah, aman, efisien, transparan dan akuntabel. 

Tentu warga Ende tak lupa akan kerja keras para pengurus KONI Ende akan dua kisah pesta kemenangan Perse Ende penuh eforia sebagai Juara Pertama El Tari Memorial Cup.

Bisa saja terjadi, iya mungkin saja, ada biaya operasional praktis yang sekian besar dan membengkak melampaui Rp 2,1M itu. Dan karenanya? 

FT cs sebagai pengurus KONI atau pun sebagai Manajer Perse Ende mesti, misalnya, berkorban dengan isi pundi-pundi pribadi. Ambil saja perkiraan bahwa terdapat sekian banyak suporter nekad Perse Ende tanpa modal juga ‘disanggupi’ FT cs untuk bisa bertandang demi beryel-yel rore-rore di luar daerah.

Hal lain lagi?

Bagaimana pun terang menderangnya uraian penerimaan dan pengelolahan dana hibah KONI Ende ini akan meredam suara miring publik seolah-olah FT cs ‘dapat kursi DPRD Ende’ karena ‘main dana ini itu termasuk dana hibah KONI Ende.

Toh, FT cs bisa lawan dengan ‘berdendang’ ikuti Bang Ebiet dalam tembang Isyu, “Engkau pasti menuduhku telah bersekutu dengan setan. Menyangka apa yang kumiliki aku dapat dari dusta. Engkau pasti kasak-kusuk, bergunjing ke sana-sini. Melilitkan isyu di leherku, mengibaskan suasana panas… Isyu, isyu, isyu, itu semua hanya isyu.”

Bagaimana pun….

Semuanya terasa mudah saja, sekiranya ada good will (itikad baik) dan terutama keberanian jiwa FT cs untuk ‘dikuasai pihak penyidik hukum dan tak terkesan, sebaliknya, telah ‘pegang dan menguasainya…’

Di ujungnya, Dana Hibah KONI  Ende ini tentu tak terkatung-katung lagi sebagai dugaan layang-layang dana siluman. Tak melayang-layang lagi di langit Kabupaten Ende sare – Lio pawe.

Kini, logika orang pinggiran hanya bilang “Kan sekarang untuk Polres Ende semoga susuri seriuslah untuk para pengurus cabor (cabang olahraga) tentang transfer dana hibah itu dan bagaimana persisnya pengelolaannya. 

Ini juga berguna untuk membantu Feri Taso cs bahwa sungguh keterangannya benar adanya dan dapat dipercaya: “Penyaluran dana hibah Rp 2,1 M tanggung jawab langsung pengurus Cabor. Bukan lagi Pengurus KONI.”

Nada-nada prokem sekadar bertanya: “dana besar ini sebenarnya larinya ke mana? Dan kenapakah sekian berat dan sulit untuk mengauptosi soal ini? 

Haruskah rakyat Ende terus bertanya pada rumput yang bergoyang, yang jawabannya pun masih bergoyang-goyang tak tegak pasti?”

Ini semua sekadar logika hukum kaum pinggiran. Catatan kebenarannya tentu tersimpan di langit dan tersembunyi senyap dalam suara hati nan teduh….

Verbo Dei Amorem Spiranti. ***