SOROTAN: Muhammad Kace dan Muhammad Yahya Waloni

Sabtu, 28 Agustus 2021 09:41 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

MUH KACE DAN WAHLONI.JPG
Yang ringan-ringan dari Muhammad Kace dan Muhammad Yahya Walon (Istimewa)

Raga Mereka Telah Terbelenggu, Tapi Apa Jiwa Kita Akan Segera Merdeka?
(Yang ringan-ringan dari Muhammad Kace dan Muhammad Yahya Waloni)

Oleh P. Kons Beo SVD

Di Kampung Banjar Untal-Untal, Desa Ulang, Kecamatan Utara, Kabupaten Badung, Bali, Rabu, 25 Agustus 2021, Muhammad Kace diciduk polisi. Ia sudah bikin heboh se tanah air. Ada dugaan penistaan terhadap agama Islam. Lima tesisnya sudah bikin kaum muslim tersinggung berat. Tiga di antaranya menyeruduk hidup dan pribadi Nabi Muhammad. Nabi Muhammad itu pengikut jin. Ada juga  ajakan untuk tinggalkan ajaran Nabi Muhammad, dan lagi ajaran Nabi hanyalah mitos.

Terciduknya Kace adalah kerja gesitnya Polri. Demi meredam kemarahan umat muslim yang bisa membias dan bisa berujung fatal pula. Kace wajib diamankan. Jerat hukuman pasti menantinya.

Tapi Kace, yang tengah disempitkan ruang geraknya, kini lagi memaksa pihak Polri untuk buka mata lebar-lebar. Demi meluaskan sikap keadilan yang mesti menyata. Karena Kace, suara-suara publik mulai kembali membahana. Laporan ke Polri tentang orang-orang seperti Yahya Waloni atau pun Abdul Somad di mana ujung rimbanya?

Polri sungguh diuji publik akan sikap adilnya dalam bertindak.  Untuk tak terjebak (lagi) dalam kelakuan hukum tebang pilih. Hukum tak boleh sekian meluncur bebas terhadap yang 'kecil dan sedikit', sementara sekian tersendat bahkan macet terhadap yang 'besar dan banyak.'

Di dunianya, Waloni lantang bersuara. Ia menggelegar terkesan asal tabur kata. Tanpa alur logika yang runtut. Begini kelantangan Waloni, "Ada yang bilang Yahya Waloni suka menista agama juga. Woooi, kawan, beda kelas, beda kelas, beda kelas..." Entah kah kualitas kelasnya di bawah Kace sehingga Waloni tak pernah sadar dan sekian naif bahwa sekian banyak dakwahnya sungguh telah menista agama lain (Kristen)? Tetapi masakan Waloni punya kualitas kelas di atas di atas Kace sementara pengetahuan agamanya hanya sebatas 'yang itu-itu saja.' Tak lebih!

Tetapi ungkapan lanjutnya sungguh menyakinkan. Sebab lWaloni sekian percaya diri, "Saya kira gak perlu ditanggapi, karena beda kelas. Kelasnya jauh ibarat langit dan bumi. Bukan kelas saya." Bagaimana pun yang beda kelas itu toh akhirnya sama nasibnya.

Di Kamis, 26 Agustus 2021, Waloni dibungkam  di kawasan Cibubur. Tanpa berlawanan. Tanpa kata. Tanpa suara gelegar. Waloni tetap bungkam pada pers hingga tiba di Bareskrim pkl 18.26 wib. Hari-hari berat menanti Waloni. Ini baru satu laporan ke Polri. Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme menggiring Waloni dengan dugaan penistaan agama. Isinya: Bible Kristen Itu Palsu.

Yakinlah! Tak sulit bagi Waloni untuk buktikan nanti (di hadapan saksi ahli) bahwa Alkitab itu memang tak asli (palsu). Bukan kah Waloni itu seorang pakar teologi? Berlatar filsafat? Mantan dosen teologi? Pendiri Sekolah Tinggi Teologi? Dan bukan kah ia adalah seorang doktor? Seorang Rektor yang mempendetakan pendeta?

Inilah kesempatan emas bagi Yahya Waloni untuk membuktikan kepakarannya dalam teologi Kristen. Tak perlu lagi rencana mau berdebat di stadion Senayan dengan semua pendeta se-Indonesia. Cukuplah kini  ia berargumentasi di berbagai tahapan pengadilan. Bukan kah momen inilah yang dirindukannya?

Tetapi, jauh di balik semuanya apakah Kace dan Waloni  dapat membayar semua harga mahal rasa tersinggung di hati kaum muslim dan umat nasrani? Agama telah diracuni tebal oleh perbagai tesis liar yang mengobrak-abrik rasa sejuk di hati. Tak cuma itu. Bahkan aroma politik bukan lagi jadi sisipan pencerahan demi nasionalisme dan patriotisme yang sehat. Tetapi malah telah 'diolok-olok' sebagai kesesatan kontra agama. Berdua sedikitnya telah berandil untuk kegaduhan suasana tanah air.

Bagaimanapun, kini, Kace dan Waloni (semoga juga nanti Abdul Somad), walau perlahan mulai jadi pesakitan hukum,  telah jadi test PCR untuk buktikan positif atau kah negatif  virus kemabukan agama yang melekat dalam diri kita.

Jelas, Kace dan Waloni serta orang-orang sejenisnya telah memakai sentimen  agama untuk mengkudeta Tuhan dari sensus religiosus yang sesungguhnya. Tuhan telah 'ditendang keluar' dan dihalau pergi jauh. Di situ, kerangka agama lalu diisi dan dibius dengan segala yang berbau eksklusivisme yang sungguh meyangkal secara radikal yang berbeda!

Dalam Kace dan Waloni cs, Tuhan telah dipaksa untuk menerima yang kita suka . Dan Tuhan itu harus pula tak akui dan menolak tegas semua yang kita benci. Memang, Kace dan Waloni memang telah sekian bergaung agar pendengarnya jadi orang beragama. Namun, sayangnya, bukan untuk menjadi homines religiosi  yang bertaqwah kepada Tuhan. Tetapi yang ada hanyalah sebatas menyembah halusinasi, pikiran, tafsiran, hasrat dan nafsu egosentrik yang benar-benar fatal.

Kini, diciduknya Kace dan Wahloni tak sesederhana untuk mengatakan: Kini Polri telah bersikap adil! Tak hanya itu, Bro! Tariklah hal yang mulia bahwa Polri lagi membebaskan sikap beriman kita yang 'sekian tersekap hanya sebatas jeruji dan tembok rumah tahanan agama punya kita sendiri.'

Keberagamaan seperti itu mudah sekali mengganti kesejukan dengan keberingasan, kepolosan dengan kecurigaan, rasa damai dengan kebencian, serta  keheningan dengan kebisingan atau pun sebaliknya kesepian.

Kini, setelah tertangkapnya Kace dan Waloni, kita dihadapkan pertanyaan mendasar: apa kita bergembira karena terbebaskan dari 'animasi kebencian?' Atau kah kita reaktif karena 'afirmasi kebencian' kita dipangkas?

Tak sulit untuk nyatakan bahwa Tuhan yang mahabenar, mahasuci serta maharahim, di dalam Kace dan Waloni cs telah begesar pada konsep hanya kita sajalah yang benar, sakral dan berhak kafirkan yang bukan kita. Kace dan Waloni cs adalah narasi narcisisme dan erotisme  liar  keagamaan. Sebab di situ orang merasa puas akan kebenaran hanya mengenai diri (agama) sendiri. Serta selalu terangsang demi kenikmatan dalam sikap kebencian terhadap yang lain.

Dari Kace dan Waloni kini mesti terlahirlah kesadaran beragama  yang benar. Tak pernah ada konsolasi spiritual yang dicapai melalui perbagai maklumat kebencian. Dendam, curiga, irihati, sombong, kekasaran, rasa cemas dan berbagai sentimen pro kekerasan itu adalah virus maut yang menghancurkan sukacita, kepolosan atau kebebasan jiwa. Tali-temali persahabatan dalam kemanusiaan semesta atau persaudaraan sebangsa dan setanah air telah terlilit kusut oleh berbagai diksi suram: kafir, nacis, haram, sesat, neraka, serta iblis jahanam.

Kini, kisah Kace dan Waloni, tak boleh diterima dalam aura pertandingan kala-menang atau pun kepuasan atas rasa keadilan draw. Jika demikian, itu cuma isyaratkan bahwa harus ada 'panggung pertandingan' gontok-gontokan berikutnya. Untuk kembali saling serang dan menistakan. Tidak boleh seperti itu lagi.

Karena itulah, biarlah Kace dan Waloni, physically,  tertahan sementara. Bukan terutama untuk menghukum keduanya. Tetapi untuk menguji citra religius kita. Agar jalan spiritual kita diteduhkan, agar wawasan, isi dan cara berpikir jadi meluas, serta agar adab terhadap sesama sungguh terpola! Tetap merasa nyaman, ceriah, tanpa ketakutan apapun.

Jika demikian, itulah wajah keberagamaan kita yang sesungguhnya. Dalam ciri tanah air yang majemuk di dalam citra ketunggalan Indonesia Raya.

Dari petualangan Muhammad Kace dan Yahya Waloni, serta orang-orang sealurnya, kita jadinya maklum bahwa kebebasan dan ketertiban itu mesti seirama seperjalanan. Teringatlah kita akan kata-kata Theodore Roosevelt, Presiden AS ke 26 (1858-1919) itu,
"Ketertiban tanpa kebebasan dan kebebasan tanpa ketertiban sama-sama merusak".

Verbo Dei Amorem Spiranti

BACA JUGA: 

1.https://floresku.com/read/akhirnya-waloni-juga-ditangkap-terkait-kasus-penghinaan-agama

2. https://floresku.com/read/menghina-agama-youtuber-muhammad-kace-diciduk-dari-persembunyiannya