Kabupaten Ngada
Rabu, 01 September 2021 16:43 WIB
Penulis:MAR
Editor:MAR
RUTENG (Floresku.com) - Nama aslinya Rikhardus Neri. Namun, di lapangan hijau orang lebih akrab dengan Heru Nerly.
Putera dari pasangan Evi Iju dan Leonardua Liko itu adalah salah satu dari orang NTT yang bisa tembus menjadi pemain nasional. Dia mengikuti.jejak seniornya dari Flores Timur, Sinyo Aliandoe. Hanya saja, Sinyo setelah berhenti jadi pemain, juga pernah menjadi pelatih Tim Sepakbola Nasional, PSSI.
Heru lahir di kampung Malapedho, Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada pada 24 September 1980. Dalam usia 41 tahun kurang 24 hari, dia mengembuskan nafas terakhir di Makassar, Sulawesi Selatan.
Kita tidak mengetahui masa kecil Heru. Yang pasti sebagai anak laki-laki di Kaki Gunung Inerie, Heru tentu gemar bermain bola. Kegemaran bermain bola pasti berlanjut hingga masa sekolah.
Apakah saat masih belia dia sudah bermimpi menjadi pemain profesional? Ataukah ada seorang pelatih yang memberi sentuhan yang memoles dan mengasah bakat Heru? Mungkin saja tidak.
Hijrah dari Klub ke Klub
Dari berbagai liputan media dan jejak digital, kita pun mengetahui kalau sejak 2008, Heru sudah menjadi pemain profesional ketika bergabung dengan Persipura Jayapura.
Dari sepuluh penampilannya bersama Tim Mutiara Hitam itu, Heru tak membuat gol. Di kub ini dia tampil sebagai pemain belakang yang siap menghadang pergerakan lawan.
Keterampilan di posisi belakang ini yang terus dibawah Heru ke sejumlah klub, makanya dia tercatat tidak menonjol dalam membobol bola ke gawang lawan,
Setahun kemudian, Heru hijrah ke PSM Makassar. Dalam penampilan selama 25 kali bersama Klub Juku Eja, Heru hanya menyumbang dua gol. Masih pada tahun yang sama, Heru berpindah lagi ke klub Ibu Kota, Persija. Di sini, dia berlaga dua kali di sini, tak ada gol yang disumbangkan.
Pada tahun 2010, Heru berpindah lagi ke bagian barat Indonesia. Dia bermain untuk Semen Padang FC. Sebanyak 11 kali, Heru bermain di klub ini. Tahun 2011 hinnga 2013, putera Ngada, Flores ini masuk dalam kesebelasan Mitra Kukar Kertanegara. Di sini, dia bermain 28 kali, dan menyumbang satu gol.
Tahun 2014, Heru masuk di PSCS Cilacap. Bersama tim ini, Heru tampil 14 kali dan memberi sumbangan satu gol. Masih pada tahun yang sama yang sama, dia bergabung dengan Kalteng Putra FC.
Di klub ini dia bermain dua kali tanpa menyumbang gol. Akhirnya, pada tahun 2016 dia hijrah ke Persijap Jepara, dia bermain satu kali dan tanpa mempersembahkan gol.
Seperti peziarah, Heru berpindah dari satu klub ke klub yang lain. Prestasi paling tinggi diraih tahun 2008, saat masih di Persipura, dia dan enam temannya termasuk Boaz Solosa dipanggil Beny Dollo yang saat itu menjadi pelatih tim nasional. Menjadi pemain nasional. Prestasi yang luar biasa. Namun, kemarin, ziarah hidupnya berakhir.
Seperti Bintang jatuh
Tak berlebihan kalau kepergian Heru meninggalkan kenangan spesial pada seorang pemuda Ngada, Reinald L. Meo. Berikut ini adalah catatan singkat Reinald yang diterima oleh redaksi media ini.
“Saya kenal Heru, berawal dari cerita-cerita lepas di Mataloko, waktu itu. Heru saat itu memperkuat Persipura.
Kebiasaan kita orang NTT, jika ada satu dari antara kita yang berkontribusi positif di tempat lain, langsung jadi bahan pembicaraan hampir di semua tempat.
Nama Heru ramai dipercakapkan karena ternyata, Heru orang Malapedho, Inerie, Ngada. Kita harus bangga, salah satu orang Bajawa masuk Timnas
Bagi saya, Heru ini muncul tiba-tiba. Dia seperti bintang jatuh. Semasa kecil, saya tidak pernah dengar nama Heru. Baru saat SMA, Heru muncul.
Heru, bagi saya, telah mencuri terlalu banyak dari hati anak-anak dan remaja NTT umumnya dan Ngada, khususnya.
Pada zamannya, Heru telah berkerja sebaik-baiknya, sebenar-benarnya, di banyak lapangan hijau; sampai kembali ke kampung halaman memperkuat PSN Ngada.
Heru, tidak sekadar sebuah nama. Dia lebih dari itu. Lewat Heru, kita, orang NTT umumnya dan Ngada khususnya, mengangkat sebuah trofi yang tak bisa dibeli dengan pecahan mana pun: harga diri, prestise, dan legacy!
Heru berhasil membangkitkan optimisme dalam diri kaum muda Ngada. Dia memberi inspirasi yang melampaui batas geografis, batas ekonomis, dan batas edukasi.
Heru membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika terus berusaha memberikan yang terbaik dari segala potensi yang ada dalam diri.
Semangat Heru itu perlu dihidupi terus-menerus. Heru sudah membuka pintu, tugas kita ialah memasukinya dan mencari pintu-pintu lain untuk dimasuki oleh lebih banyak orang lagi. (Jivansi/MAR)