Kabupaten Ende
Rabu, 19 Mei 2021 10:55 WIB
Penulis:redaksi
Tak hanya Danau Kelimutu yang mendunia, dan jejak hidup Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno yang penuh kenangan, Kabupaten Ende ternyata memiliki banyak sekali atraksi menarik dan sangat kuat. Salah satunya adalah Bukit Kezi Mara yang menjadi Spot Destinasi Olahraga Paralayang. Kezi Mara adalaha salah satu titik terbaik untuk melihat keindahan bentangan alam Kota Ende.*
Badan Pelaksana Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOPLBF) yang bertanggung jawab mengkoordinasi percepatan pengembangan pariwisata mulai dari Bima hingga Alor berusaha memperkenalkan Spot Destinasi Olahraga Paralayang Kezi Mara melalui akun facebooknya, Selasa (18/5).
Diresmikan 12 Agustus 2020
Sejatinya Kezi Mara resmi menjadi titik lompat para penerbang sejak diresmikan sebagai Spot Olahraga Paralayang pada 12 Agustus 2020 lalu oleh Marsekal TNI Fadjar Prasetyo bersama Wakil Gubernur NTT, Josef A NaeSoi.
Saat ini Kezi Mara saat menjadi destinasi yang memberi tawaran atraksi wisata baru yang ada di Kota Ende. Keindahan bentang alam kota tempat lahirnya Pancasila ini tampak sangat mempesona dari titik tringulasi.
Mentari pagi terbit menghangatkan bentang kota, dan matahari terbenam jatuh diujung Pulau Ende. Gunung Iya, Gunung Meja, dan Gunung Wonge berdiri kokoh dibawah kaki langit. Laut Sawu menghampar, menjangkau garis horison. Sejauh mata memandang, salah satu sudut bumi tempat Soekarno pernah diasingkan ini tampak begitu memukau. Pemandangan alam yang sungguh sangat menawan.
Menjangkau Kezi Mara tidaklah sulit. Dari Kota Ende, perjalanan diarahkan menuju Kelurahan Roworena Barat, Kecamatan Ende Utara. Tempat ini bisa dikunjungi menggunakan mobil atau motor. Setibanya di Kampung Kolibari yang menjadi pintu masuk, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 500 meter menuju kaki bukit dan dilanjutkan dengan pendakian sejauh 75 meter untuk sampai ke puncak bukit Kezi Mara yang terletak di ketinggian 235 mdpl, bersebelahan dengan Bukit Kolibari yang tampak serupa dari kejauhan.
Inisiatif Johny Bunyu
Jhony Bunyu berdiri tegap di bawah terik, mengangkat sebelah tangannya, mencoba merasakan intensitas angin yang datang sembari memperhatikan gerak 'wind shock'. Ia berupaya mengenali arahnya. "
"Angin cukup baik untuk terbang hari ini", katanya sambil tersenyum lalu berjongkok pada setumpuk tas yang berisi peralatan paralayang. Ia membuka gulungan 'harnes' kemudian mengaitkannya pada 'carabiner' yang akan dipasangkan pada si penerbang.
Lelaki paruh baya itu lalu memberikan arahan pada Andre (19), anak didiknya yang akan melakukan atraksi terbang Paralayang. Kurang lebih setahun terakhir ia melatih Andre dan 10 anak muda lokal lainnya yang berasal dari beberapa Kabupaten di Flores untuk menguasai 'Paralayang', terbang dengan mengendalikan angin. Jhony mengaku sangat senang, karena ada anak muda lokal yang meminati olahraga dirgantara ini.
Lelaki kelahiran Ende ini mengaku, ketertarikannya pada Paralayang dimulai saat tahun 2005 ketika ia masih berada di Batu, Malang, Jawa Timur. Pada tahun 2015 ketika kembali ke kampung halamannya, Jhony seringkali melihat indahnya pemandangan Bukit Kezi Mara dari belakang rumahnya. Ia pun menjadi sangat penasaran bagaimana caranya bisa naik ke bukit tersebut.
Suatu hari ia memutuskan untuk pergi kesana dan mencari tahu. Dalam perjalanannya, ia kemudian tiba di Desa Kolibari. Di sana warga setempat mempertanyakan keberadaannya di desa tersebut sekaligus menanyakan maksud dan tujuannya. Jhony kemudian menjelaskan dengan singkat, lalu warga mengarahkan untuk bertemu dengan tua adat (Mosalaki) setempat.
Awalnya, Mosalaki menaruh kecurigaan kepadanya dan sempat tersirat ungkapan penolakan. Hal tersebut sangat dimaklumi oleh Jhony mengingat Desa Kolibari merupakan daerah terpencil dan tidak pernah dikunjungi orang lain sama sekali selain keluarga penduduk setempat yang datang dari jauh.
Jhony kemudian mengajak Mosalaki Kolabari, Muhammad Bila naik ke atas Bukit Kezi Mara untuk sekaligus menyampaikan maksud baiknya.
Tiba di atas bukit, Jhony lalu mengeluarkan handphone dari sakunya, kemudian memutar video Terbang Paralayang dan memperlihatkannya kepada Mosalaki. "Mungkin bapa pernah lihat yang seperti ini?" Tanya Jhony.
"Ya, saya pernah lihat ada yang terbang seperti ini di Ende", kata Mosalaki dengan ekspresi tergugah seusai melihat video itu. "Itu saya yang terbang bapa" kata Jhony kepada Mosalaki.
Putra asli Ende ini kemudian menjelaskan keinginannya untuk menjadikan bukit tersebut sebagai tempat olahraga Paralayang. Berawal dari niat baik, maka ia pun mendapat respon yang baik pula dari warga dan mosalaki setempat.
Hingga saat ini, Jhony Bunyu dikenal sebagai orang yang pertama kali menemukan Bukit Kezi Mara.
Ada satu penerbang yang melakukan dua atraksi sekaligus ketika tim BPOLBF datang berkunjung ke destinasi ini. Penerbangan pertama dilakukan dengan mengambil titik lompat dari atas bukit dan kembali mendarat ke bukit Kezi Mara. Sementara penerbangan kedua kembali dimulai dari atas bukit Kezimara dan mendarat di pesisir pantai. Kota Ende.
Olahraga Paralayang
Paralayang (bahasa Inggris: paragliding) adalah olahraga terbang bebas dengan menggunakan sayap kain (parasut) yang lepas landas dengan kaki untuk tujuan rekreasi atau kompetisi. Pilot duduk di suatu sabuk (harness) yang menggantung di bawah sayap kain yang bentuknya ditentukan oleh ikatan tali dan tekanan udara yang memasuki ventilasi di bagian depan sayap.
Olahraga ini mulai muncul pada sekitar tahun 1980-an dan kejuaraan dunia pertamanya dilangsungkan pada tahun 1989 di Kössen, Austria. Olahraga paralayang lepas landas dari sebuah lereng bukit atau gunung dengan memanfaatkan angin. Angin yang dipergunakan sebagai sumber daya angkat yang menyebabkan parasut ini melayang tinggi di angkasa terdiri dari dua macam yaitu, angin naik yang menabrak lereng (dynamic lift) dan angin naik yang disebabkan karena thermal (thermal lift). Dengan memanfaatkan kedua sumber itu maka penerbang dapat terbang sangat tinggi dan mencapai jarak yang jauh. Yang menarik adalah bahwa semua yang dilakukan itu tanpa menggunakan mesin, hanya semata-mata memanfaatkan angin.
Terdapat dua jenis angin yang membantu memberikan daya angkat tersebut yakni 'Dinamyc Lift' atau angin naik yang menabrak lereng dan 'Thermal Lift' atau angin naik yang disebabkan karena suhu panas. Kedua jenis angin ini kemudian dimanfaatkan oleh penerbang untuk bermain Paralayang.
Peralatan paralayang sangat ringan, berat seluruh perlengkapannya ( parasut, harness, parasut cadangan, helmet) sekitar 10 - 15 kg. Peralatan paralayang juga sangat praktis karena dapat dimasukkan ke dalam ransel yang dapat digendong di punggung.
Selain peralatan utama tersebut, untuk melakukan terbang Paralayang diperlukan juga peralatan pendukung seperti Variometer, Radio/HT, GPS, Wind Meter, serta Peta Lokasi Terbang. Sementara bagi si penerbang sendiri juga mempunyai peralatannya antara lain Flight Suit, Sarung Tangan, dan Sepatu Boot.
Parasut sendiri memiliki beberapa ukuran sesuai dengan kemampuan dan berat badan si penerbang yakni XS, S, M, L. Ukuran LL digunakan ketika hendak melakukan terbang berdua. (MA/sumber: FB/BPOPLF)