Tolak Proyek Geothermal, Masyarakat Adat Poco Leok 'Long March' dari Jalan Pelita Ruteng ke Kantor Bupati Manggarai

Jumat, 11 Agustus 2023 10:14 WIB

Penulis:redaksi

poco leko25.jpg
Warga Poco Leok melakukan pawai panjang (long march) dari jalan Pelita Ruteng hingga berpuncak di Kantor Bupati Manggarai, Rabu, 09 Agustus 2023. (Jivansi)

RUTENG (Floresku.com) - Ratusan masyarakat adat Pocoleok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur melakukan 'longmarch' untuk menggelar aksi solidaritas menolak proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal.

Aksi dilakukan di dua titik di Kota Ruteng. Salah satunya adalah Kantor Bupati Manggarai.

Pantauan jurnalis Floresku.com, ratusan masyarakat yang tergabung dalam 'Persatuan Masyarakat Adat Poco Leok' itu melakukan pawai panjang atau 'longmarch' dari jalan Pelita Ruteng hingga berpuncak di Kantor Bupati Manggarai, Rabu, 09 Agustus 2023.

Mereka berjalan kaki sambil memegang sejumlah spanduk berisikan sejumlah tuntutan dibalik aksinya tersebut. Tidak hanya itu, masa aksi yang terlihat begitu kompak mengenakan busana adat manggarai itu juga tidak henti-hentinya menyanyikan yel-yel tolak geothermal.

"Tolak..., tolak..., tolak Geothermal..! Tolak Geothermal sekarang juga..!!!," demikian yel-yel yang terdengar dari mulut masa aksi yang diketahui berasal dari 10 kampung adat di Poco Leok tersebut.

Pergerakan Massa Aksi

Di luar pagar kantor Bupati Manggarai, masa aksi terus berorasi yang diselingi dengan yel-yel tolak geothermal. Tidak hanya itu, masa aksi juga tampak memperlihatkan contoh hasil pertanian dari tanah Poco Leok, seperti ubi dan cengkeh.

Hal ini seolah memberi kesan bahwa sejak lama, masyarakat adat Poco Leok hidup dari hasil pertanian. Dan bukannya dari proyek geothermal.

"Kami hidup dari pertanian. Tanah komunal adalah rahim; jangan dirusak..!," seru seorang narator.

Alasan Penolakkan

Yudi Onggal yang merupakan tokoh muda asal Poco Leok, dalam rilisnya yang diterima media menyebutkan, pembangunan PLTP di Poco Leok sangatlah berdampak pada aspek lingkungan, karena akan menyedot air di Poco Leok secara besar dan meningkatkan potensi longsor serta berpotensi terjadi kebocoran gas jika ada pergerakan tanah.

Sementara secara ekonomi, pembangunan PLTP akan merampas tanah adat masyarakat Poco Leok, dan akan menyebabkan penurunan produktivitas pertanian sehingga akan bertambahnya migrasi pemuda ke kota ataupun ke luar negeri untuk menjadi buruh.

Dari segi kesehatan, limbah asap PLTP dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Terbukti di Desa Wewo, tempat PLTP Ulumbu 1-4 berdiri, menyumbang korban penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) terbesar dari tahun 2017 sampai 2019.

Secara sosial-politik, pembangunan PLTP dapat merusak hukum adat dan sistem sosial Adat Manggarai yang selama ini dijaga masyarakat adat Poco Leok. Salah satu warisan budaya yang terus dijaga hingga saat ini adalah falsafah Lampek Lima yang menjadi satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan, karena jika salah satu dari falsafah tersebut hancur maka pandangan serta identitas orang Manggaraipun dengan sendirinya hancur.

Hal ini juga yang menjadi landasan utama bagi masyarakat Pocoleok untuk menjaga warisan budaya secara regenerasi. Selain itu, politik pecah belah di tengah masyarakat akan bertambah parah akibat upaya PLN yang masuk mempengaruhi masyarakat tanpa melalui rumah Gendang, dan menawarkan berbagai macam iming-iming palsu.

"Atas dasar itulah, kami masyarakat adat Poco Leok membentuk organisasi kami sendiri yaitu Persatuan Masyarakat Adat Poco Leok sebagai bukti kesungguhan tekad kami memperjuangkan hak kami sebagai masyarakat adat. Semua pemberitaan yang mengabarkan kami hanya ditunggangi oleh pihak tetentu adalah kebohongan," demikian yang termuat dalam rilis tersebut.

"Untuk itu, pada hari ini, 9 Agustus 2023, bertepatan dengan Hari Masyarakat Adat Internasional, kami mendeklarasikan Persatuan Masyarakat Adat Poco Leok, yang dipimpin oleh dewan adat 10 Gendang yang ada di Poco Leok. Kami sebagai masyarakat adat juga telah dilindungi oleh UUD 1945 (Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3), dimana Negara Indonesia mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat selama masih ada dan sesuai perkembangan dan prinsip negara republik Indonesia," sambung dalam rilis tersebut."

Lebih lanjut, dalam rilis yang sama dijelaskan bahwa selama beberapa waktu terakhir, Persatuan Masyarakat Adat Poco Leok terus berjuang menghadapi kedatangan PLN dan aparat keamanan yang masuk secara diam-diam untuk melakukan aktivitas yang berkaitan dengan geothermal di atas tanah adat kami.

Hal ini juga membuat kehidupan masyarakat tidak nyaman. Masyarakat tidak bisa berkebun dan melakukan aktivitas sosial seperti biasa, karena berusaha keras menghadang kedatangan PLN dan aparat yang berupaya masuk secara sewenang-wenang.

Untuk itu, saat ini persatuan masyarakat adat Poco Leok nyatakan secara tegas penolakannya atas geothermal dan mengecam tindakan PLN dan aparat Keamanan yang tidak menghormati adat setempat.

Tuntutan

Persatuan Masyarakat Adat Poco Leok menyatakan sikap dengan tegas terkait proyek pengembangan panas bumi di wilayahnya.

Pertama, cabut SK Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022 tentang Penetapan WKP untuk perluasan PLTP Ulumbu di wilayah Poco Leok yang tidak melibatkan masyarakat adat Poco Leok!

Kedua, hentikan seluruh aktivitas PLN dan aparat keamanan yang berkaitan dengan Geothermal di Wilayah Adat Poco Leok!

Ketiga, hentikan intimidasi dan politik pecah belah PLN beserta kepolisian terhadap Masyarakat Adat Poco Leok!

Keempat, hentikan pendanaan Bank KfW Jerman terhadap proyek Geothermal di tanah Flores!

Kelima, cabut Kepmen ESDM tentang Penetapan Pulau Flores Sebagai Pulau Geothermal karena hal ini adalah bentuk upaya perampasan dan monopoli tanah masyarakat!

Keenem, hentikan Upaya Sertifikasi Tanah-tanah Lingko di Wilayah Pocoleok Oleh Pihak ATR/BPN .

Tercatat, meski menurunkan masa yang tidak sedikit, namun aksi ini berjalan lancar di bawah pengawalan aparat keamanan dari Polres Manggarai. Perjalanan peserta aksi terlihat begitu rapih karena terus berada dalam barisan yang dipagari sebuah tali. (Jivansi). ***