wisata
Sabtu, 21 Juni 2025 13:37 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
Oleh: Maxi Ali Perajaka dan Maria Leonora A.*
FLORES, sebuah pulau eksotik di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tidak hanya kaya akan keindahan alam dan keanekaragaman budaya, tetapi juga menyimpan potensi besar dalam wisata religi. Bagi masyarakat Flores, agama bukan sekadar ritual, melainkan napas kehidupan.
Kekayaan nilai-nilai religius yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari menciptakan peluang strategis untuk mengembangkan wisata religi yang otentik, bernilai spiritual tinggi, dan berdaya saing. Namun, sebagaimana sektor pariwisata lainnya, pengembangan wisata religi di Flores juga dihadapkan pada berbagai kelemahan struktural dan tantangan jangka panjang.
1. Warisan Katolik yang Kuat dan Unik
Flores dikenal sebagai "Pulau Seribu Gereja." Mayoritas penduduknya menganut agama Katolik Roma yang diwariskan sejak era misi kolonial Portugis dan Belanda.
Situs-situs penting seperti Katedral Reinha Rosari di Kota Larantuka, Katedral Christo Regi di Kota Ende, Gereja Tua di Sikka.
Taman doa favorit seperti Taman Doa Bukit Fatima dan Salib Yubelium di Larantuka, aman Doa Trappist Lamanabi di Lamanabi, Taman Doa di Eputobi (Flores Timur); Taman Doa Kristus Raja dan Taman Doa Patung Maria (28 m) di Nilo, sekitar 7 km dari Kota Maumere dan Bukit Salib Tanjung Kajuwulu berada di Tajung Kajuwulu, Kecamatan Magepanda (Kabupaten Sikka); Taman Doa Maria Gaudalupe, di Dusun Peringatin, Desa Nggolonio, Kecamatan Aesesa (Kabupaten Nagekeo); Taman Doa Patung Bunda Maria (17 m) di Puncak Gunung Ata Gae, Wolowio (Kabupaten Ngada), dan Bukit Doa Watomiten (Kabupaten Lembata).
Selain itu di setiap kabupaten terdapat gua Maria favorit seperti Gua Maria Wae Lia, Gua Maria Golo Koe dan Gua Maria Bukit Petro (Kabupaten Manggarai Barat); Gua Maria Golo Curu di Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai; Gua Maria Golo Lobos dan Gua Maria Pong Dode, dan Gua Maria Paroki Santo Pius Ke-X Mukun (Kabupaten Manggarai Timur).
Bergeser sedikit ke arah timur ada Gua Maria Fatima di Watujaji dekat Kota Bajawa dan Gua Maria Bukit Moting (Kabupaten Ngada); Gua Maria Stella Maris di Tanjung Kekakodo Stasi Bengga, Paroki Hati Kudus Yesus Maunori, Desa Kotodirumali dan Gua Maria Lena (Kabupaten Nagekeo).
Lalu ada Gua Maria Yate Raha di Dusun Aelabha, perbatansan Desa Mbobhenga dan Desa Tendambepa, Kecamatan Nangapanda dan Gua Maria di Desa Nualise, Kecamatan Wolowaru Kabupaten Ende.
Di Kabupaten Sikka ada Gua Maria Fatima Watuwea di Desa Magepanda, Kecamatan Magepanda,dan Wisung Maria Fatima di Lela.
Di ujung timur Pulau Flores ada gua Maria Bintang Laut di Kawaliwu, Kecamatan Lewolema, Gua Maria La Salette di Lato, dan Wai Nape, Spot Wisata di Desa Nawokote, (Kabupaten Flores Timur). Selanjutnya ada Gua Maria Gua Maria Lewoleba, dan Gua Maria di Alor Kecil (Kabupaten Alor).
Flores juga dikenal sebagai pulau dengan benih panggilan hidup khusus untuk menjadi imam Katolik dan hidup bakti. Di pulau ini ada lima seminari menengah (Seminari St Yohanes Paulus II Labuan Bajo, Seminari Pius XII, Kisol, Seminar St Yohanes Berkhmans Mataloko, Seminari Maria Bunda Segala Bangsa Maumere, dan Seminari San Dominggo, Hokeng yang sekarang berpinda ke Larantuka akibat erupsi Lewotobi Laki-laki).
Tonggak pendidikan calon imam Katolik yang juga sangat kuat adalah Seminari Tinggi St Petrus dengan Museum Kamar Tidur Santo Paus Yohanes Paulus II di Ritapiret, dan Seminari Tinggi St Paulus dengan Museum Blikon Blewut di Ledalero (Ende) adalah landmark religius yang tidak hanya sakral bagi umat Katolik lokal, tetapi juga menjadi magnet spiritual bagi peziarah dari luar daerah, bahkan mancanegara.
2. Tradisi dan Perayaan Keagamaan Khas
Puncak wisata religi Flores terjadi pada pekan Paskah, terutama di Larantuka. Tradisi Semana Santa (Pekan Suci) dengan prosesi Tuan Ana dan Tuan Meninu yang melibatkan ribuan umat dalam prosesi laut dan darat adalah contoh paling nyata dari potensi wisata religi berbasis tradisi lokal yang telah mendunia.
Di luar Larantuka, daerah seperti Bajawa, Ende, dan Maumere juga memiliki perayaan unik seperti perarakan Salib, ziarah Maria, serta novena komunitas basis gerejani yang bisa dikemas menjadi atraksi religius yang menarik namun tetap sakral.
3. Keindahan Alam Mendukung Nuansa Spiritualitas
Keunggulan lain dari wisata religi di Flores adalah konteks alam yang mendukung pengalaman spiritual. Bayangkan berdoa di gua Maria yang menghadap Samudera Pasifik, atau mengikuti misa subuh di kapel gunung dengan latar belakang kabut dan cahaya matahari pagi. Elemen-elemen ini bukan hanya memperkaya pengalaman religius tetapi juga membedakan Flores dari destinasi wisata religi lainnya.
4. Keramahan dan Keterbukaan Sosial Masyarakat Lokal
Masyarakat Flores dikenal ramah, religius, dan terbuka terhadap kunjungan spiritual. Keterlibatan aktif masyarakat dalam liturgi dan budaya agama menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mengalami “faith experience” secara langsung. Di banyak tempat, peziarah disambut bukan hanya sebagai tamu tetapi sebagai saudara dalam iman.
1. Kurangnya Infrastruktur Penunjang
Banyak lokasi wisata religi di Flores masih sulit dijangkau karena akses jalan yang rusak, minimnya transportasi umum, dan kurangnya fasilitas seperti penginapan ziarah, pusat informasi, serta toilet umum yang layak.
Misalnya, untuk mencapai Gua Maria Lela atau situs di Watuapi dan Wolowona (Ende), peziarah harus menempuh jalan sempit, terjal, dan kadang tanpa penerangan.
2. Minimnya Promosi dan Branding Wisata Religi
Pariwisata Flores selama ini lebih didominasi oleh promosi wisata alam (Kelimutu, Komodo, Riung, Wae Rebo) dibandingkan potensi wisata religius.
Tidak banyak materi promosi yang tersedia tentang destinasi religi Flores dalam bahasa Indonesia maupun asing. Branding seperti “Flores, Pulau Ziarah Katolik” belum terdengar nyaring secara nasional apalagi internasional.
3. Ketidaksiapan SDM Pariwisata Berbasis Religi
Sebagian besar pengelolaan wisata religi masih dilakukan secara tradisional dan kurang profesional. Tidak banyak pemandu wisata yang memahami sejarah gereja, teologi simbol liturgi, atau bahkan tata cara menyambut peziarah yang sesuai dengan spiritualitas mereka. Ini bisa mengurangi kualitas pengalaman wisata religi itu sendiri.
4. Ancaman Komersialisasi Ritual
Seiring meningkatnya kunjungan wisatawan, muncul risiko komersialisasi terhadap ritual-ritual suci, terutama yang berlangsung selama pekan Semana Santa atau ziarah Maria. Jika tidak dijaga, nilai spiritualitas yang sakral bisa berubah menjadi tontonan turistik semata. Hal ini dapat menimbulkan resistensi dari kalangan rohaniwan atau umat lokal.
1. Pengembangan Jalur Ziarah Terpadu
Flores memiliki potensi untuk membentuk jalur ziarah terpadu, misalnya dari Larantuka – Maumere – Ende – Bajawa – Ruteng, yang menghubungkan situs-situs utama seperti gereja tua, gua Maria, seminari tua, dan makam tokoh iman lokal. Konsep ini dapat diadopsi seperti "Camino de Santiago" di Spanyol, dan menjadi daya tarik global bagi wisatawan Katolik.
2. Kolaborasi Gereja – Pemerintah – Komunitas
Pengembangan wisata religi tidak bisa berjalan tanpa sinergi antara pihak keuskupan, pemerintah daerah, dan komunitas basis. Gereja memiliki otoritas spiritual dan pemahaman teologis, pemerintah menyediakan regulasi dan infrastruktur, sementara komunitas lokal menjaga keaslian tradisi dan menyambut tamu dengan kearifan lokal.
3. Digitalisasi dan Promosi Global
Era digital membuka peluang untuk memperkenalkan wisata religi Flores ke dunia. Dokumentasi visual, cerita sejarah, dan testimoni peziarah dapat disebarkan melalui media sosial, situs resmi, dan kerja sama dengan travel agent spiritual. Pemanfaatan teknologi seperti Virtual Reality (VR) juga bisa digunakan untuk memperkenalkan suasana Semana Santa kepada publik global sebagai langkah awal sebelum mereka benar-benar datang.
4. Keterlibatan Generasi Muda
Generasi muda Flores, baik dari kalangan religius maupun awam, perlu dilibatkan secara aktif dalam mengelola dan mempromosikan wisata religi. Program pelatihan guide religi, produksi konten kreatif, dan wirausaha berbasis ziarah bisa membuka lapangan kerja dan sekaligus menjaga warisan spiritual agar tetap hidup lintas generasi.
1. Menjaga Keseimbangan antara Sakralitas dan Pariwisata
Tantangan utama wisata religi adalah menjaga keseimbangan antara nilai spiritualitas dan kebutuhan komersial. Jangan sampai gereja, prosesi, dan tempat ziarah berubah menjadi sekadar atraksi. Diperlukan pedoman etis dalam mengelola wisata religi agar tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keimanan dan kesucian.
2. Perubahan Sosial dan Modernisasi
Globalisasi dan modernisasi membawa perubahan gaya hidup yang bisa mengikis tradisi keagamaan. Wisata religi tidak boleh hanya menjadi peninggalan masa lalu, tetapi harus terus dimaknai secara kontekstual oleh generasi muda sebagai bagian dari identitas dan spiritualitas mereka.
3. Risiko Ketergantungan Ekonomi
Ketika wisata religi menjadi sumber ekonomi utama, ada risiko ketergantungan berlebihan yang bisa mempengaruhi integritas dan kebebasan spiritual komunitas lokal. Oleh karena itu, perlu diversifikasi ekonomi dan strategi keberlanjutan agar wisata religi tidak menjadi beban sosial.
Flores memiliki kekayaan spiritual dan budaya yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata religi unggulan di Indonesia.
Dengan kekuatan tradisi Katolik yang hidup, pemandangan alam yang menyatu dengan keheningan batin, serta keramahan umat yang terbuka, wisata religi di Flores bisa menjadi oase bagi peziarah dan pencari makna hidup dari berbagai belahan dunia.
Namun, pengembangan ini memerlukan strategi yang arif dan inklusif, agar tidak hanya memberi manfaat ekonomi tetapi juga memperkuat jati diri religius masyarakat Flores. Jika dikelola dengan bijak, Flores bisa menjadi bukan hanya tempat kunjungan, tetapi juga tempat perjumpaan spiritual yang mengubah hidup. *
*Tim redaksi Floresku.com. * **
sebulan yang lalu