Petrus Selestinus: 'Arteria Dahlan Semestinya Direcall karena Lecehkan Bahasa Sunda dan Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945, '
redaksi - Rabu, 19 Januari 2022 13:08JAKARTA (Floresku.com) - Arteria Dahlan, anggota DPR RI dari Komisi III, semestinya direcal dari DPR RI karena membuat kegaduhan yang menyentuh wilayah SARA dan melecehkan Konstitusi UUD 1945, khususnya Pasal 32 ayat (2) UUD 1945, yang memberi keleluasaan kepada setiap orang warga masyarakat untuk mengembangkan dan melestarikan bahasa daerahnya sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa yang harus dihormati.
Sebagai Anggota DPR RI, pengemban fungsi representasi rakyat dengan hak-hak tradisionalnya sebagai kekayaan budaya nasional termasuk bahasa daerah, mestinya Arteria Dahlan tahu dan paham akan makna filosofis, sosiologis dan yuridis yang terkandung di dalam pasal 32 ayat (2) UUD 1945, bahwa yaitu : "Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional".
- Telah Lebih dari Dua Bulan Terplih Jadi Wakil Bupati Ende, Erik Rede Belum Juga Dilantik, Ada Apa Gerangan?
- Petrus Salestinus: Wabup Ende Terpilih Erik 'Terpasung' oleh Masalah Hukum dan Perilaku Tak Terpuji Jaksa Kejari Ende
- Terkait Program Pariwisata Holistik, Pastor Paroki St. Klaus Bersama Enam Kepala Desa Gelar Rapat Terbatas
Dengan demikian tidak ada yang salah dari seorang Kepala Kejaksaan Tinggi, ketika berbahasa Sunda dalam sebuah forum resmi maupun tidak resmi di hadapan siapapun rakyat Indonesia.
Alasannya, karena penghormatan dan pemeliharaan terhadap bahasa daerah sebagai suatu kekayaan budaya nasional, wajib hukumnya untuk dihormati dan dipelihara, tidak hanya oleh Masyarakat pemilik bahasa daerah ybs. tetapi juga oleh setiap warga negara termasuk Negara-pun dituntut untuk menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya naaional.
Perlu di-recall
Sudah berkali-kali Arteria Dahlan melakukan hal-hal yang bersifat kontraproduktif, mengabaikan tata krama dalam menghadapi siapa pun dalam forum terbuka, menggunakan narasi yang melecehkan lawan bicara, melecehkan nalarnya sendiri sebagai seorang terpelajar, sehingga berdampak buruk dengan menimbulkan daya rusak yang tinggi bagi PDIP, sebagai Partai yang selalu menjunjung tinggi ajaran Trisakti Bung Karno, antara lain "berkepribadian dalam kebudayaan".
Karena itu sulit diterima akal sehat, jika seorang Arteria Dahlan menamakan diri kader PDIP, tetapi serta merta secara sadar mengkhianati ajaran Trisakti Bung Karno, soal berkepribadian dalam kebudayaan, mengkhianati UUD 1945 dan dan mengkhianati doktrin-doktrin kaderisasi PDIP yang seharusnya dikembangkan secara merata.
Arteria Dahlan seharusnya sadar bahwa Bahasa Sunda selain sebagai bagian dari kebudayaan itu sendiri, tetapi juga bahasa dari sebuah komunitas besar dengan jumlah pengguna sekitar 49 juta rakyat, belum termasuk pengguna bahasa Sunda di Banten sekitar 10 juta penduduk dan Jakarta, kurang lebih 5 juta pengguna bahasa Sunda.
Ganggu kohesivitas sosial
Apa yang salah dengan Bahasa dan masyarakat Sunda, tentu tidak ada yang salah, yang salah adalah Arteria Dahlan yang sering memproduksi narasi yang mengganggu kohesivitas masyarakat yang pada gilirannya akan mengganggu keharmonisan warga yang beragam.
Karena itu PDIP tidak boleh anggap remeh dengan perilaku Arteria Dahlan, karena bukan hanya sekali atau dua kali membuat gaduh di publik, tetapi sudah berkali-kali apalagi soal bahasa Sunda sudah masuk wilayah SARA.
- Ketua BPC Gapensi Sikka , Paulus Papo Belang Angkat Bicara Soal Tender Proyek Mata Air Iju Kutu
- SENDAL SERIBU, Rabu, 19 Januari 2022: Tatapan yang Menjamah Hati!
- Buka MPAB PMKRI Cabang Ruteng, Kadis Pendidikan Fransiskus Gero: 'Bangga Aula P & K Jadi Tempat Cetak Orang Hebat'
Ini jelas mengganggu kohesivitas sosial dan mencoreng wajah Partai, apalagi terkait bahasa Sunda yang dilecehkan, tentu akan ada konsekuensi budaya, politik dan sosiologis, karenanya lebih baik merecall seorang Arteria Dahlan hari ini juga, menunggu Jaksa Agung menindak Kajati yang tidak punya salah.
PDIP akan kehilangan simpati dari Masyarakat Sunda, Jawa Barat, Banten dan sebagian Jakarta serta pencinta budaya dan kearifan lokal dimanapun di Imdonesia. (SP/SA) ***