Watuliwung 57 Tahun: Membangun Desa, Merawat Budaya, Menyatu dalam Warisan Leluhur
redaksi - Kamis, 13 November 2025 16:14
Ketua Panitia Perayaan Syukur HUT ke-57 Desa Watuliwung. (sumber: Silvia)WATULIWUNG (Floresku.com) - Rabu (12/11) sore yang penuh syukur dan kebanggaan menaungi halaman Kantor Desa Watuliwung, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka.
Di tengah suasana teduh selepas hujan, masyarakat berkumpul merayakan hari jadi Desa Watuliwung yang ke-57 dengan penuh semangat.
Perayaan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum bersejarah untuk menggali kembali akar budaya, nilai-nilai luhur, dan identitas kolektif sebagai orang Watuliwung.
Ketua Panitia, Fransiskus Fiani, mengawali laporan dengan seruan khas adat, “Watuliwung, Liwung Linok, Liwung Lawat Watu Ngasung, Nian Arat Uma Laju, menik ganu ara wuan daha.”
Ungkapan ini, katanya, bukan hanya sapaan adat, tetapi pernyataan identitas dan kebanggaan yang lahir dari rahim kebudayaan Watuliwung.
“Liwung Lawat Watu Ngasung” menggambarkan jiwa keibuan yang inklusif—simbol kasih tanpa pamrih, penerimaan tanpa batas, dan persaudaraan sejati di bawah payung Watuliwung.
Makna tersebut, lanjutnya, menegaskan bahwa leluhur tidak meninggalkan berhala, tetapi mewariskan nilai luhur “naruk megu nora tabe”—hukum kasih sejati yang selaras dengan pandangan Gereja Katolik tentang budaya sebagaimana ditegaskan dalam Konsili Vatikan II.
Inilah cerminan harmoni antara iman, adat, dan budaya yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Watuliwung sejak dulu.
- Desa Watuliwung Rayakan HUT ke-57: Meski Hujan Deras Warga Tetap Penuhi Halaman Desa Ikut Misa Syukur
- Warga Golo Ndari Laporkan Kades ke Kejari Mabar, Diduga Rugikan Negara Rp1,2 Miliar
- BRImo Buktikan Daya Tariknya, Transaksi Harian Melonjak ke Rp25 Triliun
Dalam usia ke-57 tahun ini, Desa Watuliwung tidak hanya merayakan pertambahan usia, tetapi juga berkomitmen menata arah masa depan dengan semangat baru.
Mengusung tema “Desa Maju, Budaya Lestari,” panitia merancang sejumlah kegiatan bernilai edukatif dan kultural yang bertujuan menumbuhkan kesadaran budaya sekaligus memperkuat pembangunan desa.
Tiga kegiatan utama menjadi fokus rangkaian acara. Pertama, Napak Tilas Sejarah Adat, yaitu perjalanan menuju situs-situs ritual Watuliwung untuk mengenali kembali fungsi setiap lembaga adat, serta menggali pesan leluhur tentang keselarasan antara ekonomi dan kelestarian alam.
Kedua, Study Historical Desa Watuliwung, yang menelusuri asal-usul nama desa dan makna simbolik batu yang menjadi penanda identitas Watuliwung.
Ketiga, Workshop Kebudayaan, ruang diskusi tematik yang memperdalam pemahaman warga terhadap adat dan tradisi agar dapat diintegrasikan dalam proses pembangunan desa.
Selain kegiatan budaya, panitia juga mengadakan pelayanan kesehatan, pemugaran situs adat, dan hiburan rakyat sebagai wujud kebersamaan seluruh warga.
Dana kegiatan diperoleh dari pemerintah desa melalui dana desa, swadaya masyarakat, dukungan diaspora Watuliwung dari berbagai daerah seperti Jakarta, Kalimantan, dan Papua, serta bantuan lembaga dan perorangan.
Dari seluruh kegiatan tersebut, panitia berhasil merumuskan tiga rekomendasi strategis sebagai hasil refleksi budaya dan arah pembangunan ke depan.
Pertama, pendokumentasian nilai-nilai kearifan lokal Watuliwung dalam bentuk tulisan dan audio visual agar tidak hilang ditelan zaman.
Kedua, pemugaran situs asal muasal desa sebagai pusat spiritual dan identitas kolektif masyarakat. Ketiga, penyusunan peta jalan (roadmap) pembangunan desa yang selaras dengan habitus kebudayaan Watuliwung—sebuah upaya untuk menempatkan kebudayaan sebagai fondasi utama pembangunan.
Meski demikian, panitia juga menyoroti beberapa kendala selama pelaksanaan kegiatan, terutama rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan edukatif.
Sebaliknya, antusiasme warga justru membludak pada sesi hiburan dan lomba. Ketua panitia menyebut hal ini sebagai bahan refleksi bersama agar ke depan kesadaran kolektif masyarakat terhadap nilai budaya dapat tumbuh lebih seimbang.
- Menduga Asal Usul ‘Peti Tua Bermotif Indah’ yang ‘Terdampar’ di Kampung Malawake, Dhawe
- Pesan Inspiratif: Cerdik Menata Hidup yang Baik dan Benar
- Siswa SMP Pahoa Gading Serpong Meninggal Diduga Akibat Perundungan, Polisi Lakukan Penyelidikan
Ia juga menyoroti lemahnya peran struktur RT, RW, dan dusun yang semestinya menjadi penggerak utama dalam mengonsolidasikan partisipasi warga.
Di akhir sambutannya, Ketua Panitia menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Desa Watuliwung dan BPD sebagai steering committee, seluruh panitia pelaksana yang telah bekerja keras secara kolektif, serta keluarga besar diaspora Watuliwung yang turut menopang kegiatan ini dengan dukungan moril dan finansial.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada seluruh warga yang berpartisipasi dengan caranya masing-masing, hingga seluruh rangkaian acara dapat berjalan lancar dan mencapai puncaknya dalam misa syukur bersama Romo Matius Jado.
“Perayaan ini bukan akhir, melainkan awal dari kesadaran baru untuk membangun desa yang maju tanpa kehilangan jati diri budaya,” ujarnya menutup sambutan. Dengan penuh semangat, ia menyerukan seruan adat yang menggema di halaman desa:
“Watuliwung Liwung Linok, Liwung Lawat Watu Ngasung! Ama Pu benjer Ita Mogat Sawe!”
Seruan itu bukan sekadar pekikan kebanggaan, tetapi juga ikrar bersama seluruh masyarakat Watuliwung untuk menjaga warisan leluhur, meneguhkan identitas, dan melangkah menuju masa depan yang sejahtera dan berbudaya. (Silvia). ***

