NTT
Jumat, 18 Oktober 2024 19:55 WIB
Penulis:redaksi
Oleh: Marianus Gaharpung*
Menarik berita yang dilansir GardaFlores oknum Don JWR da Silva (73), warga Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Rabu (16/10) malam sekitar pukul 21.00 Wita, mendapat musibah.
Diduga, ia dipukul oleh seorang warga Kelurahan Kota Baru lainnya berinisial FGM (61). Akibat pukulan itu, tulang hidung Don da Silva patah dan memar.
Peristiwa pemukulan itu, terjadi di Jalan Dr. Sutomo, RT 06, RW 02, Kelurahan Kota Baru.
Informasi yang beredar menyebutkan, kasus itu bermula ketika korban sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya mengendarai sepeda motor Honda miliknya.
FGM yang melihat Don, menghentikannya. Sempat terjadi dialog singkat. FGM bertanya tentang kuburan adiknya yang sudah tidak ditemukan lagi.
Atas pertanyaan FGM tersebut, Don da Silva mengatakan, makam adik FGM telah dipindahkan ke Perkuburan St. Yoseph Maumere.
Pernyataan korban diduga membuat pelaku tidak terima dan dengan spontan memukul korban. Tindakan ini adalah main hakim sendiri berimplikasi tindakan melawan hukum maka.sesuai prosedur oknum Don korban pemukuran lapor di Polres Sikka.
Tetapi yang menarik dalam hal ini apakah dapat dibenarkan dari aspek tindak pidana tindakan menggali memindahkan jenazah tanpa pemberitahuan aparat kepolisihan dan terutama keluarga?
Apapun motif dan tujuannya, membongkar makam merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan baik dari sudut pandang norma agama, norma kesusilaan, hukum adat maupun hukum negara.
Pertanyaan tindak pemindahan jenazah motif apa dan mengapa tidak memberitahukan kepada keluarga yang mempunya mempunyai hak terhadap jenazah tersebut? Tindakan ini tidak bisa dibenarkan dari aspek hukum.
Aparat penegak hukumpun misalnya penyidik (polisi) dalam rangka penegakan pro yustisi memiliki alasan pembenar dari aspek hukum atau dalam rangka untuk kepentingan ilmu pengetahun boleh saja dilakukan pembongkaran jenazah namun sebelumnya harus mendapat persetujuan/izin keluarga dan wajib memenuhi semua ketentuan yang berlaku.
Dalam KUHP pembongkaran terhadap mayat secara melawan hukum dikategorikan sebagai delik agama. Delik agama dapat diartikan tindak pidana menurut agama, tindak pidana terhadap agama dan tindak pidana yang berhubungan dengan agama.
Peristiwa antara oknum Don sebagai korban dan oknum FGM diduga pelaku penganiayaan ada dugaan termasuk peristiwa yang berhubungan dengan agama. Adapun peristiwa yang berhubungan dengan agama diatur dalam Pasal 175 - 181 dan Pasal 503 ayat 2 KUHP.
Pasal 179 KUHP, barangsiapa menodai kuburan, atau dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau merusak tanda peringatan di tempat kuburan, diancam dengan tindak pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Pasal 180 KUHP, barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menggali atau mengambil jenazah atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah digali atau diambil, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Ancaman pidana terhapat pembongkaran/pesngusakan makam disamping sebagai bentuk perlindungan negara terharap warga dan nilai nilai sosial agama serta penghormatan kepada tempat-tempat yang dihormati/dihargai masyarakat dan sudah pasti dapat menjadi upaya preventif agar masyarakat tidak melakukannya dan memiliki efek jera buat pelakunya.
*Marianus Gaharpung*, dosen FH Ubaya dan Ketua Dewan Penasehat Peradi Sidoarjo
4 bulan yang lalu