Dapur Tara, Silent Protest Terhadap Kemajuan

Jumat, 26 November 2021 21:52 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

periuk.jfif
Suasana di Dapur Tara (Tedy N)

KONSEP mengenai kemajuan yang banyak dipraktekkan selama ini hampir pasti berkaitan erat dengan banyaknya pembangunan gedung pencakar langit, alat musik yang canggih, mode busana yang kebaruan dan sistem informasi yang serba cepat. 

Sehingga orang-orang yang berada di dalamnya tidak pernah mengalami kesunyian.

Alih-alih konsep kemajuan seperti itu-pembangunan gedung pencakar langit tersebut berbarengan dengan kampanye pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. 

Namun, dari sejumlah fakta yang terjadi, kampanye pembangunan yang berkelanjutan itu justru sangat tidak berlanjut. Karena pembangunan itu sendiri sudah memberikan ruang yang besar terhadap berbagai konsekuensi logis darinya.

 Misalnya, dengan banyaknya pembangunan infrastruktur gedung pencakar langit di Labuan Bajo, maka hutan-hutan harus menjadi korban sebagai lahan kosong untuk didirikan gedung-gedung tersebut. 

Artinya, bentangan alam yang dulunya hijau, kini penuh dengan gedung-gedung yang justru memberikan kerusakan atau memberikan pengaruh negatif terhadap kelangsungan ekosistem di sekitarnya.

Terhadap konsep kemajuan tersebut, banyak yang melakukan protes lewat berbagai macam aksi. Salah satunya adalah Komunitas Dapur Tara, Di Lembah Pesari, Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat.

Berdasarkan informasi dari pengelola Dapur Tara, Elisabet Yani Tararubi bahwa salah satu tujuan dari terbentuknya Komunitas Dapur adalah ingin melakukan kampanye.

"Dapur Tara merupakan bagian dari silent protest by doing, dengan cara melakukan sesuatu. Sebagai anak Flores, pengelola Dapur Tara mau berdiri dan menyerukan bahwa Flores sebenarnya punya segalanya, kita punya makanan yang sangat enak, rumah yang paling nyaman, dan lingkungan sejuk nan indah. Kita berbeda dari yang lain", jelas Elisabet.

Elisabet melanjutkan bahwa Dapur Tara dibentuk sebagai silent kampanye. Baginya, Flores itu sangat cocok dengan konsep pariwisata berbasis lingkungan atau ekowisata. Bukan dengan mengedepankan konsep kemajuan yang indentik dengan gedung-gedung mewah.

"Ini adalah Silent Kampanye. Kalau Flores itu menjadi Ekowisata saya paling setuju. Di Flores saja kita sudah sangat kaya, karena di setiap kabupaten di Flores terdapat keunikan yang beragam, kata Elisabet.

Selain itu Elisabet menegaskan bahwa Dapur Tara akan siap dengan penuh percaya diri untuk bersaing di tengah kemajuan pembangunan wisata super premium Labuan Bajo. Jika di Labuan Bajo, pembangunannya mengutamakan pembangunan berbasis modern, seperti hotel berbintang yang serba beton, maka Dapur Tara cukup lawan bangunan hotel berbintang itu dengan kebun yang asri, gaya orang Flores beberapa ribuan tahun yang lampau.

"Dalam hal ini kita akan lihat, premium itu yang mana, apakah premium dengan skema pembangunan betonisasi ataukah premium dengan natural, Flores living. Nanti orang akan datang memilih", tegas Elisabet lagi.

Akses jalan menuju Dapur Tara dari jalan umum hampir pasti tidak bisa dilalui oleh kendaraan. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan infrastrukturnya yang belum ada. Sehingga pada saat musim hujan tiba, otomatis akses jalan ke Dapur Tara penuh becek.

Oleh karena itu, pengunjung harus berjalan kaki. Namun, bagi pengelola Dapur Tara kekurangan ini akan menjadi kelebihan, karena pengunjung bisa berjalan kaki dahulu sebelum sampai di Dapur Tara.

Hal-hal sederhana seperti itulah yang terjadi dalam kehidupan  orang-orang Flores jaman dahulu.

Jadi, kalau ingin merasakan kehidupan masyarakat Flores jaman dulu, ya hanya di Dapur Tara. Rumah-rumahnya masih bambu dan makanannya sangat khas milik orang Flores jaman dulu. Selain enak, juga sangat baik untuk kesehatan karena dipetik langsung dari kebun ke Dapur, kemudian ke meja makan.

Dapur Tara adalah album kehidupan masyarakat Flores ribuan tahun lalu. Di Dapur Tara para pengunjung bisa menikmati atau menyaksikan kembali bagaimana kondisi kehidupan masyarakat Flores pada jaman dahulu. Karena Dapur Tara menyajikan konsep kenyaman yang sangat berbeda dengan dunia modern. Di Dapur Tara pengujung tidak akan menikmati musik, karaoke atau mendengarkan lalu lalang kendaraan, melainkan menikmati kesunyian yang hakiki.

Konsep Dapur Tara yaitu Flores Living, berusaha mengangkat kembali kehidupan masyarakat Flores pada jaman dahulu.  

Pengelola Dapur Tara bersama komunitas di sekitarnya masih berkebun karena orang Flores jaman dahulu kala identik dengan Kebun, Rumah dan Dapur.

Di Dapur Tara ada juga homestay dan kebun campur, gayanya orang Flores. Hasil tanaman dari kebun tersebut kemudian disajikan untuk para pengunjung. Untuk memasak apapun tetap menggunakan kayu api. Sedangkan menu masakan masih campur, yaitu kolaborasi antara menu masakan khas Maumere dan Manggarai.

Khusus di Dapur Tara, makanannya pasti sehat. Karena sejak awal tanam, para pengelola Dapur Tara harus menciptakan koneksi di mana mereka memilih benih, begitu juga benih memilih mereka.

Mereka meyakini bahwa ketika memilih benih untuk dijadikan tanaman, maka benih juga memilih mereka untuk bertumbuh dengan sehat.

Sejak itulah koneksi itu dibentuk. Jadi, koneksi itu seperti relationship antara manusia dan tumbuhan. Konektivitas itu akan terjadi secara berkelanjutan sampai pada tahapan memasak. Tahapan memasak ini yang disebut sebagai meditative cooking. ***

Oleh: Tedy Ndarung, jurnalis floresku.com.