Di Sebuah Koperasi: Suami Ketua, Istri Pengawas, Tak Masalah. "Bila Tidak Dilarang, Apa Berarti Boleh?

Selasa, 23 Agustus 2022 08:47 WIB

Penulis:redaksi

Marianus.JPG
Marianus Gaharpung (Dokpri)

Oleh Marianus Gaharpung 

PERNYATAAN dari Petrus Herlemus Ketua Koperasi Mitan Gita, Nita-Maumere yang terbit di salah satu media online dengan topik,  "suami ketua koperasi, istri pengawas, tidak masalah". 

Bagi kami, yang bergelut dalam dunia praktik hukum cukup dibuat bingung dan terkadang juga dibuat tidak mampu memahami logika hukum yang memang dasariahnya irasional, apalagi bagaimana  warga pembaca yang awam hukum?

Asas legalitas sampai hari ini masih menjadi primadona di tanah air. Suka atau  tidak suka, wajib dipatuhi oleh semua warga negara.

 Dalam konsep hukum pidana asas ini sudah menjadi harga mati bahwa jika tidak diatur berarti boleh dilakukan.

Atau dengan kata lain, seorang warga tidak dapat dihukum tanpa adanya dasar hukum yang melarang suatu perbuatan dan juga tidak boleh seorang warga dihukum tanpa adanya suatu perintah yang diwajibkan oleh hukum tertulis yang telah ditetapkan dan disahkan sebelum perbuatan atau kelalaian itu terjadi. 

Memang tidak bisa dibantah karena demi suatu kepastian hukum dalam pergaulan bermasyarakat dan bernegara.
Pertanyaannya, apakah asas legalitas ini masih dianggap "senjata ampuh" pemusnah  kejahatan dewasa ini? 

Karena asas legalitas ini lahir pada zaman dan era yang sudah tidak sama lagi dengan karakter zaman era reformasi dewasa ini dengan modus kejahatan yang tumbuhnya liar.

Atas fenomena ini, muncul pertanyaan, bila tidak dilarang apakah berarti boleh? Padahal dewasa ini modus kejahatan perkembangannya jauh lebih cepat dari hukum (positif) itu sendiri. 

Ada adagium bahasa Belanda, “Het recht hink achter de feiten aan” , artinya,  ”hukum akan selalu tertinggal di belakang perkembangan zaman."

Realita ini tidak bisa dipungkiri dimana berbagai celah hukum digali demi memuluskan aksi penjahat " kerah putih" yakni orang yang berpendidikan, memiliki jabatan, duit untuk merasionalkan niat bulus mereka demi meraih kenikmatan ekonomis.

Fakta hukum yang sedang terjadi di management Koperasi Mitan Gita, Ketua koperasi adalah Petrus Herlemus dan anggota badan pengawas koperasi adalah istrinya sendiri.

Dengan tanpa beban, Petrus Herlemus mengatakan tidak masalah karena tidak ada peraturan yang melarang bahwa istri sebagai anggota badan pengawas koperasi. 

Ini yang dimaksudkan ada dugaan celah hukum yang dapat dimainkan oleh orang yang berpendidikan memiliki jabatan untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis.

Dengan berbagai argumentasi, "tapi 'kan, undang undang juga tidak melarang untuk saya melakukan ini". 

"Kalau tidak diatur, berarti tidak boleh? Jangan main hakim sendiri!
"Kalau tak dilarang, mengapa tidak boleh?"

Inilah realita yang sedang terjadi tidak saja di Koperasi Mitan Gita tetapi banyak organisasi bisnis dimana istri, anak menantu mengepung suatu perusahaan . 

Khusus perseroan terbatas (PT), hal demikian boleh saja terjadi dan dibenarkan karena modal awal PT berasal dari kerabat terdekat (keluarga) disebut PT tertutup. 

Tetapi ketika PT terbuka (go public), maka managementnya sangat terbuka karena pengurus PT paham modalnya berasal dari para pemegang saham bukan lagi sepenuhnya dari pendiri PT. 

Sehingga filosofi dasarnya sangat berbeda dengan koperasi dimana modal awal berasal dari anggota, oleh dan untuk kesejahteraan anggota. 

Oleh karena itu, masih perlukah norma agama, kesopanan dan kesusilaan untuk menyikapi adanya dugaan "penyimpangan" di Koperasi Mitan Gita? 

Rasanya untuk menyikapi keadaan yang demikian ini yakni meredam dugaan kejahatan "krah putih" perlu dihidupkan norma - norma selain norma hukum.

Pantaskah, koperasi yang modal awalnya dari para anggota koperasi, ternyata anggota badan pengawas koperasi adalah istri sedangkan ketua koperasi suaminya sendiri?

Di sinilah diperlukan kepekaan sosial yang dari seorang pemimpin bahwa dalam menjalankan suatu organisasi yang mengelola dana publik perlu tanggalkan kepentingan pribadi dengan mengedepankan profesionalisme, akuntabilitas serta transparansi demi mendapatkan kepercayaan publik nian tana Sikka.

Kesimpulannya, bila tidak dilarang, apakah artinya hal tersebut merupakan suatu kebolehan? Sebaiknya ketua Koperasi Mitan Gita jangan terlampau yakin dengan asumsi anda sendiri. 

Ingat di saat bersamaan hukum juga secara "gilanya" berkata : jika tidak diatur suatu kebolehan tindakan tertentu, artinya dilarang. 

Jadi tergantung nasib Anda bila sedang mujur Anda tidak akan terjamah oleh hukum yang memang kurang waras karakternya ini. Semoga! ***

* Marianus Gaharpung,dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya.