EMG Law Offices Ajukan Keberatan atas Penghentian Penyidikan Dugaan Perusakan di Polres Sikka: 'Tanaman yang Dirusak Bukan Milik Terlapor”

Jumat, 11 Juli 2025 17:47 WIB

Penulis:redaksi

emen.jpg
Emanuel Herdiyanto Moat Gleko, S.H., M.H (Dokpri)

MAUMERE (Floresku.ccom) — EMG Law Offices resmi melayangkan surat keberatan kepada Kapolres Sikka atas keputusan penghentian penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana perusakan. 

Keputusan ini dinilai terburu-buru dan mengabaikan bukti-bukti yang telah diajukan klien mereka, yang menjadi pelapor dalam kasus ini.

Surat keberatan bernomor 184/EMG-Part/II-B/07/2025, tertanggal 11 Juli 2025, ditandatangani oleh Advokat Emanuel Herdiyanto Moat Gleko, S.H., M.H., dan turut ditembuskan kepada Irwasda dan Dirreskrimum Polda NTT.

Penghentian Dini Tanpa Telaah Mendalam

EMG menyoroti bahwa laporan polisi dalam kasus ini dilayangkan pada 25 Juni 2025, namun hanya dalam rentang waktu kurang dari dua minggu, Satreskrim Polres Sikka telah menerbitkan tiga SP2HP dan langsung mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3). 

Proses yang sangat cepat ini dipandang tidak wajar dan tidak proporsional, terutama karena perkara menyangkut kerusakan terhadap tanaman produktif yang jelas-jelas berada dalam penguasaan pelapor.

“Penyidikan dihentikan secara terburu-buru dan tidak mencerminkan proses hukum yang cermat, utuh, dan adil,” tulis EMG dalam surat keberatan tersebut.

Pokok Keberatan: Tanaman Milik Pelapor

Menurut EMG, inti persoalan yang diabaikan penyidik adalah fakta bahwa tanaman yang dirusak adalah milik pelapor, bukan milik terlapor. Berdasarkan Pasal 406 KUHP, perusakan terhadap barang milik orang lain merupakan tindak pidana. Dalam hal ini, pelapor merupakan pihak yang menanam, merawat, dan mengelola lahan yang tanamannya dirusak.

“Barang yang dirusak adalah milik pelapor, bukan milik terlapor. Maka unsur delik dalam Pasal 406 KUHP terpenuhi secara jelas dan tidak sepatutnya diabaikan,” tegas Advokat Emanuel.

Kritik terhadap Kinerja Penyidik

Lebih lanjut, EMG juga mengkritik sikap pasif penyidik yang dianggap tidak menggali fakta secara objektif. Penyidik dinilai terlalu mengandalkan klaim administratif dari pihak terlapor — seperti sertifikat hak milik (SHM) atau bukti sewa — tanpa menelusuri penguasaan dan penggunaan lahan yang sesungguhnya.

“Penyidik seharusnya aktif mencari kebenaran materiil, bukan sekadar menunggu bukti dari satu pihak. Siapa yang menanam dan mengelola lahan itu? Itu yang seharusnya dicari tahu,” tambah Emanuel.

Desakan: Penyidikan Harus Dibuka Kembali

Dalam penutup surat keberatan, EMG Law Offices menuntut agar penyidikan dibuka kembali dan klien mereka diberikan kesempatan untuk menyampaikan keterangan tambahan. 

Mereka mengingatkan bahwa setiap penyelesaian perkara pidana harus dilandasi asas keadilan, transparansi, dan pengungkapan kebenaran yang menyeluruh.

 Pertaruhan Netralitas Aparat

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait netralitas dan kualitas penyelidikan aparat penegak hukum. Bila benar tanaman yang dirusak adalah milik pelapor, maka unsur pidana perusakan jelas terpenuhi, dan penghentian penyidikan menjadi hal yang patut dipertanyakan.

Keadilan dalam perkara pidana bukan sekadar urusan administratif atau legal formal, tetapi soal siapa yang benar-benar menjadi korban dan siapa yang secara nyata melakukan perusakan. Pengabaian terhadap realitas ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Keadilan bukan hanya siapa yang memegang sertifikat, tapi siapa yang menanam, siapa yang dirugikan, dan siapa yang seharusnya dilindungi hukum. (SP/Silvia). ***