Yesus
Sabtu, 15 Juli 2023 11:42 WIB
Penulis:redaksi
(Minggu Biasa XV: Yes 55:10-11; Rm 8:18-23; dan Mt 13:1-23 (13:1-9)
KITA patut bersyukur karena Allah tidak pernah membiarkan umatNya terlantar, tetapi selalu menyertainya dengan SabdaNya. Buktinya sejak Abraham dipanggil meninggalkan Uhr, kampung halamannya, menuju tanah terjanji, Kanaan, Allah tidak pernah ingkar janji.
Sabda Allah yang disampaikan melalui para nabi dari generasi ke generasi menjadi jaminan, harapan, kekuatan dan sumber hidup sejati bagi bangsa Israel turun-temurun.
Bangsa Israel, pada pihaknya, diminta untuk percaya pada Sabda Allah dan berpegang teguh pada janjiNya. Mengapa? Karena Sabda Allah adalah Allah sendiri yang berbicara mengkomunikasikan diriNya, menyampaikan ajaran, pesan dan janjiNya kepada umat yang dipilih dan dipeliharaNya.
Yesus adalah Sabda Allah yang telah menjadi Manusia. Dialah pemenuhan janji Allah tentang kedatangan Imanuel, Allah yang senantiasa menyertai umatNya. Yesus datang untuk mencari dan menyelamatkan manusia yang hilang karena telah mengkhianati Allah dan tidak setia pada janjiNya.
Yesus pertama-tama datang untuk menyelamatkan bangsa Israel yang sering membangkang dan ingkar janji. Ia mau mengumpulkan kembali keduabelas suku Israel yang tercerai-berai. Karena itu, Ia berurusan dengan para pemimpin agama Yahudi, mengajar di rumah ibadat dan sinagoga-sinagogga.
Tetapi, para pemimpin Yahudi menolak Yesus dan ajaranNya. Mereka tidak percaya kepadaNya. Mereka menuduhNya sebagai pembohong, guru dan nabi palsu, penghujat Allah dan menganggapNya kerasukan setan.
Akibatnya Yesus meninggalkan rumah ibadat Yahudi dan memilih tempat-tempat umum yang terbuka dan bebas untuk bertemu dengan pendengar dan pengikutNya. Yesus memilih bukit, pantai danau dan padang terbuka menjadi tempat Ia mengajar dan mewartakan Kerajaan Allah.
Orang yang datang untuk mendengarkan ajaran Yesus pun berasal dari wilayah, bangsa, status sosial, suku dan profesi yang berbeda-beda.
Ada petani, nelayan, pemuka agama, pejabat pemerintahan, militer, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, sakit dan sehat, dan lain-lain. Mereka datang dengan satu tujuan yaitu untuk mendengarkan pengjaran Yesus dan mengikutiNya. Mereka laksana tanah yang siap ditaburi benih sabda Allah oleh sang penabur dari surga.
Bacaan-bacaan suci hari ini mewartakan dan menarik perhatian kita kepada dua pesan pokok yakni benih Sabda dan tanah, tempat menabur dan menumbuhkan benih itu.
Point pertama adalah benih atau Firman Allah. Santo Matius menegaskan bahwa penabur adalah Allah sendiri, pemilik benih yang menabur di mana-mana dan kepada siapa saja. Benih itu adalah Sabda Allah yang merupakan ajaran dan kehendak Allah.
Benih sabda itu mempunya daya atau kekuatan istimewa untuk bertumbuh, berkembang dan menghasilkan buah. Benih Sabda itu juga berdayaguna membaharui, mengubah dan menghidupkan.
Nabi Yesaya berkata, “Firman Allah yang keluar dari mulutKu, Ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia,tetapi akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadaNya,” (Yes 55:11).
Ini berarti, Firman Allah itu memiliki kekuatan dan kuasa yang mampu mendatangkan aneka jenis hasil dalam jumlah yang berbeda-beda, bergantung pada jenis tanah di mana benih itu bertumbuh dan berkembang: ada yang yang seratus ganda, ada yang enampuluh ganda dan ada yang tigapuluh ganda, (bdk. Mt 13:8).
Selain itu, santo Paulus mengajak kita untuk memandang dan percaya kepada misteri inkarnasi, yakni Sabda Allah menjadi Manusia dalam diri Yesus Kristus.
Kehadiran Kristus punya daya menumbuhkan dalam hati manusia harapan akan pembebasan dan keselamatan yang bersifat paripurna.
Sabda Allah yang sama mampu mengubah cara pandang kita dalam menilai dan memaknai dunia, bukan sebagai tempat penuh kecemasan dan ketakutan, atau tempat di mana kita mengalami kutukan dan maut, karena Kristus telah membebaskan dunia dari kebinasaan.
Dunia bukan lagi menjadi tempat yang fana, hina, penuh dosa dan kegelapan, melainkan sebaliknya, tempat di mana Allah membangun kerajaanNya dan menyatakan kehendakNya demi keselamatan umat manusia.
Hal kedua adalah tanah dan kondisi-kondisinya. Ada empat jenis tanah dengan kondisinya masing-masing. Jenis tanah pertama, kedua dan ketiga menampilkan kondisi yang tidak bersahabat dan tidak cocok yakni tanah yang keras, penuh kerikil, batu-batuan, semak duri dan akar serabut yang mematikan.
Keadan tanah demikian tidak memungkinkan benih dapat bertumbuh dan berkembang secara baik, apalagi bisa menghasilkan buah. Namun ada jenis tanah keempat yang gembur, subur, bersih, bebas dari batu-bataun dan akar-akar, yang memungkinkan benih itu tumbuh dan menghasilkan buah.
Keempat jenis tanah mewakili empat tipe manusia yang mendengarkan dan memaknai pengajaran dan pewartaan Yesus. Tiga kelompok pertama punya hati yang keras, kasar, tertutup, penuh kecurigaan dan kebencian. Mereka ini adalah umumnya orang-orang Farisi, ahli Taurat dan para imam agama Yahudi.
Ada orang yang datang kepada Yesus hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat, seperti sembuh dari sakit, bebaskan diri dari rasa lapar dan haus, dari rasa frustrasi dan putus asa lantaran masalah hidup yang menghantui, bebaskan diri dari kuasa setan dan penyakit yang menakutkan.
Setelah semua masalah teratasi, harapan dan kebutuhan terpenuhi, mereka meninggalkan Yesus dan tidak perduli lagi akan Sabda dan kehendakNya, bahkan mereka berbalik memusuhi Yesus dan ajaranNya. Di zaman Yesus ada banyak sekali orang yang memiliki iman asal-asalan, yang bersifat sementara dan musiman tanpa komitmen apa pun.
Kenyataan serupa mungkin dialami juga oleh Gereja di zaman sekarang. Ada sejumlah umat yang memiliki iman musiman yang muncul dan hilang lagi pada saat-saat tertentu. Orang-orang seperti ini datang ke gereja untuk menjumpai Tuhan dan berdoa pada saat-saat tertentu seperti sakit, susah, menghadapi tantangan dan kesulitan hidup atau ketika merayakan sebuah peristiwa penting dalam hidup, seperti Komuni pertama, pernikahan, rayakan HUT kelahiran atau ketika berhasil dalam usaha dan karya tertentu. Saat-saat lain mereka hidup seolah-olah tidak ada Tuhan dan agama, tanpa komitmen dan ikatan apa pun dengan Gereja.
Meski demikian, ada kelompok keempat yang punya hati terbuka dan disposisi bathin yang siap untuk menumbuhkan dan mengembangkan benih Sabda Allah. Benih sabda dapat tumbuh, berkembang dan bertahan menghasilkan buah atau panenan menggembirakan: ada yang seratus kali lipat, ada yang enampuluh kali lipat dan ada yang tigapuluh kali lipat.
Keberhasilan itu mau menunjukkan misteri karya pewartaan dan kuasa Sabda Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Mungkin inilah mukjizat yang dikerjakan Allah bagi manusia melalui karya pewartaan sabdaNya. Allah dan karyaNya tidak pernah gagal total, sia-sia belaka, dan hilang tanpa bekas, melainkan menghasilkan buah kegembiraan, damai sejahtera, cinta kasih, keadilan, kebenaran, persahabatan dan persaudaraan.
Karena itu, Yesus mengajak kita para pengikut dan umatNya, untuk menyiapkan seluruh diri dan hidup sebagai ladang yang siap untuk ditaburi benih sabdaNya. Kita menyiapkan ladang hati, hidup dan lingkungan yang subur, bersih, dan bebas dari segala jenis semak belukar, kerikil, batu-batuan dan akar kejahatan, kebencian, iri hati, permusuhan, pertengkaran dan sikap ingat diri. Sebab dari kita diharapkan buah-buah kebaikan yang terungkap lewat sikap hidup yang benar, tutur kata yang menyejukkan dan perilaku yang membangun.
Semoga Yesus, sang Sabda Ilahi yang telah menjadi Manusia, memberkati kita selalu. Amen.
Kewapante, 16 Juli 2023
P. Gregorius Nule, SVD. ***