PLTU
Jumat, 23 Juni 2023 10:58 WIB
Penulis:redaksi
RUTENG (Floresku.com) - Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) SVD Ruteng akhirnya buka suara terkait tindakan represif yang disebutnya sudah dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat yang melakukan penolakan rencana eksplorasi dan eksploitasi geothermal Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggara, Nusa Tenggara Timur.
Dalam jumpa pers yang dilakukan di kantor JPIC SVD Ruteng, pada Kamis 22 Juni 2023, koordinator JPIC SVD Ruteng Pater Simon Suban Tukan SVD menjelaskan bahwa, bertolak dari kesaksian warga yang ada di lokasi maupun juga dari video-video yang didapatnya terlihat bahwa aparat keamanan sudah bertindak di luar dari yang diharapkan.
"Jadi mereka tidak hanya mendorong atau menghalang-halangi warga tetapi juga memaksa. Sesudah itu melakukan tendangan dan pukulan terhadap warga sampai ada yang luka," ungkapnya.
Pater Simon SVD pun menduga bahwa Kapolres Manggarai sudah membiarkan anak buahnya melakukan tidakan represif tersebut.
Selain mengecam tindakan represif yang disebutnya sudah dilakukan aparat keamanan terhadap warga, Pater Simon Suban Tukan SVD juga mempertanyakan tentang mobilisasi aparat keamanan dalam jumlah besar oleh PLN.
Dikatakan Pater Simon SVD, berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh pihaknya, baik melalui vidio yang ada maupun juga atas kesaksian warga yang menggelar aksi, pihaknya mendapati bahwa ada mobilisasi aparat dalam jumlah besar oleh PLN.
Aparat itu, lanjutnya, terdiri dari kepolisian, tentara dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Karena itu, ia mempertanyakan mobilisasi aparat dalam jumlah besar tersebut hanya untuk menerobos warga yang tidak mau memberikan lahannya untuk dipakai oleh PLN.
"Beberapa hari terakhir ini terjadi ketegangan karena PLN yang didampingi aparat kemudian menerobos masuk ke lokasi dan akhirnya terjadi tolak-menolak atau saling dorong antar warga dengan aparat," ujarnya.
Lebih lanjut, Pater Simon menjelaskan bahwa, informasi yang dihimpun dari lapangan, mobilisasi itu mulai dilakukan pada 9 Juni 2023, di mana pihak PLN dan aparat keamanan berusaha menerobos masuk ke lokasi yang akan dijadikan sasaran pengeboran panas bumi, yakni di Lingko Tanggo milik persekutuan adat Gendang Lungar.
Aksi itu, kata pater Simon Suban Tukan, dilanjukan pada 19-21 Juni 2023.
Pada 19 Juni 2023, kejadian mulai terlihat. Ketegangan mulai muncul. Masyarakat didorong dan bahkan ada yang sampai terjatuh.
Lalu, pada 20 Juni 2023, ketegangan makin meningkat karena 19 Juni 2023, mereka hanya antar pilar-pilar saja.
Lalu pada 20 Juni 2023, mereka mulai menerobos masuk untuk mulai menanam pilar di lokasi yang ada.
Pada 21 Juni 2023, petugas yang dikawal aparat keamanan pergi menanam pilar. Dan hal itu dihadang oleh warga.
“Pada 19 Juni itu dihadang oleh warga dari gendang Tere. Mereka masuk melalui gendang Tere karena aksesnya lebih dekat ke lokasi. Tetapi orang Tere yang punya lahan di pintu masuk itu, mereka tidak kasih ijin masuk. Mereka bangun posko penjagaan juga di situ, ” jelas Pater Simon.
"Lalu kemudian, kemarin mereka ubah jalur ke lokasi itu dan warga menghadang di situ dan di situlah terjadi benturan yang sangat keras antara aparat dan masyarakat karena masyarakat tetap bertahan tidak ijinkan mereka masuk ke lokasi. Dan karena masyarakat begitu kuat mempertahankan dan akhirnya mereka menerobos dengan sedikit paksa, lalu terjadilah dimana ada warga yang didorong sampai jatuh, ditendang dan dipukul oleh aparat keamanan itu," jelas Pater Simon pula.
"Dan tiga orang dari antara warga itu mengalami cedera yang cukup serius dimana dua orangnya dilarikan ke puskesmas Ponggeok. Dan satunya sudah pulang tadi malam. Satu orang jatuh tersungkur ke tanah yang membuat dia sampai sekarang masih mengalami cedera," lanjutnya memperjelas jumlah korban yang mengalami cedera dalam aksi tersebut.
Pada bagian akhir pembicaraannya, Pater Simon Suban Tukan SVD menegaskan bahwa berdasarkan kesaksian warga yang mengalami kekerasan di lokasi pada 19-21 Juni 2023, pihaknya menilai tindakan kekerasan, represif dan intimidatif yang ada merupakan bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan pembiaran oleh pemerintah setempat karena pada saat kejadian Camat Satar Mese, Damianus Arjo berada di lokasi dan menyaksikan kejadian.
Atas kejadian ini, pihak JPIC SVD Ruteng sebagai lembaga yang bekerja untuk masyarakat selaku korban mengutuk tindakan kekerasan yang terjadi sembari meminta Kapolri untuk memeriksa Kapolres Manggarai yang diduga ikut mendukung dan membiarkan kekerasan yang dilakukan anggotanya di lapangan.
Tidak hanya itu, JPIC SVD Ruteng juga mendesak Kapolri supaya menghentikan mobilisasi aparat keamanan dalam jumlah besar yang dilakukan oleh Polres Manggarai serta meminta Kapolri untuk mengusut tindakan kekerasan yang dilakukan, dan menghukum oknum aparat terkait jika terbukti bersalah.
"Kami percaya bahwa Aparat keamanan adalah pengayom dan pelindung masyarakat, bukan musuh masyarakat," ujarnya.
Menutup pembicaraannya, Pater Simon Suban Tukan juga tidak lupa untuk meminta Pemerintah dan pihak PLN untuk menghentikan penggunaaan aparat keamanan yang cenderung represif dan mengancam keselamatan warga.
Juga, pihaknya meminta Bupati Manggarai untuk segera mencabut ijin lokasi yang diberikan kepada PLN pada Desember 2022 yang lalu tanpa mendengar terlebih dahulu warga di daerah sasaran pengembangan PLTP Ulumbu.
"Bagaimanapun pembangunan mega proyek seperti PLTP ini harus mendapat persetujuan bebas dari warga di mana proyek itu dikembangkan. Karena resiko pembangunan akan ditanggung oleh warga Poco Leok di mana proyek itu dibangun bukan warga yang tinggal di luar Pocoleok," tutupnya.
Senada dengan itu, Advokat Simon Wajong dalam keterangan pers mengungkapkan bahwa bertolak dari foto dan video yang terjadi di lokasi dan yang dikirim kepadanya, ia mengaku prihatin dan tidak terima dengan kejadian yang dialami oleh warga Poco Leok tersebut.
Oleh karena itu, dirinya membuat surat pengaduan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) agar Kompolnas segera bertindak terkait aparat yang nota bene membeking pihak PLN.
"Seakan-akan perusahan PT PLN itu perusahannya mereka. Memback up kegiatan PT PLN yang melakukan usaha untuk pembebasan lahan di bawah. Inikan kita tidak terima. Saya sebagai keluarga besar dari ase-ka'e yang ada di Poco Leok pedalaman, saya tidak terima itu. Saya ini advokat karena ini saya punya hak untuk membela saudara-saudara itu. Makanya saya membuat surat ke Kompolnas agar segera Kompolnas ini mengambil langkah-langkah hukum terkait dengan tindakan-tindakan aparat kepolisian dari Polres Manggarai. Apabila itu terbukti maka diminta untuk proses hukum dan kalau terbukti di persidangan maka mohon untuk dipecat dari kepolisian. Itu permintaan saya ke Kompolnas," cetusnya.
"Sebagai sebagai bagian dari warga di sana (Poco Leok, red), saya kan harus peduli dengan saudara-saudara itu, begitu," lanjut Simon Wajong.
Tugas Polisi Itu Mengamankan
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resort Manggarai (Kapolres Manggarai) AKBP Edwin Saleh S.I.K. .M.I.K dalam pernyataannya sebagaimana dikutip dari media Infopertama.com dengan judul
"Pengembangan PLTP di Wilayah Poco Leok, Kapolres ; Tugas Polisi Mengamankan dan Represif Tidak Benar" menyebutkan, sebagai proyek strategis negara maka tugas polisi adalah untuk mengamankan.
Pengaman proyek tersebut dalam rangka pengembangan atau perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu unit 5-6 di wilayah Poco Leok Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Yang pertama kita harus tau PLTP yang ada di kecamatan Satar Mese itu merupakan salah satu proyek strategis nasional artinya pemerintah atau negara punya bukan swasta dalam hal ini kepolisian memiliki tugas dan tanggungjawab mengamankan pelaksanaan proyek tersebut," ungkapnya kepada Fokus TT (22/06).
Sebab tambah Kapolres Edwin, bahwa diminta atau tidak diminta pihkanya dengan tegas untuk wajib di amankan.
Terkait informasi Polres yang melakukan tindakan represif di lapangan, ia menyatakan bahwa informasi tersebut tak benar adanya.
"Sampai saat ini tidak ada tindakan represif yang dilakukan Polres. Kedepan mungkin akan ada penegakan hukum karena ada informasi dugaan intimidasi/pengancaman/penganiayaan terhadap warga yang pro dengan pembangunan PLN Panas Bumi," tegasnya.
Orang nomor satu di Polres Manggarai itu juga menjelaskan, pembangunan dari PLN tersebut merupakan salah satu Proyek strategis nasional milik pemerintah atau negara bukan proyek swasta.
"Sehingga sekali lagi ini merupakan proyek strategis nasional yang tujuannya untuk kemajuan Flores NTT secara umum khususnya Manggarai," ujarnya.
Meski demikian ia mengimbau dan mengajak kepada masyarakat untuk wajib mendukung terhadap proyek itu.
"Karena segampang itu pemerintah menetapkan satu wilayah proyek strategis nasional dan seharusnya kita harus bersyukur pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kabupaten manggarai," tutupnya. (Jivansi). ***
2 tahun yang lalu